Ciuman Pertama Aruna

III-268. Merebut Perhatian



III-268. Merebut Perhatian

0Lelaki dengan rambut kuncir tersebut nampak sibuk berbicara dengan perempuan yang memakai seragam hitam lengan panjang dan rok panjang yang menjulur hingga bawah lutut.      
0

"Ki, ikut aku ke bawah. Susi sedang bertugas, dia ingin menemuimu di sela-sela tugasnya," ujar Thom menggerakkan dagunya, meminta Kiki bergegas.      

Dengan sigap dan tanpa suara, perempuan berbaju hitam tersebut berjalan memimpin mereka. Punggungnya dibuat tegap dan langkahnya sangat tenang, kontras sekali dengan kecepatan yang dia tunjukkan.      

Sebuah papan nama kecil berwarna perak tertangkap ketika perempuan tersebut berbelok selepas menuruni tangga, 'Ratna' gumam Kiki membacanya.      

Setelah menuruni tangga kedua, kemudian menyusuri lorong dan berbelok menuju ruang tengah yang dilengkapi sofa-sofa sudut menawan, mereka berakhir di ujung pintu terbuka.      

Thomas mendorong tubuh Kiki, saat ia melihat keberadaan Susi, "Itu Susi. Mungkin dia akan menjadi seniormu," bisik lelaki tersebut "Tundukkan sedikit kepalamu," Kiki benar-benar menundukkan kepalanya, "Hai," Thom menyenggol perut sisi samping gadis tersebut menggunakan ujung jarinya.      

"Apa?" Kiki tersentak.      

"Menunduknya sekejap saja, jangan kelamaan!" ketika Kiki mengangkat wajahnya, dia melihat perempuan dengan rambut panjang yang terikat sangat rapi ke belakang, berjalan mendekat.     

Tubuhnya yang atletis dibalut dengan celana panjang dan baju proporsional, sehingga membuat perempuan tersebut menjadi perpaduan antara cantik dan maskulin secara bersamaan.      

Sayang sekali, senyum dan langkah perempuan bernama Susi terhenti. Ada yang berlari gesit melintasi jarak antara Kiki dan senior ajudan tersebut.      

"Thooom…" perempuan yang berlari, memanggil nama lelaki yang berdiri di samping Kiki dengan suara girang.      

"Mamma, Thom ... Thomas è venuto a trovarmi,"     

(Mama, Thom ... Thomas datang menemui saya, ")     

Leo bersemangat tersenyum ceria menatap Tom, sejenak kemudian raut wajahnya berubah total.     

Perempuan tersebut mengamati gadis yang berdiri di dekat Tom. Sangat tidak asing. Perempuan yang secara nyata menyita perhatian Tom tatkala pertama kali ketiganya bertemu di rumah sakit.      

Gadis yang membuat Tom mengusir dirinya (Leona) dan Vian keluar dari ruang rawat inap Tom, demi memberi kesempatan tom bicara secara empat mata, berdua saja, sebelum keduanya berpisah.      

Leo menatap Kiki lamat-lamat, hal yang sama juga ditunjukkan Kihrani. Dia tak suka dirinya di pandangi secara menyeluruh dari ujung rambut sampai ujung kaki.      

Kihrani berbeda dibandingkan penampilan awalnya. Dulu dia berseragam minimarket dengan rambut digelung sembarangan. Hari ini rambutnya dibiarkan terurai di mana pada bagian atas diikat rapi ke belakang. Sehingga terlihat lebih nyaman di pandang, dengan ciri khas rambutnya yang hitam lebat, tergerai indah hampir menyentuh pinggang.     

Tubuhnya yang putih sebab jarangnya terpapar matahari demikian kontras dengan manik matanya yang hitam pekat termasuk alis dan bulu mata legam. Kihrani mendapatkan itu semua dari gen ibunya.      

Tubuh putih kontras dengan hitam. dibalut dress memanjang hingga lutut. Dress tersebut menampilkan belahan V yang sempurna. Lengan bajunya cukup pendek dan lekukannya jatuh meliuk indah pada tubuh mudanya yang segar.      

Mata Leo tak hentinya mengintimidasi ketika sepatu senada yang digunakan gadis tersebut jelas-jelas bukan barang murahan. Sepatu hak rendah dengan manik-manik indah, berwarna hijau muda, selaras dengan warna dress nya. Pasangan baju dan sepatu, sesegar melon di terik matahari musim panas.      

"Thom.." Graziella antusias mengabaikan pandangan putrinya pada seorang gadis yang terlihat memasang muka ketus sebab diintimidasi.      

Graziella memeluk Thom, seperti seorang pencuri, dia mengambil Thom dari beranda rumah supaya lekas bergabung dengan keluarga Djoyodiningrat. Tom yang canggung atas eratnya Graziella menariknya serta sambutan hangat dari guratan ekspresi Madre Leona -Thom berjalan mengikuti kehendak perempuan tersebut-      

Kiki merasa ada sesuatu yang hilang secara tiba-tiba, akan tetapi kewarasan mendorong dirinya supaya sadar detik ini. dia seger menepisnya. Kapasitasnya hanya sampai di sini saja. Dia tak akan pernah bisa meraih rembulan, dia tahu diri.      

Dunia orang-orang ini jauh berbeda dengan dunianya. Thomas pernah berkata bahwa dirinya adalah lulusan luar negeri kala Kiki mengatai-ngatainya bodoh. Atau dia yang diam-diam memiliki klaster idaman dengan barang-barang mewah dan benda yang harganya fantastis.      

Kiki mencukupkan diri fokus mendengar Susi yang sedang memperkenalkan diri. Susi memintanya duduk di teras rumah megah yang menyajikan sofa-sofa nyaman berwarna putih, jika di pikir-pikir luas teras ini setengah dari rumah Kihrani.      

Sambil mendengarkan Susi yang memintanya datang tiap hari kerumah Djoyodiningrat, dari jam 8 pagi hingga jam 5 sore, Kiki menyadari seseorang memperhatikannya.      

Vian menatap punggungnya, pemanggang daging tersebut sempat ditegur sebab membuat daging di atas panggangan berasap.      

.     

"Sejujurnya hari ini.. em, harusnya aku memberimu banyak penjelasan, tapi aku sangat lelah," ini suara Susi.      

Kihrani menarik bibir, mengusahakan sebuah senyuman.      

"Yang terpenting sekarang kamu sudah tahu tempat kerjamu, tugasnya apa? Kita bicarakan nanti, selepas ini temui Ratna minta seragam dan name tag serta kartu identitas supaya kamu bisa keluar masuk rumah induk keluarga tuan kita," kembali Susi memberikan penjelasan, "oh iya.. asal.. em. Nona bilang namamu kihran bener?"      

"Kihrani," gadis yang detik ini duduk serapi mungkin membenarkan panggilannya.      

"Baik Rani," ada tawa yang hadir di bibir Kiki mengetahui Susi memenggal nanya menjadi Rani.      

"ada apa?" Susi bingun di tertawakan.      

"Kalau anda memanggil saya Rani, saya takut tidak menoleh," jelas Kiki.      

"Oh baik, aku panggil kamu.. Kihran saja," Kiki tersenyum kepada Susi tanda mengizinkan.      

"Aku ulangi, di rumah ini mayoritas pekerja tinggal dan hidup pada lantai tiga, hampir mustahil ada yang pulang pergi sepertimu, sebab kebaikan dan permintaan nona Aruna kita jadi mempertimbangkan keadaanmu, namun tak baik berbeda dengan yang lain. Cobalah mulai berpikir kapan kamu bisa tinggal di sini, -kalau mungkin?" monolog panjang lebar Susi, membuat gadis itu kebingungan.      

"Sedikit mustahil saya bisa tinggal di sini, ada adik dan ayah yang butuh saya,"      

"Ya.. ya," Susi manggut-manggut, "nona sempat menjelaskan hal tersebut padaku," Susi memangkas penjelasan Kiki.      

"Nona Aruna?"      

"Tentu. Andai nona tak memiliki hutang janji padamu aku hampir tak yakin mau mengajari orang asing menjadi ajudan junior, kualifikasi ajudan Djoyodiningrat, walaupun perempuan, sangat tinggi, kamu bahkan tak memiliki latar belakang beladiri, -benar??"      

Kiki mengangguk.      

"Apa pekerjaanmu sebelumnya?" Kembali Susi bertanya.      

"Dia kasir yang handal," tiba-tiba ada nada penjelasan yang memecahkan diskusi di teras rumah induk. Vian lah perusak ulung segala percakapan yang perlahan mencair.      

Kulit di tengah-tengah alis mengerut dan hampir hilang di terpa kedua alis kiki, apa yang istimewa dari seorang kasir mini market? Kenapa dia pakai kata 'kasir yang handal' bukankah hal tersebut sangat memalukan? Kehandalan seorang kasir berupa ketelitian yang lahir dari konsentrasi tinggi dan kemampuan berdiri lama. Tak ada hubungannya dengan Ajudan yang kabarnya harus ahli beladiri.      

"Kamu mantan kasir?" Tanya susi.     

"Hanya kasir mini market, bukan sesuatu yang luar biasa," buru-buru Kiki meluruskan segalanya.      

"Tapi dia sangat gigih dalam bekerja, aku saksinya," Vian sudah duduk pada sofa putih tepat di samping Kiki. Pria itu menyajikan kaki berbalut sepatu sport yang siap di injak. Dalam hati Kiki, sekali lagi mencoba untuk membual sepatu tersebut akan habis terlibas.      

"Kalian saling kenal?"      

"Ya!" "Tidak!"      

Kata 'Ya' dan 'tidak' terdengar serentak, keduanya saling menoleh dan menatap. Vian tersenyum manis mencemooh, sedangkan Kiki tersenyum sinis penuh permusuhan.      

"Kau pikir ini lucu?! Kamu sudah mengganggu wawancara kerjaku!" Gertak Kiki pada pria yang detik ini memainkan matanya.      

Susi memandangi keduanya tanpa banyak komentar.      

"Aku hanya membantumu," Kilah Vian.      

"Membantu apanya?! Kamu.. Ah! Pergilah!" suara gadis ini meninggi melupakan keberadaan susi.      

"Membantu supaya kamu tidak diterima wawancara kerja," kalimat yang berasal dari bibir Vian sebenarnya sekedar guyonan.     

Dan kaki itu benar-benar terlibas, di injak sekuat Kiki bisa.      

"Raja tega KAU!!" suara pria tersebut melengking, dan membumbung membuat banyak orang menoleh termasuk Thom serta Leona.      

Vian mengangkat kakinya, memegangi sepatu yang ia pakai. "Dasar!!" Vian meraih kepala Kiki, mengapitnya ke dalam ketiak. Kepala gadis tersebut terkukung oleh lengan Vian. Dia yang merasa diganggu serta diperlakukan se-enaknya memilih berusaha semaksimal mungkin agar terlepas.      

Pergulatan sengit antara vian dan kihrani terjadi. Bukan sekedar sengit, Kiki yang kepalanya tak mampu bergerak mengusahakan tangannya bergerak gadis tersebut bahkan berhasil meraih sudut kerah baju Vian. sampai-sampai bunyi kancing terlepas menyapa gendang telinga Susi.     

Melihat buah-buah kucing kemeja yang terlepas, terpaksa pria tersebut membebaskan kepala Kihrani dan memeriksa kerah bajunya.      

"Hah! Bomb! Kau!! Beraninya kau menyentuh dadaku!" celetukan itu nyaring dan lugas.      

"Siapa yang menyentuh dadamu?!," ini suara kihrani mengandung bara api.      

"Tanggung jawab!!" bentak Vian. Pria tersebut memungut dua buah kancing baju yang sempat jatuh menggelinding di lantai. Ia sodorkan dua buah kancing yang berada pada telapak tangannya. Terlihat mengenaskan berdampingan dengan dada terbuka.      

"Jangan mengarah padaku!" Kihran menutup mukanya. Bukan kancing yang membuatnya terganggu, akan tetapi dada bidang yang dibiarkan terbuka, sungguh di sengaja dipamerkan oleh pemiliknya.     

Mereka masih bertengkar, saat kalimat Susi merebut perhatian.     

"Kamu lolos tahap I, sebagai ajudan," suara Susi mengejutkan, "pemberani modal awal yang cukup bagus," lengkap perempuan ajudan senior Djoyodiningrat.      

"Benarkah??"      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.