Arrogant Husband

Ketidaksukaan Pak Surya



Ketidaksukaan Pak Surya

0Sebentar lagi, mereka berdua akan sampai di rumah Pak Surya dan Bu Angel. Saga sengaja mempercepat laju mobilnya agar segera sampai di sana. Namun, Alisa masih terlihat gugup. Ia berusaha untuk merilekskan pikirannya sendiri.     
0

'Tenang Alisa, tenang. Pak Surya tak akan mengusirmu malam ini. Ada Saga di sampingku.'     

Akhirnya, Saga dan Alisa telah sampai di halaman rumah Pak Surya. Mereka berdua lantas turun dari mobil. Saga langsung meraih tangan sang istri dan menggenggamnya dengan erat.     

"Jangan takut sayang. Percayalah," ucap Saga.     

Pria itu lantas mengetuk pintu rumah orang tuanya berkali-kali. Maklum, di rumah ini tak ada seorang penjaga satu pun, karena sang ayah tak menginginkannya. Saga masih mengetuk pintu itu berkali-kali.     

Beberapa menit kemudian, muncullah seorang wanita tengah membuka pintu. Wanita itu tersenyum semringah serta langsung menyambut kedatangan mereka dengan ramah.     

"Ayo sayang, masuk ke dalam." Bu Angel mempersilakan Saga dan Alisa masuk.     

"Ayah tidur, Bu? Aku ingin melihatnya di kamar bersama dengan Alisa."     

"Ayahmu belum tidur. Ada kok di atas."     

Bu Angel mengajak Saga dan Alisa naik ke atas. Namun, perasaan gugup masih menggelayut di pikiran Alisa. Ia takut dengan Pak Surya.     

Mereka bertiga menaiki anak tangga dengan perlahan. Tibalah mereka berada di depan pintu kamar Pak Surya. Dengan sekali tarikan, Bu Angel berhasil membuka pintu itu dan mengajak keduanya untuk masuk.     

Pak Surya yang awalnya semringah karena melihat Saga kemari, kini berubah menjadi tatapan tak suka karena melihat Alisa juga ikut bersamanya. Bu Angel lalu berjalan menghampiri sang suami. Alisa meneguk ludahnya dengan kasar, ketika bertatapan mata dengan sang ayah mertua. Saga yang berada di samping selalu menguatkannya agar tak merasa takut.     

"Nak, ayo kemarilah," ajak Bu Angel. Alisa berjalan mendekat ke sisi tempat tidur.     

Tatapan mata Pak Surya ketika melihat Alisa, memang tajam. Rasa tak sukanya ditunjukkan dengan begitu jelas. Hingga, Saga dan Bu Angel juga merasakannya.     

Alisa tak bisa berkata apa-apa. Ia hanya diam saja sembari menatap wajah Pak Surya. Pria paruh baya itu langsung membuang muka. Suasana pun terasa mencekam serta hening.     

"Ehh, apa kalian berdua sudah makan malam?" tanya Bu Angel. "Kalau belum, lebih baik kita makan bersama saja di bawah. Ibu kebetulan lagi masak banyak malam ini."     

"Aku setuju, Bu. Kebetulan aku dan Alisa belum makan malam," ucap Saga.     

"Nah, pas kalau begitu. Ayo, kita turun ke bawah. Ayo, yah, ibu bantu."     

"Tak usah!" jawab Pak Surya. "Aku tak mau makan, aku masih kenyang."     

Saga tak suka dengan jawaban sang ayah. Pria itu berusaha sekuat mungkin agar tak marah atau merasa terpancing emosi. Alisa sadar diri, karena dirinya memang tak diharapkan berada di sini.     

Saga langsung menoleh ke arah Alisa. Sang istri langsung tertunduk begitu saja. Emosi Saga pun perlahan naik.     

"Kalau ayah tak mau Alisa berada di sini, aku akan pulang sekarang juga bersama dengannya. Tapi, yang harus ayah ingat adalah, aku tak akan pernah menemui ayah lagi, bahkan tak ingin menginjakkan kaki ke rumah ini lagi."     

Mendengar nada ancaman yang ke luar dari mulut Saga, membuat Bu Angel geleng-geleng kepala. Wanita itu tak mau, kalau sang ayah tak ke sini lagi menemui mereka berdua. Bu Angel langsung menasihati sang suami agar tak bersikap seperti itu lagi.     

Alisa pun melarang Saga untuk tak bicara sekasar itu pada Pak Surya. Namun, sang suami tetap dengan pendiriannya sendiri.     

"Yah, Alisa sudah cukup sabar selama ini. Kurang sabar apa lagi dia? Sekarang, istriku sudah bisa menerima kesalahan ibu dan ayah juga. Tapi, kenapa wanita sebaik Alisa disia-siakan?"     

Sang istri langsung mengusap-usap pergelangan tangannya. Saga sengaja bersuara seperti ini, karena ingin sang ayah menyadari hal ini.     

"Kalau ayah masih tak mau menerima Alisa dengan baik di keluarga ini, baiklah ... ayah dan ibu tak akan melihatku lagi datang ke sini."     

"Nak, jangan seperti itu. Ibu mohon jangan lakukan ini. Jangan siksa ibu seperti ini, Saga." Bu Angel hendak menangis. Membuat Alisa merasa tak tega dengan ibu mertuanya.     

Alisa menyuruh Saga untuk menarik semua ucapannya. Namun, pria itu tetap dengan pendiriannya.     

"Baiklah kalau kau ingin seperti itu!" Pak Surya sengaja meninggikan suaranya agar terdengar oleh yang lain. Pria paruh baya itu terpaksa menerima Alisa.     

Pak Surya akhirnya mengalah. Ia pun mengajak semuanya untuk turun ke bawah. Bu Angel merasa lega, karena sang suami mau mengalah.     

'Aku terpaksa begini, karena tak mau kehilangan anakku, Saga! Dasar wanita miskin! Sekarang dia sudah sepenuhnya menguasai anakku.'     

Saga mengembuskan napas panjang dan langsung mengajak Alisa turun ke bawah. Bu Angel membantu sang suami untuk menuruni anak tangga dengan perlahan. Setelah itu, ia akan menyiapkan makan malam bersama.     

Alisa merasa marah pada Saga. Sepulang dari sini nanti, ia akan bicara berdua dengan sang suami. Ia tak menuntut apa-apa. Ia tak ingin, kalau ayah mertuanya terpaksa harus berbuat baik seperti ini di hadapannya. Alisa tahu, dalam hati Pak Surya masih tak menginginkan keberadaannya.     

'Terlihat jelas dari mata ayah, bahwa ayah masih belum bisa menerimaku dengan baik. Ini semua ayah lakukan demi Saga.'     

Tanpa sepengetahuan yang lain, Pak Surya menatap ke arah Alisa dengan sorot mata tajam. Alisa menyadari akan hal itu, tapi ia hanya diam saja dan seolah tak tahu. Kemudian, pandangan Pak Surya mengarah ke makanan yang sudah tersaji di atas meja.     

"Sayang, ayo makanlah," suruh Saga pada sang istri.     

Alisa merasa bahwa makan malam ini tak berlangsung harmonis. Namun, penuh dengan keterpaksaan yang terjadi. Pak Surya diam-diam memberikan tatapan tajam padanya.     

Saga dan Bu Angel makan dengan lahap, menyantap makanan yang telah tersaji, tapi tak bagi Alisa. Wanita itu merasa kenyang, sama sekali tak bersemangat untuk makan. Nafsu makannya sudah hilang sejak tadi.     

Sedikit demi sedikit, nasi itu akhirnya masuk juga ke dalam mulut Alisa. Makan malam yang benar-benar terasa mencekam. Pak Surya juga tak bersemangat untuk makan.     

"Nak, makan dong makanannya. Apa tak suka masakan ibu, ya?" tanya Bu Angel.     

"Bukan begitu, Bu. Makanan yang ibu sajikan sangat enak."     

"Baiklah kalau begitu. Dihabiskan ya. Makan yang banyak, Nak."     

"Iya, Bu," jawab Alisa sambil tersenyum manis ke arah ibu mertuanya. Kemudian, tatapan mata Alisa mengarah pada Pak Surya. Pria itu masih menatapnya dengan tatapan tak suka.     

'Kenapa ayah mertuaku seperti itu? Setiap kali, aku memandang beliau, pasti ayah selalu saja sinis. Tatapan matanya juga dingin. Padahal aku sama sekali tak ingin permusuhan seperti ini.'     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.