Ciuman Pertama Aruna

III-266. Gelora Hati



III-266. Gelora Hati

0"Okey.." suara ini tertimpa bunyi pintu terbuka lebar dan gerakan tamu yang menyerobot masuk kedalam.      
0

"Juan! Kau tahu, dimana markas anak Barga?!" Vian langsung mengajukan pertanyaan selepas memasuki ruangan tersebut.      

"Rey, maksudmu?" Jawab Juan, memastikan.      

Mendengar kalimat yang diujarkan Vian, Jav segera berdiri mendekati tubuh seniornya, "Maafkan saya. Anda tidak perlu bertanya pada putra Diningrat, kita tahu dimana mereka,"     

Nampaknya Jav, dan tim Black Pardus sudah menjalankan persiapan guna membebaskan Rolland secara mandiri tanpa bantuan pimpinan lantai D beserta tim mereka. Mahendra selama ini sudah mewanti-wanti agar mereka bersiap melakukan tugas apa pun, diluar kendali lantai D.      

Sayang sekali, Herry malah tak sanggup membiarkan tuannya pergi sendirian tanpa pengawalan. Hal tersebut mengakibatkan tim Black Pardus tinggal 3, dari 5 personil mereka -Wisnu, Jav dan tentu saja Alvin-.      

"Oh' okey! Aku berharap, kalian mau bekerja sama denganku," Vian berhasil membujuk dengan caranya yang unik. Membuka percakapan dengan bertanya pada Juan.      

Seperti seseorang yang salah tempat, putra bungsu Rio serba salah ketika dia berada dilingkaran Djoyodiningrat, dimana identitasnya telah terbuka secara terang-terangan.      

Mata Juan mulai mengembara. Dia bangkit dari pembaringannya, berdiri di antara dua pria yang detik ini lekas mengamati gerak geriknya.      

"Em, aku memutuskan untuk.." kalimatnya belum usai.      

Akan tetapi, suara lain segera memotongnya "Jangan membuat keputusan sendiri. Apa kau lupa, bagaimana kami menjalankan tugas?!" maksud Jav, tidak ada yang bisa merubah perintah keluarga Djoyodiningrat.      

Keputusan secara sepihak Juan, artinya melawan kehendak. Dan, seorang ajudan harus mengupayakan segala cara agar dia yang merupakan objek, menjalankan segalanya sesuai perintah.      

"Kau tahu, aku bukan tahanan?!" suara Juan, bentuk sebuah protes.      

"Kau tahu, aku pengemban tugas!" mata keduanya beradu dan saling memancarkan aura permusuhan.      

Ingin rasanya mereda persitegangan yang terjadi di antara dua anak muda tersebut, namun pintu ruang rawat inap di ketuk seseorang.     

Vian memilih mendekat dan memutar handel pintu.     

Ungkapan "Jangan buka," dari kedua anak muda yang menatap lekat-lekat pintu putih ruang rawat inap sudah terlambat.      

Wajah gadis mengumbar senyuman -menyapa. Gelora hati yang ditawarkan gadis tersebut, menyentuh rasa pria yang kini menatapnya lekat-lekat.     

"Aku bawa sesuatu untukmu," gadis tersebut menegakkan tubuhnya, dia bahkan merapikan rambutnya.      

Juan membalik tubuhnya, tak mau melihat gadis tersebut     

Ada rasa sedih yang terpancar dari gadis tersebut, akan tetapi hal tersebut tak menyurutkan tekadnya, "Apa aku boleh masuk?" suaranya kembali menyapa     

"Suruh dia pergi. Aku akan membantu tugasmu," Jav menatap nanar pemuda yang baru membisikan permintaan kepada dirinya.     

Vian masih menolehkan kepalanya, memandang gadis yang menatap lekat punggung Juan. Pemuda yang tampak jelas tengah menghindari gadis kurus tersebut.      

"Ada apa ini?" Pertanyaan polos dari Vian.      

"Entahlah," Jav mengangkat bahunya, "Hal seperti ini -lah, yang membuatku bahagia menjadi jomblo," pemuda tersebut berjalan melewati Vian dan berdiri di hadapan Syakila.      

"Tolonglah? Tolong jangan usir aku. Kali ini saja," dan dengan hembusan nafas lelah, Jav harus berurusan dengan gadis yang terlihat berkaca-kaca dan nampak tak berdaya. Pemuda tersebut berjuang keras mendorong si lemah yang mulai menolak dan melawan.      

"Ayolah! Berhenti seperti ini!" Jav, menarik lengan gadis yang jelas-jelas memberikan perlawanan. "Aku berperilaku buruk seperti ini karena pekerjaanku! Jangan mempersulit diriku!" pemuda tersebut terus menarik lebih kuat tangan Syakila.     

Ketika keduanya sudah cukup jauh dari ruang rawat inap Juan, Jav melepaskan gadis kurus yang menatapnya gusar "Dengarkan aku baik-baik!"      

"Aku tidak mau mendengarmu!" suara Syakila sedikit meninggi, tangannya saling bertautan -menahan tubuh yang bergetar.     

"Apa kamu lupa, kamu perempuan dan pria itu, Juan, Ah' siapa nama aslinya?" Jav seolah bertanya pada dirinya sendiri, "Gesang! Iya. Dia menolakmu tidak sehari, dua hari," pemuda ini berupaya menyadarkan gadis kurus di hadapannya.      

"Aku tidak peduli. Aku ditolak ribuan kali -pun, aku tak peduli!" Syakila tetap lah dirinya. Gadis yang keras kepala atas hubungan rumitnya dengan putra kedua Rio.      

"Bagaimana kau bisa begini? Kau ini perempuan! Hidup bukan tentang cinta saja?! Please, hidup itu pilihan. Carilah jalan yang mudah untuk kalian, jangan suka mempersulit diri sendiri!" petuah Jav berapi-api. Terlalu bersemangat sampai Syakila sudah berlari, dan dia baru sadar.      

"Hais! sial!" celetukan Jav mengawali langkah larinya mengejar Syakila, yang ternyata sangat gesit "Aduh!" ajudan tersebut bahkan sempat menubruk suster yang berjalan membawa pasien di atas kursi roda, "Berhenti kau!!" pekiknya pada gadis kurus yang sudah berbelok ke lorong, menuju kamar Juan.      

Disaat gadis kurus tersebut telah sampai di kamar inap, ia menjatuhkan barang bawaannya. Syakila tidak mendapati apa pun, bahkan barang Gesang -yang hanya berupa jaket- yang dia bawa sebelum memasuki ruang perawatan ini telah tiada.      

Syakila menangis sejadi-jadinya.     

Sesaat kemudian, gadis kurus tersebut tiba-tiba saja bangkit dengan mata merah membara, membalik tubuhnya dan lagi-lagi dia berlari. Syakila bahkan tak sadar ketika sebagian tubuhnya menubruk Jav, lalu bangkit lagi dan bergegas menyusuri lorong dengan langkah yang lebih cepat dari sebelumnya.      

Jav yang membuntuti lari gadis yang menuruni tangga secara cepat, lalu menukik tajam menuju lobi pintu keluar rumah sakit, membuat pemuda tersebut merasa dirinya tak ubahnya mirip orang bodoh mengejar perempuan. Layaknya sinetron dalam layar televisi masa kini.      

Di lobi, bahkan teras rumah sakit, kemudian parkiran mobil, Syakila benar-benar mencari kemana perginya Gesang dengan orang yang tadi berada di dalam kamar inap. Kini setelah tidak menemukan tanda-tanda keberadaan pemuda yang ia cari, gadis tersebut baru -lah mengindahkan keberadaan Jav.      

Syakila membalik tubuhnya lalu mengacungkan telunjuknya pada Jav, "Kalian bawa kemana Gesang?!" teriaknya pada pemuda yang tengah mengatur nafas.      

"Hais! Kenapa aku jadi bodoh begini? Harusnya aku tak mengikutinya!" kini giliran Jav menghindari gadis yang terlihat berapi-api ingin mencari informasi darinya. Pada detik ini pemuda tersebut merasa blunder sendiri.      

"Stop!" kata Jav melebarkan matanya, tidak terima dengan perilaku Syakila yang malah dengan beraninya berteriak dan memojokkan dirinya.      

***     

Mobil hitam melesat cepat, memasuki jalanan pribadi keluarga tuannya. Keluarga yang tinggal di lereng perbukitan. Dimana terdapat bangunan megah yang berdiri kokoh sendirian.     

Besarnya? jangan ditanya! Pintu gerbangnya saja mampu membuat seorang gadis terbengong-bengong.      

Setelah petugas memeriksa mobil tersebut dan melihat seseorang di dalam kendaraan beroda empat itu telah dikenal, pintu gerbang besar tersebut terbuka lebar -secara otomatis.      

Dan seketika, ada pupil mata yang membuka lebih lebar serta mulutnya setengah terbuka. Air mancur di tengah-tengah taman, meliuk-liuk seperti tarian para penari handal yang menawarkan loncatan-loncatan indah.      

Kiki pernah melihat yang seperti ini hanya sekali dalam hidupnya, yakni ketika ayahnya membawanya ke kota sebelah. Alun-alun kota tersebut menyajikan atraksi air mancur seindah rumah megah ini.      

"Apakah ini rumah manusia?" hanya itu yang keluar dari mulut Kiki.      

"Makhluk halus tidak bisa menyusun batu bata bermateri, dan mereka tidak butuh rumah seperti ini," maksud Thom, Kiki harus bangun dari khayalannya tentang rumah mewah ini.      

"Jadi, ini benar-benar rumah nona Aruna?" si gadis berambut panjang tersebut masih saja bertanya hal yang sudah jelas.      

"Lebih tepatnya, dia nona muda keluarga ini. Dia istri pewaris tunggal, dan kamu tahu gedung hotel bintang lima yang kamu datangi? Itu hanya satu, dari mega bisnis yang dimiliki keluarga Djoyodiningrat," monolog Thom memberi penjelasan pada Kiki.     

Pria tersebut bergerak, melepas sabuk pengaman Kiki. Tindakan sederhana yang membuat jantung gadis itu serasa berhenti seketika.      

"Oh'" nafasnya tersekat "Begitu ya?" dia melanjutkan rasa terkejutnya, untuk menutupi perasaannya.      

Setelah pria di sampingnya turun dari mobil, Kiki ikut memijakkan kakinya di lantai. Sesaat kemudian gadis berambut hitam tersebut bergegas membuntuti langkah Thom dengan setia.     

"Pantas seseorang ingin membunuhnya, demi menjadi bagian dari keluarga ini," ujar Kiki, sejalan langkah mereka berdua.      

"Mengapa kamu berpikir seperti itu?" alis Thom hampir menyatu.      

"Mereka terlalu kaya," balas kiki, tanpa sadar berjalan ke arah berbeda sebab konsentrasinya tersita oleh keterpesonaan interior rumah megah tersebut.      

"Hai, kemarilah," Thom mendekat, menangkap pergelangan tangan gadis yang sebagian rambut hitam panjangnya diikat, dan sebagian yang bawah dibiarkan terurai.      

Thom terus menarik Kiki, sehingga keduanya kembali menuruni teras rumah megah tersebut.     

"Bukan jalan kita melewati pintu utama," Thom menjelaskan, masih dengan jemari mengenggam pergelangan tangan Kiki. Membimbing gadis itu untuk melewati pintu samping yang biasa digunakan para ajudan, maupun asisten rumah induk.      

Langkah Kiki dan Thomas yang berpadu beriringan belum sampai pada tujuan, ketika sebuah mobil dengan kecepatan tinggi menukik, serta hampir menghantam keduanya. Hal tersebut membuat Thom secara sigap mendekap gadis berambut hitam agar aman dari mobil kurang ajar tersebut.      

Degup jantung Thom dan Kiki berdetak hebat.     

Kedua anak manusia tersebut masih berdiri berdekatan dan terperangah bukan main, ketika mereka dapati seseorang dengan dagu lancip, serta sorot mata sendu, keluar dari mobilnya.      

"Ada apa? Kenapa kau terkejut melihatku, Bomb?!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.