Ciuman Pertama Aruna

III-286. Bintang Laut Setia Kawan



III-286. Bintang Laut Setia Kawan

0Aku masih duduk di tempat itu, di depan meja oval dan sebuah lantai beralaskan pazel. Merasakan eksistensi ruang dan kontinuitas waktu terhenti disana. Kau yang masih sibuk dengan laptopmu di ujung meja, membuatku selalu bertanya.     
0

Tuhan benar-benar menciptakan seorang malaikat, dan malaikat tersebut kini berada di hadapanku. Kau selalu indah dan misterius dalam waktu bersamaan, dan aku selalu tersandera di dalam ruang imajinasiku tiap kali melihatmu.     

Kau pasti akan menganggapku gila jika aku ceritakan narasi imajinasi yang aku susun detik ini.     

Ya. Aku tengah berlarian di padang savana dengan rumput hijau yang tersibak oleh..      

"BRAAK!!"     

Suara memekikan telinga di ujung sana, menjadikan sang pembaca menjatuhkan bukunya.     

Herry menjatuhkan novel dari tangannya, buku fiksi romance tersebut sempat terbang sekian centi ke udara kemudian jatuh tergeletak di lantai. Pada sampul belakang bertuliskan sebuah kata yang paling besar dari yang lainnya 'Rona Kemerahan'.     

Suara jatuh 'Brak' berasal dari jatuhnya seorang pria di ujung sana. pria yang tergulung-gulung di lantai, selepas -dengan menggelikannya- eskalator berkecepatan rendah sedang ia jadikan bahan eksperimen.     

Herry tahu kumpulan orang yang mengasihani terjatuhnya sang pria di lantai memiliki makna bahwa eksperimennya sangat berhasil. Untuk itu dia harus segera bangun dari duduknya kemudian menjalankan tugas utama.     

Akan tetapi sejenak sebelum ia bangkit, pemuda tersebut sempat mencondongkan tubuhnya meraih novel yang tergeletak di ujung kakinya dan mengamati benda tersebut.     

Hatinya nanar, dia sempat tertawa geli. Bagaimana bisa seorang penyair yang memiliki kemampuan merangkai kalimat-kalimat yang penuh sihir, kalah dengan seseorang yang lebih cocok disebut professor konyol yang hobi eksperimen di berbagai keadaan dan kesempatan?.     

Andai wajah tampan tersebut tak dikaruniakan Tuhan, pasti lah dia bakal serupa dengan pria botak tengah, rambutnya yang bersisa sekedar pada bagian tepi dan tak pernah menanggalkan kacamata bulat tebalnya. Serta menghabiskan sepanjang waktu untuk duduk di antara tumpukan buku tebal.     

"Hahaha," Herry terkekeh menertawakan tuannya, si lelaki bermata biru yang tengah mengaduh dan pura-pura terkilir supaya istrinya yang detik ini tertangkap resah, berkenan menghentikan niat ajaibnya menaiki bus Damri rute Bromo dari terminal Purabaya, Bungurasih, Surabaya.     

Mata tuannya, sejujurnya telah mencari keberadaan dirinya di sela-sela adegan super konyol yang ia pertontonkan hingga membuat beberapa orang mengerubunginya. Saat keduanya saling menatap, pria yang merintih tersebut mengedipkan sebelah mata. Sebuah kode untuk segera menyiapkan mobil jeep yang sang tuan inginkan.      

Tak perlu menunggu lebih lama lagi, Herry segera bergegas menuju mobil jeep yang sudah terparkir gagah.     

Beberapa menit sebelumnya.      

[Cepat, carikan aku ide! Cari! Cari sampai dapat sekarang juga!]     

Herry mengamati smartphonenya, dia yang detik ini membuntuti sepasang suami istri yang tengah mengenakan jaket kanvas berwarna senada, dibuat garuk kepala.     

Sejak pagi, suami dari perempuan berwajah cerah sedang gencar-gencarnya menjalankan intimidasi. Herry dibuat sakit kepala sebab harus ikut serta memikirkan bagaimana cara menggagalkan sebuah ide yang sejujurnya amat sangat luar biasa.     

Nona dengan jaket kanvas warna army tersebut bisa juga menemukan perjalanan low budget yang sejujurnya cukup menarik untuk dinikmati, kecuali oleh pria yang berstatus suaminya. Lelaki bermata biru yang punya rasa khawatir berlebih pada si perempuan hamil yang sejujurnya tampak baik-baik saja detik ini.     

Nona unik tersebut meminta suami super paranoidnya mengikuti kehendaknya, menuju Bromo dengan rute terminal Bungurasih menuju terminal Sukapura, Probolinggo dengan tarif Rp. 50.000 saja per orang via bus Damri, trayek baru yang diresmikan pemerintah tahun lalu.     

Niatnya, sesampai di Sukapura, ia tinggal menyewa jeep menuju penginapan atau langsung ke kawasan wisata gunung Bromo yang tiketnya telah ia booking sehari sebelumnya.     

Ketika sang tuan menunjukkan bahwa sang istri sudah membooking tiket via online dengan sederet rencana ajaibnya, Herry bahkan membayangkan bagaimana jika ia punya pacar kemudian menempuh petualangan gila versi nonanya.     

Nona yang suka menikmati hal-hal sederhana tersebut selalu membuatnya terkejut berulang kali. Seperti ketika dia mengantar perempuan tersebut untuk membeli baju-baju branded di toko langganan suaminya dan dia kebingungan, harganya menjadikannya sangat resah. Bahkan ia sempat membandingkan harga sepotong baju dengan sebuah mobil baru.      

.     

Sepasang suami istri yang berjalan di depannya beberapa kali membuatnya tersenyum. Kini pasangan tersebut duduk manis di ruang tunggu terminal Bungurasih, yang satu memasang tatapan berbinar dan bahagia. Berbanding terbalik dengan si pria yang nampak sangat tak jenak, bahkan beberapa kali membalik tubuhnya menatap dirinya -Herry-, sambil memicingkan mata.     

Wajah tuannya melukiskan ekspresi 'Cepat! Bantu aku menggagalkan rencana gila istriku!' lagi-lagi Herry terintimidasi. Suami istri ini lebih menyusahkan daripada dua anak kecil yang super aktif. 'Herry, bonus dua bulan untukmu' dan otak ajudan tersebut pun bekerja.     

Pesan dari sang ajudan yang diam-diam berkomunikasi dengan Hendra sangat tak masuk akal. Apakah Ajudan tersebut lupa dirinya -Hendra- adalah seseorang yang kinerja neuron di dalam otaknya layaknya aliran air di bawah air terjun pegunungan, jernih dan berarus deras?.     

[Tuan, anda melihat eskalator di ujung sana?, letaknya di kiri anda]     

[Iya]     

[Pura-puralah terjatuh dan terkilir]     

Mana mungkin seorang pria dengan otak cemerlang dan fisik sebaik atlet binaraga, jatuh pada eskalator berkecepatan rendah bahkan paling lambat di antara tangga berjalan yang pernah ia temui -Eskalator yang tak akan bergerak ketika tidak ada orang yang menaikinya-.      

[Tidak! Aku tak mau terlihat lebih bodoh dari si bintang laut setia kawan]     

Otak Herry beku seketika, [Oh, maksud anda? Ini?] ajudan tersebut mengirimkan stiker kartun bintang laut pink dengan celana hijau cerah bermotif bunga abstrak ungu yang tengah duduk memegang palu. Dimana sebuah paku menancap di kepalanya bersamaan dengan papan kayu. Memang terlihat bodoh.     

[Ah' kau sengaja menghinaku!?] Hendra di ujung sana menoleh kepada Herry, menggerakan tangan kanannya di depan leher. Gerakan yang melambangkan 'Kutebas kau!'     

[Maaf tuan, tapi anda yang memulainya] dan keadaan menjadi kian konyol. Mereka bercakap memanfaatkan mimik wajah.     

[Bagaimana kalau aku pura-pura sakit perut?] kembali lelaki bermata biru mengoprasikan otak cemerlangnya.      

[Menurut saya itu tidak masuk akal]     

[Kenapa?] bayangkan saja percakapan ini di sela-sela cara seorang pria mendengarkan cerita sang istri yang dulu hobi backpacker bersama teman-temannya. Sedangkan suaminya hanya menanggapi dengan 'Oh', 'Okey', 'Wah hebat' 'Menarik sekali' basa basi terlampau basi.     

[Kalau tuan sakit perut, anda pasti disarankan nona ke kamar mandi -belum mengosongkan perut di pagi hari-. Apakah anda siap menggunakan kamar mandi umum, di tempat ini? Ingat tuan, ini terminal. Hehe, ] pesan berikut sontak menjadikan wajah Mahendra abu-abu.     

[Bagaimana dengan sakit kepala?] tanya Mahendra, sekian detik setelah membayangkan kamar mandi umum terminal tersebut.     

[Bukankah anda mengatakan isi kepala anda bagaikan sungai di bawah air terjun, jernih dan berarus deras?] ada seringai jahil kala Herry mengirim pesan tersebut.      

Hendra termakan omongannya sendiri. Diam membisu pada akhirnya.     

[Oke! Akan aku jalankan idemu!]     

Herry akhirnya bisa duduk nyaman dan tenang, menurunkan ransel pada punggungnya kemudian menarik resleting tas tersebut. Ia mengeluarkan sebuah novel karya Benteng Terbaik. Membaca dengan berbunga, sebagai pria jomblo yang diam-diam punya hobi baca kisah romance buah karya penulis pria.     

Herry membacanya dengan tujuan sederhana, ia ingin terlihat romantis dan jauh-jauh dari kesan konyol yang sering kali tanpa sadar di tampakkan tuannya kepada istri tercinta.     

"BRAAAK!"     

Tampaknya Herry kurang beruntung, pada paragraf ketiga novelnya melayang di udara dan tersungkur mengenaskan di lantai.     

"Hahaha," ajudan ini tak mampu menahan kekeh tawanya. Tuannya detik ini tak ubahnya bintang laut pink dengan celana hijau cerah bermotif bunga abstrak. Konyol plus absurd.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.