Ciuman Pertama Aruna

III-193. Sehebat Itu Baby-ku



III-193. Sehebat Itu Baby-ku

0"Bukan karena kamu yang tak mampu.. aku yang tidak bisa membawamu bepergian bersamaku.." Mahendra mengusap rambut istrinya.      
0

Aruna coba melepaskan sentuhan Mahendra, dengan mendorong tubuh suaminya. Lalu keduanya saling berhadapan dengan jarak 1 langkah.     

"Aku, menagih janji yang kau ucapkan. Aku tidak akan lagi ketakutan ketika di tinggal, dan akan ku atur hidupku sendiri. Tapi aku punya syarat sebelum kau ku izinkan menyentuhku dalam artian yang sebenarnya: Aku mau suamiku memenuhi janjinya, dengan mengungkap pelaku di balik tragedi penyerangan ku,"      

Dua anak manusia yang kelelahan, saling mengerjapkan mata. Keduanya sempat membuang tatapan ke arah lain. Sebelum akhirnya bertemu lagi.     

"Baik," hanya itu yang mampu di ucapkan Mahendra.     

Selepasnya, Mahendra memutuskan membalik tubuhnya keluar dari kamar. Dia menutup pintu dan berdiri menyandarkan punggungnya di depan permukaan benda persegi dengan motif ukir tersebut.     

Tangan kanannya memijat pelipis. Lelaki bermata biru tengah berduka sebab menyadari, dirinya terlalu terlena berada di dekat istrinya setiap menit, setiap waktu, setiap hari.     

Sedangkan perempuan yang ada di dalam kamar tampak lebih bertekad, penjelasan Kihrani seperti pintu gerbang yang terbuka. Membuatnya tak lagi merasakan resah berlebih tentang bayangan halusinasi hitam, terkait tragedi yang ia alami.     

Aruna lebih percaya diri. Dia tak akan lagi pasrah terhadap tragedi yang sempat mengancam janin serta mengoyak tubuhnya. Perempuan hamil tersebut memutuskan akan ambil bagian, ia tidak akan tinggal diam.      

Aruna berjalan menuju telepon yang terhubung pada asisten rumah induk. Ibu hamil tersebut ingin dirinya mendapat bantuan untuk mandi termasuk merias diri.     

.      

"Ratna," suara Aruna menyapa ketika asisten rumah induk tersebut sedang membasuh tangan kanannya.     

Nona muda istri pewaris Djoyodiningrat saat ini sedang merendam tubuhnya di dalam bathtub berisi air hangat.      

Ratna memandang Aruna sambil tersenyum. Asisten rumah induk tersebut mulai memijat kepala nonanya yang kini di penuhi busa.      

"Apakah di rumah induk, ada asisten rumah tangga seperti mu yang bekerja untuk Nana?," tanya Aruna.     

Perempuan hamil tersebut berbicara sambil memandangi jendela kaca membentang yang terbuka, menyajikan taman dan pepohonan di luar sana.      

Ada jeda beberapa saat sebelum akhirnya Ratna memberikan jawaban.     

"Saat anda sempat membuat tuan muda pergi dari rumah dan memilih tinggal bersama anda, asisten di rumah ini terbagi menjadi dua kelompok besar. Ada yang mendukung nona Anna, yang kala itu jelas akan menjadi tunangan tuan muda,"     

"Lalu?" sahut Aruna sambil menikmati pijatan sang asisten.     

"Sekarang, tampaknya mayoritas kembali fokus pada anda,"     

Ratna mengucurkan rintik air di atas rambut Aruna. Perempuan ini mendongakkan kepala, dia tak lagi canggung menikmati apa yang sebenarnya jadi miliknya.      

"Adakah yang masih tersisa?," maksud Aruna menanyakan yang masih mendukung Anna.      

"Sekelompok kecil, mungkin hanya satu atau dua orang," jawab Ratna.      

"Pinta mereka menghadap padaku selepas aku mandi,"     

Aruna bangkit dari bathtub. Dan Ratna ikut bangun dari caranya menekuk kaki, untuk membasuh tubuh nonanya.      

"Perut anda sudah kelihatan," Aruna tersenyum mendengarkan sanjungan Ratna.      

"Mengapa mayoritas kembali fokus padaku?" pertanyaan Aruna seputar sekelompok asisten rumah tangga yang kembali berpihak kepadanya, "Apa karena dalam perutku ada keturunan Mahendra?".     

"Iya, bisa jadi itu salah satunya, walaupun kami tidak di beritahu secara langsung. Kami semua paham tuan Mahendra punya sindrom tertentu, ketika ada perempuan yang mengandung bayinya artinya kedudukan anda sangat kuat. Sampai-sampai tetua Wiryo menyerahkan jabatan presdir langsung kepada suami anda, ketika anda ketahuan hamil," monolog Ratna tidak begitu mencengangkan, karena penyerahan jabatan tersebut terjadi di hadapan mata Aruna secara langsung.      

Aruna melangkah keluar dari bathtub, membuat Ratna segera meraih handuk.     

Sang asisten rumah induk melengkapi tubuh perempuan hamil dengan piyama mandi, lalu menggunakan handuk lain untuk menghilangkan tetesan air di rambut nona nya.      

"Sehebat itu baby-ku?". _pantas Mahendra marah ketika aku ceroboh akhir-akhir ini_      

"Untuk keluarga yang minim keturunan, bisa mengandung pewaris berikutnya adalah keberkahan yang besar," Ratna tersenyum, memberitahu bahwa nonanya siap berjalan keluar kamar mandi.      

"Ratna, apa ada alasan lain mengapa orang-orang di rumah ini berpihak kepadaku selain karena bayiku?" Aruna melanjutkan pertanyaannya. Setelah perempuan tersebut menerima desis udara hangat dari pengering rambut.      

"Em.." Ratna mematikan pengering rambut sejenak, perempuan ini sedang berpikir, "..Rumah ini kembali bergairah sejak anda datang," Asisten rumah induk tersebut menyalakan kembali pengering rambut.      

"Dulu, walaupun anda nampak tersiksa berada di rumah ini, anda tetap spesial, sebab anda membuat tuan Mahendra banyak berubah. Andai anda tahu bagaimana frustasinya tuan muda usai sidang perceraian, lalu nona seolah tak mau kembali?" desis udara hangat mengiringi kalimat Ratna.      

"Apa dia kacau?"Aruna nampak tertarik dengan cerita Ratna.     

"Lebih dari kacau, kami semua tidak berani menyapanya. Tuan muda sangat kaku dan pendiam, ketika dia marah ia akan membuat seluruh ruangan hancur berkeping-keping. Itu sebabnya oma Sukma dan opa Wiryo berharap tuan muda segera mencari pengganti anda, em.. kecuali nona Gayatri,"     

"Dan Anna penggantiku?"      

"Itu sebabnya kami terpisah menjadi dua kubu," Ratna melengkapi penjelasannya, seiring tangannya merapikan rambut Aruna.     

Asisten rumah induk tersebut telah usai tugasnya, dia menelpon rekannya yang bertugas merias wajah nona muda.      

"Ratna, aku menunggu 1 atau 2 orang yang masih mendukung Anna," Aruna memanggil kembali sang Asisten setelah ia menuju pintu keluar, mengutarakan titahnya yang harus di penuhi.      

***     

"Pulanglah sekarang, masuk pun sudah percuma Ki," kata sang manajer tempat Kiki bekerja.     

Kiki masih duduk di kursi depan minimarket tempatnya bekerja. Hari ini dia terlambat lebih dari 2 jam. Gadis itu sampai di rumah dini hari, ia sangat kelelahan dan tak bisa bangun tepat waktu.      

Yang paling menyedihkan ialah dia mendapatkan surat teguran pertama, yang kini berada di tangannya.     

Salah satu efek jangka panjang dari surat peringatan adalah, kinerjanya akan di tinjau dan selama 1 tahun gajinya tidak akan mengalami kenaikan.      

Hembusan nafas panjang terdengar di telinga Kiki sendiri, dia menatap nanar surat peringatan di tangannya.     

Kejadian-kejadian hebat semalam semacam fatamorgana, dan pagi ini adalah kenyataan hidupnya.      

"Aku menunggumu di jalan menuju kampungmu semalam, �� seorang pria meletakkan minuman ringan di meja depan Kiki duduk.     

Gadis tersebut mendongak ke atas, "Ahh'" suara ini wujud keluhan. Dia tertangkap membuang wajahnya.     

Laki-laki yang membuatnya terlibat pada dunia fatamorgana hadir di hadapannya. Kiki segera melipat surat peringatan pertama yang ia dapatkan dari manajer. Lalu menyelipkan ke dalam tasnya.      

Gadis yang kini rambutnya tersanggul ke belakang, berjalan cepat menuju motornya. Dia ingin pergi sejauh-jauhnya dari pria sialan bernama Vian.     

Saat ia masih memutar arah motornya, tanpa sengaja pria itu menemukan kertas yang jatuh dari tas Kiki. Tampaknya gadis tersebut kurang pas saat menyelipkan benda ringan tersebut ke dalam tas.      

Vian belum sempat membukanya, ia berinisiatif memanggil Kiki. Akan tetapi gadis itu lebih dulu pergi.      

***     

Selepas asisten rumah induk yang bernama Tika menyelesaikan riasan wajah nona muda. Dia membantu Aruna mengenakan baju terbaiknya dan memilih sesuai selera Mahendra.     

Perempuan hamil tersebut menginginkan rambutnya terikat di belakang, lalu sebuah scraft brand tertentu dia minta untuk di ikat sebagai pemanis rambutnya.      

Setelah keluar dari ruang display baju berbentuk m, Aruna mendapati 2 orang tamu berdiri kaku di iringi Ratna.     

"Tika, bawa kemari dua kotak yang aku siapkan tadi," sang asisten segera berlari kembali ke dalam ruangan berbentuk m.     

Setelah kembali, Tika meletakkan 2 kotak di atas meja kaca yang di sekitarnya terdapat satu sofa panjang dan 2 buah sofa kecil menghadap ranjang nona nya.     

Biasanya sofa dan meja tersebut di gunakan penghuni kamar ini untuk menyantap makanan.      

Secara tersirat Aruna yang duduk di sofa paling panjang, meminta dua asisten yang menunduk tersebut duduk di seputar dirinya.      

"Ratna, Tika, kalian boleh keluar," perintah Aruna.     

Setelah 2 asistennya keluar. Aruna mendorong sebuah kotak Bludru ke arah kanan dan sekotak lagi ke arah kiri. Tepat di hadapan dua orang asisten yang tidak berani mendongakkan wajahnya.      

"Berapa harga kesetiaan kalian pada Anna?, Aku ingin membelinya!, dan benda di hadapan kalian sekedar uang muka," kaki kanan Aruna bertumpu pada kaki kirinya. Perempuan hamil tersebut terlihat berbeda detik ini.      

Tidak ada yang bisa mengerti hati Aruna. Dua asisten yang menundukkan wajahnya sontak mendongak, saling menatap -hampir tak percaya- nona polos istri tuan muda, kini menjadi orang yang berbeda. Perempuan yang menjelma sebagai pribadi superior secara tiba-tiba.      

"Kenapa? Kurang banyak? Cobalah kalian buka dulu.."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.