Ciuman Pertama Aruna

III-294. Putra-Putra Papi



III-294. Putra-Putra Papi

"Ah' kamu membuatku malu, kenapa kamu jadi aneh hari ini?!" Ini suara Sukma. Memalingkan wajahnya.      

[Mami, Vian datang. Kemarin dia seharian di klinik Diana, mengintrogasi semua perawat dan dokter di sana. Mam. Tahan papi lebih lama di dalam kamar]     

Wiryo yang merasa telah cukup dengan kalimat-kalimat yang ia utarakan. Memencet tombol untuk memutar arah gerak kursi rodanya.      

Tanpa diduga, Sukma menghentikan tindakan Wiryo, melebur diri memeluk tubuh pria yang tak lagi muda. Sukma baru menyadari selama ini dirinya selalu menyimpan prasangka buruk terhadap suaminya, terkait 'mengapa Wiryo menikahi dirinya bukan orang lain?'      

Benak Wiryo menangkapnya demikian, tapi sepertinya dia yang memeluk suaminya baru saja mengirim pesan balasan untuk putrinya.      

[Baik]      

***     

Vian baru akan mendekati ruangan besar dimana pantry warna kayu berpadu dengan nuansa hitam menjadi background utama. Pantry tersebut kontras dengan furniture lain. Dapur kedua keluarga Djoyodiningrat terlihat modern, elegan dan tentu saja sangat rapi.      

Vian sempat berpapasan dengan Graziella dan Leo kala menuju ruang makan yang dilengkapi pantry.      

Lelaki bermata sendu tersebut tidak mendapatkan kesempatan menyapa. sebab keduanya berjalan tergesa, terdengar ada obrolan bernada serius dengan bahasa Italia yang tampaknya dibumbui kemelut hati.      

Vian yakin, hilangnya Anna yang menjadi topik kedua ibu dan anak tersebut. walaupun ia tidak paham bahasa Italia.      

Giliran telah sampai pada ruang makan dan mencoba memutar arah pandangannya, mencari dimana keberadaan tetua Wiryo.      

Vian mendapati nona utama keluarga ini sudah berdiri di balik punggungnya. Ia sempat membungkuk sesaat sebelum akhirnya gerakan dagu Gayatri meminta pemuda tersebut mengikuti dirinya.      

Vian mulai menaruh curiga, dia tidak pernah berinteraksi dengan perempuan pendiam ini. hati-hati Vian mencoba menyapa: "apakah.. em.. anda.." belum usai dia berujar pimpinan divisi penyidik diminta masuk ke dalam ruangan yang dibuka sang nyonya.      

Vian sempat terpaku di depan pintu, dia memahami permintaan nona utama keluarga Djoyodiningrat yang terkesan bukan lagi kebetulan. Perempuan tersebut punya urusan penting dengan dirinya.      

Gayatri sadar maksud dan tujuan Vian datang ke rumah induk. Perempuan yang beberapa tahun kebelakang lebih mirip manusia berjiwa kosong tersebut cukup mengejutkan detik ini. Gayatri punya urusan dengan orang lain terlebih dirinya -Vian- yang sebelumnya sama sekali belum pernah berkesempatan tegur sapa dengan sang Nona utama.      

Dapat dipastikan tindakan mengejutkan ini sebab dialah pelaku yang seharusnya masih dalam tahap dugaan, justru terang-terangan mengkonfirmasi tindakannya.     

"Jika Anda meminta saya untuk diam.." lagi-lagi kalimat Vian belum usai. Ketika kedua tangannya dikunci oleh dua perempuan sekaligus, kemudian didorong masuk ke dalam ruangan.      

Vian tidak melakukan perlawanan, bukan karena ia tidak mau. Hanya pikirannya saja yang kacau. Keputusan apa yang tepat di tengah situasi seperti ini.      

Ketika pria tersebut dibiarkan terlepas setelah di paksa duduk di sofa yang mana sang nona utama sudah duduk nyaman di depannya. Vian baru menyadari, dia telah ditunggu di ruangan ini.      

Ajudan perempuan yang paling senior tersenyum kepadanya. Susi mulai duduk dan diikuti tiga ajudan lainnya -Ketiga junior Susi sejak kemarin tidak terlihat batang hidungnya-. Pemuda tersebut layaknya saksi yang akan diinterogasi.      

Sekilas Vian teralihkan dari suasana yang menuju pada ketegangan. Gadis yang sangat familiar, terlihat berjalan menuju pintu, menutup pintu kemudian memutar handle pintu. Bomb, yang masih canggung-canggung menunjukan ekspresi bingung terhadap situasi ini.      

Vian masih enggan menurunkan tatapannya pada gadis berambut hitam panjang bersama kulit pucatnya yang terbungkus pakaian khas ajudan perempuan keluarga Djoyodiningrat. Dia nampak berbeda.     

Gadis yang ditatap tersebut tidak duduk seperti yang lain, dia berdiri lalu menundukkan wajahnya di belakang sang nyonya.      

"Aku tahu, kelihatannya sangat mustahil aku dan mamiku terlibat dalam kasus penculikan," vian tergugah, memindahkan arah sorot matanya dari gadis yang mirip mamanya kepada putri sang tetua. ia memberikan anggukan terhadap pernyataan yang dilontarkan Gayatri.      

"Dengan anda membawa Saya di ruangan ini, saya yang awalnya sekedar membuat dugaan pada Oma Sukma dan anda. detik ini.. terasa anda sedang di beri saya jawaban terhadap hipotesa-hipotesa yang saya bangun," suara Vian mendorong senyuman tipis Gayatri.      

"Jangan kamu pikir aku tak tahu.. bagi siapapun di dalam lingkaran bisnis dan keluargaku, kamu dan Pradita," dia yang bicara menjelma menjadi perempuan berbeda. tegas, berani dan sangat menguasai keadaan. "adalah putra-putra papiku yang paling berbahaya," -kecerdasan mereka membuat pengkhianatan dari dalam tubuh Djoyo Makmur Grup terkategorikan mustahil- keberadaan Vian dan Pradita bersama tim mereka masing-masing seperti bayang-bayang hitam yang bisa mengendus apapun di dalam internal Djoyo Makmur Group.      

Vian hanya tersenyum, ketika perempuan di hadapannya menyodorkan sesuatu. Cek bernilai fantastis. Pemuda tersebut kemudian menggeleng. Sungguh Vian sedang bingung detik ini. Dia tidak peduli akan cek di hadapannya, yang ia gundahkan adalah Oma sukma dan perempuan yang detik ini terlihat segar selepas terbebas dari traumatik yang membelenggunya bertahun-tahun.      

"Anda tahu saya tak butuh itu, hidup saya telah cukup dengan segala kebaikan ayah anda dan tentu saja keluarga Djoyodiningrat, saya hanya bingung," Pria ini menatap Gayatri dengan wajah kalud.      

"Bingung?" Para ajudan perempuan saling menatap.      

"Seperti seorang anak yang berada di tengah-tengah pertengkaran kedua orang tuanya, Saya berharap saya bisa menolongmu Oma Sukma, tapi di sisi lain Saya takut berbohong kepada tetua Wiryo. Anda, dan kalian yang berada di ruangan ini tahu, kami tidak sanggup berkelit dari tetua," Vian menurunkan pandangannya, perasaannya tengah campur aduk.      

Gayatri terbungkam, sejenak suasana menjadi hening.      

Gayatri menyadari, anak-anak muda ini didoktrin sejak kecil untuk mengabdikan dirinya kepada sang ayah yang mereka panggil tetua. Membohongi ayahnya sama dengan membodohi diri sendiri. Tidak ada kesalahan yang luput dari perhatian dan hukuman.      

"Siapa yang tahu tindakan nekat ku dan mamiku selain kamu?"      

"Belum ada,"     

Gayatri dan para ajudan terbawa suasana, termenung dan terpaku.      

"Bagaimana kalau kamu katakan saja, kamu.. em penyelidikanmu tak membuahkan hasil?" Susi memecah kebekuan.      

"Maaf, Bagi saya pernyataan semacam itu lebih menyulitkan, bicara seperti itu sama saja dengan menghancurkan integritas saya sendiri," Vian membuka matanya, menatap tiap orang yang berada di dalam ruangan.      

"Oh' saya lupa.. saya tidak sendirian, ada Andos yang menemani saya ketika menjalankan interogasi, walaupun saya tidak menjelaskan kepadanya, apa yang saya temukan. Bisa jadi dia menciptakan kesimpulan sendiri," Pernyataan Vian belum benar-benar tuntas, saat sang nyonya bangkit dari duduknya berjalan tegas dan membuka pintu tangkas.      

Perempuan ayu itu mengambil langkah lebar dan cepat. Menyusuri lorong rumahnya dan menaiki tangga menuju lantai 3.      

Sesaat setelah sampai di lantai 3, dia yang berjalan menatap masing-masing pintu yang berjajar. Deretan kamar ajudan pria, ia susuri tanpa ada yang berdiri di belakangnya. Tindakan Gayatri detik ini membuat ajudan muda yang di minta mengikutinya tergopoh-gopoh.      

Gadis yang baru bertugas tersebut sempat menatap nonanya mengetuk pintu. Kemudian masuk ke dalam dan pintu tersebut hanya menyisakan celah kecil sehingga … … …      

"Oh' Nona??" Andos mengerjapkan matanya, bagaimana bisa putri tetua Wiryo berdiri didepan kamarnya, yang kemudian mendorong pintu minta masuk … …     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.