Ciuman Pertama Aruna

III-304. Penunggang Kuda



III-304. Penunggang Kuda

0Dua pria yang duduk di atas kap mobil -bersama dengan tuan muda mereka-, tak tahan untuk menertawakannya.     
0

.     

.     

Mereka yang telah puas dengan terpaan udara dingin menyegarkan ala padang savana Bromo, melompat satu persatu menuruni kap mobil hitam tersebut. Melangkahkan kaki dengan ringan masuk kembali ke dalam jeep, menuju kursi pengemudi dan penumpang di belakang.     

Mahendra yang baru duduk di kursi pengemudi mengumbar senyum pada istrinya, yang hanya dibalas dengan tawa perempuan tersebut.     

Netra coklat itu mengamati peluh yang merambati pelipis lelaki bermata biru, "Bagaimana rasanya, seru?" dia yang ditanya spontan memasang lesung pipinya, "Ada sesuatu yang lebih seru, yang bisa dicoba setelah ini," lanjut Aruna menawarkan.      

"Apa sayang?" netra biru itu berbinar layaknya seorang anak kecil yang baru memasuki wahana permainan.      

Dia yang menawarkan mengacungkan jari telunjuknya, mengarah pada seekor kuda yang tengah berlarian tak jauh dari mobil mereka yang masih melaju. Seolah merasa mendapat panggilan dari alam, laju jeep hitam tersebut seolah terpacu kian cepat.      

.     

.     

Tiga pria tersebut tertangkap melempar jaket yang membungkus tubuh mereka, membiarkan kain hangat itu tertinggal di dalam jeep bersama dengan perempuan hamil. Aruna turun paling akhir setelah mengeluarkan sebuah kamera dan menggantungkannya di leher.     

Perempuan hamil dengan senyum mengembang, membuntuti tiga pria yang berjalan mendekati sekelompok pawang kuda.     

Tiga ekor kuda dengan warna berbeda tertangkap di elus oleh dua orang pria. Hitam pekat untuk Mahendra dan putih cerah diserahkan seorang pawang kepada Herry, sedangkan si coklat paling gemuk sepertinya dengan sengaja di sandingkan pada Raka.     

Ketika langkah kaki mungil Aruna mendekat, perempuan tersebut sempat mendengarkan candaan mereka.     

"Aku rasa kudamu akan bekerja keras," hinaan ini adalah candaan versi Mahendra kala menatap Raka.     

"Lebih baik, bukan? daripada ditunggangi seorang newbie. Semoga kuda itu bisa bersabar karena penunggangnya takut jatuh," dia yang bicara tanpa melihat seseorang yang tersindir.     

"Jangan bilang kamu baru pertama kali menunggangi kuda, Herry?" suara Mahendra mengkonfirmasi, dan sebuah anggukan malu-malu tertangkap dari ajudan kesayangan tuan muda tersebut.     

Raka tersenyum puas, sedangkan Mahendra menjadi prihatin melihat keraguan Herry, "Ajak perkenalan dulu," saran lelaki bermata biru.      

Pantas saja Herry sekedar menatap kudanya, tidak seperti Mahendra dan Raka yang sigap membelai dan mengelus kepala kuda yang akan menjadi partner mereka.     

Lelaki bermata biru tertangkap mendekati ajudannya. Dia memandu Herry, menyarankan beberapa hal terkait teknik berkuda.     

"Tidak boleh ditarik?" pertanyaan Herry kala beberapa teknik menarik pengendali kuda ditunjukkan Mahendra.      

Ada anggukan ringan dari lelaki bermata biru, "Kakimu bisa bergerak mengepak jika kau ingin kudamu bergerak lebih cepat,"     

Di antara percakapan mereka yang sedang mempersiapkan diri, perempuan bermata coklat tertangkap membidikan kamera. Dia mengambil potret suaminya dengan kedua pria lainnya, sesaat kemudian terlihat Mahendra membantu menenangkan hewan berkaki empat yang detik ini telah dinaiki Herry.     

Sebelum lelaki bermata biru menaiki kudanya sendiri, Mahendra mendekati istrinya, "Kamu mau naik bersamaku?"     

Spontan Aruna tertawa, "Kamu pikir ini adegan film romansa? Jangan konyol, aku sedang hamil," suaranya mengingatkan di sela tawa.      

Seperti biasa pria keras kepala itu tak mau menyerah begitu saja. Dia bertanya pada pawang kuda dan menyarankan untuk memelankan goncangannya, walaupun sejujurnya tidak perlu disarankan sebab lelaki yang tengah memegang tali pengendali hewan berkaki empat tersebut tahu bahwa perempuan di hadapannya sedang hamil.     

Mahendra menepuk ringan punggung hewan berkaki empat yang disediakan untuknya akan tetapi Aruna malah menoleh, menunjukkan dua pria yang sudah berlari menunggangi kuda mereka masing-masing.     

"Sana, nikmati dulu! Aku bisa naik kuda sendiri dipandu pawangnya," Aruna menyarankan, "Ya -kan, pak?" Dia yang meminta suaminya bergabung dengan yang lain, menguatkan pendapat.     

"Oke, aku duluan," kata berikut ini mengawali Mahendra memacu kudanya.     

Dalam sekejap lelaki bermata biru telah melesat dibawa lari oleh si hitam yang rambutnya berkibar bersama hentakan penunggangnya, terlihat jelas tuan muda Djoyodiningrat punya penguasaan di atas rata-rata. Secepat kilat ia bisa menyusul Herry, kemudian mendekati kuda coklat gemuk milik Raka yang sepertinya benar-benar bekerja keras.     

Aruna ikut membuntuti ketiganya dengan gerak lambat, kuda dengan laju pelan di pandu seorang pawang. Bukan berlari, hanya sekedar duduk di atas hewan berkaki empat yang sedang berjalan. Membidik bentang alam dengan kameranya, seraya mengembangkan senyum manis di bibir. Selebihnya memotret atraksi kejar-kejaran Mahendra dan Raka menapaki hamparan savana tanpa batas.     

Perempuan tersebut -pun, tak meninggalkan bidikannya pada Herry yang pada akhirnya sekedar duduk di atas kudanya sebab hewan berkaki empat dengan warna putih cerah yang ditunggangi ajudan tersebut malah asik makan rumput daripada berlari.     

Pemuda tersebut kebingungan, bagaimana cara mengalihkan si kaki empat dari hidangan kesukaannya.      

***     

Buku kecil berstempel aneka aksesoris warna warni sedang dipegang seorang perempuan paruh baya. Dia yang membuka lembar pertama perlahan duduk pada tepian ranjang.     

Lembar pertama bertuliskan nama sang putri ajudan dan kalimat sederhana yang bisa dikatakan judul pembuka '10 prinsip hidup'     

Tangannya bergerak lagi membuka lembar berikutnya. Duduknya kian nyaman, tatapannya penuh minat. Berawal dari mata yang enggan berkedip, sang oma mulai berkaca-kaca. Mendorong gerak kursi roda yang menumpu duduknya tetua Wiryo mendekat, meninggalkan pintu keluar yang hampir dibuka.     

---     

Saya tahu, saya bukan siapa-siapa dibandingkan dengan tiap-tiap anggota keluarga Djoyodiningrat. Saya juga sadar, saya masih terlalu muda dan kadang kesulitan memahami keadaan saya ketika harus bersanding dengan cucu anda. Saya juga tahu, Opa meminta saya menuliskan 10 prinsip hidup dengan tujuan mulia.     

Dengan tidak mengurangi rasa hormat, saya berharap prinsip hidup ini tidak menjadikan saya ternilai kurang dimata opa Wiryo, atau siapapun yang membacanya.     

Saya tahu, anda membimbing saya dengan cara Anda. Seorang pembimbing biasanya memberikan penilaian di akhir bimbingannya.     

Dengan kesadaran ini saya bisa menuliskan yang terbaik sesuai dengan selera anda tapi saya tidak akan melakukannya sebab saya percaya tetua Wiryo akan membuka hatinya untuk saya, seburuk apapun perilaku saya di masa lalu sebelum saya kembali ke sini dan menerima cucu anda setulus hati.     

Saya tahu, anda ragu kepada saya.      

Pernikahan saya dan Hendra berawal dari perjanjian. Hubungan kami dimulai dari kontrak pernikahan, bahkan hampir terputus oleh perceraian. Semua kekhawatiran anda, tak akan lagi anda dapatkan selepas ini sebab semua yang saya sebutkan adalah bagian dari cara Tuhan menguji saya dengan Mahendra.     

Opa, saya mungkin terkesan lancang mengatakan ini tapi saya mohon dengan sangat, biarkan saya bahagia dengan mencintai cucu anda sepenuh hati tanpa siapa -pun yang hadir untuk mengganti posisi saya. Saya akan berusaha memenuhi standar anda walaupun itu artinya saya harus belajar serta berusaha lebih, dan lebih lagi.     

Sang pembaca menghapus air di pelupuk matanya, "Bagaimana kau bisa tega pada gadis sepolos ini, Wiryo?" Sukma mengangkat tatapannya.     

"Aku tidak tahu dia akan menulis sepanjang itu," Wiryo mengangkat bahunya.     

"Apakah Aruna, menulis semua ini dalam keadaan belum pulih?" -pulih dari luka-luka yang diterima Aruna pada tragedi penganiayaan yang menimpanya-     

"Ingin aku katakan tidak, kenyataannya aku telah memaksakan kehendakku," Wiryo pasrah menerima tatapan nanar istrinya.     

"Aku tidak ingin melihat yang ... ....     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.