Ciuman Pertama Aruna

III-295. Scarf Anda Sangat Cantik



III-295. Scarf Anda Sangat Cantik

0Gadis yang baru bertugas tersebut sempat menatap nonanya mengetuk pintu. Kemudian masuk ke dalam dan pintu itu hanya menyisakan celah kecil sehingga dia mengurungkan niat untuk masuk. Ajudan muda balik tubuhnya -membelakangi pintu- sepertinya sang nyonya dan entah siapa, sedang berbincang serius.      
0

"Oh' Nona??" Andos mengerjapkan matanya, bagaimana bisa putri tetua Wiryo berdiri di depan kamarnya, yang kemudian mendorong pintu minta masuk.      

Andos yang masih mengenakan kaos putih tipis -biasanya berfungsi sebagai pelapis dalam sebelum hem membungkus tubuh tinggi tegap sang asisten, buru-buru bergerak meraih Hem-nya yang tergeletak tak jauh dari meja tempat sebuah laptop menyala.      

Pria tersebut tergopoh-gopoh membalik tubuhnya dan mengait kancing demi kancing secepat dia bisa. Sangat cepat, bahkan sempat salah letak. ketika berbalik gayatri menyudingkan telunjuknya pada buah kancing yang salah tempat. Andos mencopot kancing tersebut, dan mengulangi hal yang sekali lagi.      

"Ah' kedatangan anda membuat saya terkejut," Andos sempat melirik selimut berantakan di atas ranjang tidur. ia memejamkan mata sesaat, meredam rasa malu.      

"aku, butuh tempat duduk," ini suara Gayatri. dan pria di hadapannya lekas menggeser kursi paling dekat dengan jangkauan.      

'Supaya terlihat lebih hebat dibanding lawan bicara, hal pertama yang perlu diupayakan adalah pertegas kedudukan sebelum mengawali percakapan' Gayatri berperilaku sesuai dengan ungkapan yang ia anut.      

Detik ini panorama yang tersaji di dalam ruangan adalah gambaran seorang lelaki berperawakan tinggi dengan rambut halus yang memenuhi dagunya tengah berdiri tidak jauh dari perempuan bertubuh ramping. perempuan menawan duduk di kursi nyaman.      

Andos melipat tangannya, menyandarkan salah satu sisi bahunya pada dindint, sambil mengamati sang nona yang usianya tak lagi muda.      

Tidak ada yang akan menyangkal ketika benak Andos berkata bahwa perempuan yang kini tiba-tiba meminta masuk kamarnya terlihat layaknya vampir -tidak mengalami penuaan- dibanding lelaki yang sejujurnya memiliki usia sekian tahun lebih muda.      

lelaki itu tidak berani menatap langsung sang nona, para pria yang tinggal satu atap di rumah induk memiliki tradisi tak tertulis, dilarang menyentuh dan menatap secara langsung para nona Djoyodiningrat. Gayatri tetaplah seorang nona, sejujurnya ia belum memiliki surat nikah resmi kecuali buatan papinya -tetua Wiryo- untuk itu hal yang sama masih berlaku padanya.      

"Apa yang ada di kepalamu? Melihat keberanianku masuk kamarmu?" tanya Gayatri membuka percakapan di antara mereka. mantan penyidik itu memutar bola matanya. Mengerakan tangannya dan sekilas bahunya terlihat terangkat.      

"Anda memiliki permintaan khusus, dan penting," jawab Andos yakin.      

"Ah' anda masih jeli. aku pikir kemampuanmu mulai menurun," pernyataan Gayatri, sejujurnya membuat Andos tanpa sengaja menatap wajah putri tetua Wiryo. Mata melebar Andos secepat kilat dialihkan ke sisi lain.      

"Jadi apa permintaan anda?" Andos terlihat menegakkan diri dari caranya menyadarkan sebagian bahunya.      

"Menurutmu apa yang terjadi di klinik Diana?" Perempuan yang duduk di kursi mengangkat wajahnya menatap asisten papinya.      

"Oh.. itu.," Andos memundurkan kakinya meraih kursi di depan laptop menyala kemudian ia balik kursi tersebut dan di jadikan tempatnya duduk.      

"Seorang putri yang selama ini enggan ikut campur urusan ayahnya, tiba-tiba saja memutuskan berbuat sesuatu yang.. yah.. scarf anda sangat cantik.."      

Deg      

Ini detak jantung Gayatri. Dia tidak mengenakan scarf saat ini. pastilah yang dimaksudkan andos adalah kedatangannya menemui Diana dengan menutupi wajahnya menggunakan tudung scarf.      

Andos tahu lebih dahulu dibandingkan hasil penyelidikan Vian.      

"Apa kamu sudah menyampaikan itu pada papi?"     

"Menurut anda?"      

Andos menutupi perbuatan sang nona. Gayatri tahu papinya sejak pagi berusaha menghubungi Vian demi mendapatkan informasi terbaru tentang menghilangnya Anna.      

"Terima kasih," Gayatri berdiri, detik ini sang nona memberi hormat pada mantan penyidik.      

"Lain kali kalau anda ingin ikut campur pastikan tim anda memiliki keahlian yang cukup untuk mengelabui kami," kalimat Andos menghentikan gerak kaki Gayatri yang berniat pergi.      

"Menurutmu apakah aku dan mamiku bakal ketahuan?" Ragu Gayatri bertanya.      

"Ya, itu.pasti cepat atau lambat," yakin Andos.      

"Mengapa kamu mematahkan diriku?" Ekspresi mengerut Gayatri membuatnya menjadi sangat berbeda sekaligus kian cantik.      

Perempuan ini tidak memasang ekspresi di wajahnya selama bertahun-tahun. Maka dari itu, Mimik di wajahnya akhir-akhir ini sangat menarik perhatian, sehingga Andos terlihat berkali-kali mengupayakan diri untuk mengalihkan pandangannya dari nona utama, -dirasa kurang sopan andai dia mengamatinya secara langsung-.      

"Aku datang dari tempat berbeda jika dibandingkan dengan putra-putra papi anda. Mereka ditumbuhkan dengan nilai-nilai khusus. Saya bisa mengabaikan integritas saya, tapi.. bagaimana dengan mereka?" Pertanyaan yang tak mampu Gayatri jawab.      

_Vian dan yang lain, mungkinkah mereka sanggup berbohong saat ditanya empat mata oleh papinya?_ Gayatri tertangkap gundah. Tangan lentiknya tergenggam, terangkat dan mengepal di depan mulut sekaligus hidungnya, perempuan ini merenung.      

"Kau tak ingin membantuku?" Gayatri menatap Andos, pria yang hanya sekejap mata memandangnya.      

"Aku sudah membantu anda, dengan pura-pura tidak tahu apa-apa. Apakah itu kurang?"      

"Menurutmu setelah ini aku dan mami sebaiknya bagaimana?" Suara Gayatri terdengar gelisah.      

"Mengaku saja, itu lebih baik," saran Andos.      

"Vian sudah ada di pihakku," walaupun kenyataannya masih tahap negosiasi.      

"Vian? Hehe.. pasti anak itu dilanda perasaan tak tega." Andos sempat termenung beberapa saat, "em.. kemungkinan ayah anda bakal meminta Pradita turun tangan membantu Vian, dan saat dimana Pradita tahu sesuatu, dia tak bisa anda pengaruhi, anak berkacamata itu lebih setia pada tetua di bandingkan saya sendiri sebagai asisten ayah anda,"     

Gayatri yang sudah berdiri sontak terduduk kembali, "Andos.. sekali saja.. biarkan aku berhasil membantu putraku.. kamu pasti memahami bagaimana posisiku saat ini," mata Gayatri melirik foto mendiang istri Andos beserta putranya yang terbingkai indah dan diletakkan manis di sela-sela rah lemari susun bersama beberapa buku bacaan.      

"membiarkan Anna di bawa Graziella same dengan membiarkan dia bebas, mungkin Graziella bisa berjanji pada papiku. membekukan paspor Anna. tapi gadis itu terlalu banyak akal, kita semua saksinya, dia sekeji itu pada Aruna.. aku tak bisa membayangkan.. Menantu dan calon cucuku mengalami penganiayaan sekali lagi.." Perempuan itu mengurai kegelisahan menatap Andos penuh harap.     

"Anda membuat saya tersiksa.."      

***     

"Bomb.. eh' Kiran.. dimana ibu Gayatri.." di luar kamar andos seorang pemuda berlari mendekati ajudan yang berdiri gugup di depan pintu. gadis ini gugup sebab telinganya mendengar semua percakapan di dalam sana. dia masih belum terbiasa dengan pekerjaan barunya yang ternyata lebih berat secara batin dibandingkan berdiri di depan meja kasir.      

"Nyonya?" Kihrani tergugah, "nyonya ada di dalam," lanjutnya membalik tubuh.      

Spontan Vian melintasi Kihrani pemuda itu membuka pintu dengan tangkas, "masalah ini sudah beres saya dapat balasan dari tuan Hendra.. idenya masuk akal dan oma Sukma maupun anda pasti terselamatkan dari amukan tetua Wiryo.."      

"kau memberitahu putraku??" Gayatri lebih tercengang sebab nama Hendra terdengar.      

"iya.." lirih Vian. sontak wajah Gayatri mengekspresikan kekecewaan.      

"Maaf.. saya sejak semalam sudah memberitahu tuan, saya ingin membenturkan kepala saya karena tak sanggup berada di situasi seperti ini, aku kebingungan, dan ku yakin tuan muda satu-satunya orang yang bisa memberiku ide brilian, ...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.