Arrogant Husband

Hasutan Dari Pak Surya



Hasutan Dari Pak Surya

0"Nah kan? Lihat sendiri kan tadi, Bu? Alisa dan Saga bagaimana sama kita?"     
0

Pak Surya memanas-manasi sang istri agar semakin marah terhadap Saga dan juga Alisa. Bu Angel tak ingin merespons ucapan suaminya itu dan memalingkan wajah menatap jendela mobil. Melihat ekspresi sang istri seperti ini, membuatnya merasa senang.     

"Dari awal, mereka berdua memang tak pernah menganggap kita. Ini pasti karena perbuatan Alisa. Wanita itu telah mengubah anak kita jadi seperti ini!"     

"Sudahlah, yah. Ibu tak ingin membahas masalah ini lagi," ucap Bu Angel. Wanita itu masih merasa kecewa karena Saga dan Alisa menyembunyikan masalah itu.     

Bu Angel masih tak terima, kalau keduanya menyimpan rahasia sebenar ini. Mereka malah mengadopsi seorang anak dari panti asuhan dan tak pernah bilang terlebih dahulu. Wajah wanita itu seketika jadi lesu. Niat hati ingin menemui anak dan menantunya di sana, tapi malah dikejutkan oleh seorang bayi.     

Jujur, Bu Angel belum bisa menerima kehadiran bayi itu. Bayi tersebut bukanlah cucu kandungnya. Ia menginginkan cucu kandung dari Saga dan Alisa.     

Pak Surya semakin melajukan kecepatan mobil agar sampai di rumah. Ia tersenyum senang melihat reaksi wajah sang istri yang semakin murung.     

"Sudahlah, Bu. Jangan bersedih terus. Ayah tak ingin melihat ibu kalau seperti ini. Lupakan saja Alisa itu!" ucap Pak Surya dengan tegas. Ini adalah kesempatannya untuk membuat sang istri membenci Alisa lagi.     

"Ayah yakin, kalau Alisa yang menyuruh Saga untuk adopsi anak," sambung Pak Surya lagi.     

"Ayah serius?"     

"Iya. Ayah serius, Bu."     

Bu Angel semakin kesal dengan Alisa. Kalau pun benar, apa yang diucapkan oleh sang suami, maka ia tak akan lagi bersikap lembut dan ramah dihadapan menantunya itu. Hatinya sungguh kecewa pada Alisa dan juga Saga.     

"Bisa-bisanya mereka berdua merahasiakan masalah ini pada kita berdua!"     

"Ibu yang sabar ya. Ayah paham kok dengan perasaan ibu sekarang. Ibu kesal, kecewa, dan marah dengan mereka."     

Pak Surya berusaha bersikap baik pada istrinya. Namun, di sisi lain, ia juga merasa bahwa saat inilah waktu yang tepat untuk menjauhkan kembali Alisa dengan istrinya. Alisa dan Bu Angel tak boleh bersama.     

Akhirnya, Pak Surya dan Bu Angel sudah sampai di depan rumah. Sang istri turun lebih dulu dari mobil dan segera naik ke atas kamar. Pak Surya yang melihat itu, semakin tersenyum lebar.     

"Yes. Aku akan buat istriku dan Alisa kembali berjauhan lagi karena bayi itu."     

Pak Surya segera masuk ke dalam dan menghampiri sang istri yang sudah lebih dulu ke kamar. Pria itu ingin meracuni pikiran istrinya lagi agar menjauh dari Alisa. Semakin ke sini, Pak Surya makin tak menyukai wanita itu.     

Saat sudah berada di dalam kamar, Pak Surya melihat istrinya duduk termenung di tepi ranjang. Ia pun segera menghampirinya. Pak Surya menepuk pelan pundak sang istri.     

"Bu, ayo tidur sana. Udah malam."     

"Iya yah, sebentar lagi ibu akan tidur."     

Terlihat jelas wajah Bu Angel masih kecewa. Lantas, Pak Surya pun mulai merebahkan diri di atas tempat tidur, sedangkan sang istri masih betah duduk.     

'Akan kumanfaatkan momen ini dengan sebaik mungkin. Istriku dan Alisa tak akan bisa akur lagi.'     

Kemudian, Pak Surya memejamkan kedua mata karena sudah merasa ngantuk. Lalu, Bu Angel menoleh ke belakang menatap sang suami.     

"Ayo, bu, tidur sini. Tak usah pikirkan lagi masalah itu. Lebih baik lupakan saja!" ujar Pak Surya.     

"Baik, yah."     

Pak Surya tersenyum menyerigai karena sang istri menurut. Sekarang, mereka berdua sudah merebahkan diri masing-masing. Dengan pelukan serta belaian yang lembut, Pak Surya mulai menidurkan sang istri. Ia yakin, hati istrinya akan kembali sulit menerima Alisa karena rasa kecewa ini.     

***     

Pagi hari saat hendak berangkat bekerja, Saga kembali teringat dengan kedua orang tuanya. Betapa kecewanya wajah mereka saat tahu bayi ini. Alisa juga menyalahkan diri sendiri.     

"Sayang?" Alisa memanggil Saga.     

Pria itu terdiam di depan cermin. Alisa pun memeluk tubuhnya dari belakang. Saga meraih tangan mulus itu dan menciumnya.     

"Apa kau masih kepikiran tentang masalah itu?"     

"Iya. Aku memikirkan keadaan ayah dan ibu," ucap Saga dengan jujur.     

"Maafkan aku karena–"     

"Sayang, sudahlah. Jangan menyalahkan dirimu sendiri. Ini bukan salahmu. Yang ingin mengadopsi anak adalah kita berdua."     

Saga tak ingin mendengar lagi bahwa sang istri terus menyalahkan diri sendiri. Alisa yang mendengar itu, semakin merasa terpuruk. Ia lantas merasa bersalah pada mertuanya karena sudah merahasiakan tentang Lisa. Bagaimana nanti, mereka bisa menerima kehadiran bayi perempuannya?     

"Ya sudah, aku mau berangkat ke kantor dulu."     

"Sayang, sarapan dulu, ya."     

"Tidak usah sayang. Nanti saja. Aku bisa makan siang nanti di kantor," ujar Saga.     

Pria itu menepuk pelan pundak Alisa, lalu berjalan ke luar kamar. Alisa segera menyusul Saga yang lebih dulu ke luar. Mereka sama-sama menuruni anak tangga dengan perlahan.     

Saat mereka berdua sudah sampai di halaman depan, Saga langsung mencium kening Alisa dengan penuh kasih sayang. Membuat sang istri merasa sangat dihargai dan diperlakukan dengan baik.     

"Aku berangkat kerja dulu, ya."     

"Iya sayang. Kau hati-hati di jalan." Kemudian, Alisa mencium punggung tangan Saga dengan hormat.     

Alhasil, Saga lekas masuk ke dalam mobil. Pria itu dengan segera melajukan mobilnya menjauh dari rumah ini. Alisa menatap kepergian suaminya sampai mobil itu tak terlihat lagi.     

'Ya Tuhan, aku mohon, semoga saja ibu dan ayah mau memaafkan kesalahan kami berdua. Kasihan sekali Saga, suamiku. Dia sangat sedih dan menyesal karena merahasiakan ini.'     

Alisa masuk kembali menuju kamar. Wanita cantik itu ingin menjaga sang anak di dalam. Ia tak ingin sarapan pagi dulu. Alisa lebih mementingkan menjaga bayinya.     

Setelah sudah berada di dalam kamar, Alisa segera menghampiri keranjang bayi. Di mana, Lisa tengah tertidur pulas. Mana mungkin, ia tega membiarkan bayi sebatang kara ini hidup tanpa kasih sayang kedua orang tua. Orang tuanya sudah tiada dan terpaksa dibawa ke panti asuhan waktu itu.     

"Mana mungkin ibu akan membiarkanmu hidup tanpa kasih sayang orang tua? Walaupun ibu bukan orang tua kandungmu. Tapi, ibu sangat menyayangimu layaknya anak kandung sendiri," ujar Alisa dengan pancaran mata yang berbinar-binar penuh kebahagiaan.     

Matanya masih menatap Lisa dengan pandangan takjub. Seolah Tuhan itu adil memberikan seorang bayi di tengah-tengah hidupnya bersama Saga. Saat ia telah kehilangan anak dalam kandungan, Tuhan menjawab doanya untuk bisa punya anak, walau hanya anak adopsi saja.     

Meskipun begitu, Alisa sangat senang dan menikmati peran ini sebagai seorang ibu. Saga juga tak pernah melarangnya untuk melakukan apa pun. Mengadopsi anak ini, memang keinginan mereka berdua.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.