Ciuman Pertama Aruna

III-228. Bomber Army



III-228. Bomber Army

0"Pradita! Apa aku perlu membantumu? di mana lokasimu?!" tidak ada jawaban sama sekali, kecuali suara berisik gesekan yang terjadi antara handphone dan benda-benda di sekitarnya.      
0

Vian sempat tertegun beberapa saat, dan ketika kesadarannya pulih ia segera berlari. Bergegas, secepat yang dia mampu menuju ruang kerja divisi Teknologi Informasi, minimal untuk menemui salah satu penghuninya. Ketika sampai pada ruangan tersebut, ada dua orang anak buah Pradita yang masih duduk di hadapan komputer.      

Vian mendekatinya, "Cari di mana lokasi Pradita! Aku baru saja menelponnya dan sepertinya terjadi sesuatu yang buruk," dia memerintah dengan nada khawatir.     

"Kami tahu itu," anak buah Pradita mirip seperti kepala divisinya. Begitu tenang menghadapi segala resiko tentang kemungkinan terburuk.      

Vian menatap apa yang sedang di amati oleh anak buah Pradita. Sebuah noktah merah terhenti pada peta imajiner yang di sajikan layar komputer. Kemudian noktah lain meluncur lebih cepat.      

"Huuuhh.." salah seorang anak buah Pradita melepas headphone di telinganya. "Rolland tidak dapat kita selamatkan," kalimat ini meluncur bersama hembusan nafas yang terdengar sangat kecewa.      

"Bagaimana dengan Pradita?" noktah yang terhenti lebih mengkhawatirkan bagi lelaki bermata sendu.     

Pimpinan divisi informasi teknologi tersebut adalah sumber dari segala kecerdasan lantai bawah tanah ini. Jika hal buruk terjadi pada Pradita, Vian tidak bisa memikirkan lagi siapa orang yang mampu menggantikannya.      

Tidak ada jawaban dari anak buah Pradita.     

"Apa aku perlu menyusul kesana?" kembali Vian bertanya.      

"Tim Raka sudah mendekat. Bos kami tidak mengalami cedera serius, tapi mobil sepertinya dalam kondisi rusak parah," jawab salah seorang anak buah yang lain.     

Rasa sesak di dada lelaki bermata sendu sirna seketika, mendengar Pradita selamat.      

"Ada yang bisa kami bantu?" suara anak buah Pradita yang menyapa gendang telinga Vian, seperti aliran sungai yang siap mengantar ia menuju muara lautan.      

Vian mengangguk, kemudian ia menghaturkan maksud dan tujuannya datang ke ruangan ini. Salah seorang dari mereka berdiri dan langsung membuka pintu ruang kerja kepala divisi IT, milik Pradita.      

Tentu saja, ruangan ini jauh sekali dari ruang kerja milik Vian. Monitor yang tersaji di hadapan tempat duduk Pradita ada lebih dari 2 buah. Nampak kabel-kabel yang menjulur guna menghubungkan satu sama lain, dan berbagai peralatan elektronik yang bahkan tidak bisa di definisikan apa fungsinya oleh lelaki bermata sendu. Kecuali sebuah Bass kecil, yang berada di pojok ruangan.      

Vian tahu benda tersebut ialah pengeras suara, yang biasa melantunkan lagu Linkin Park. Group Band metal kesukaan Pradita.     

Vian hampir tak yakin bahwa Pradita mampu merawat ruang kerjanya, kecuali ada house-keeper yang datang ke sini. Bahkan pekerja yang biasa membersihkan ruangan ini, bisa saja rancu saat melakukan tugasnya. Sebab, di setiap sudut ada benda dengan berbagai fungsi yang berbeda, termasuk treadmill.      

Bagaimana bisa ruang kerja seorang atasan memiliki treadmill, yang di atasnya terdapat layar monitor menggantung, dengan penyangga dari sebuah besi yang turun dari langit-langit atap ke ruangan?     

Seperti sudah hafal berbagai macam kode yang boleh di buka oleh orang lain, maupun yang hanya bisa di gunakan oleh Pradita. Bawahan pimpinan IT tersebut menggerakkan jemarinya di atas keyboard. Menari-nari, memecahkan kode rahasia dari salah satu komputer yang tersaji di meja kerja.      

"Anda mau melihat hasil pindai kami? Ada 4 orang yang kami curigai" pria itu menunjukkan layar monitor yang berisikan foto-foto orang di dalam lift. Dengan gerakan cepat, ia memperbesar hasil pengamatannya.     

Tiga di antaranya adalah petugas kebersihan, mereka datang ke lantai 5 secara rutin. Kemudian setelah kejadian naas tersebut, mereka pun juga keluar dari lantai yang sama, menggunakan lift menuju lantai paling bawah.      

"Tunjukkan aku satu orang yang bukan petugas kebersihan," kemudian foto itu di perbesar sesuai permintaan Vian.      

"Carikan aku foto tahanan D103 ruang bawah tanah," suara Vian kembali mengajukan permintaan.      

Kemudian lelaki tersebut kembali menggerakkan jemarinya di atas keyboard. Tak lama setelah gerakan tarian yang mengesankan, sebab dengan kecepatan tinggi ia mampu mengarahkan berbagai macam kode. Kemudian muncul-lah sebuah data lengkap dengan portofolio di dalamnya, termasuk foto.      

"Tolong sejajarkan, apakah mereka orang yang sama?" Vian mengajukan permintaan sekali lagi.     

Dan nampaknya pimpinan divisi ini sama sekali tidak terkejut. Tahanan yang secara portofolio di ungkapkan telah di bebaskan tanpa syarat, sebab kemampuan daya pikirnya melemah total.      

D103 bebas setelah cukup lama terpenjara. Dalam satu tahun terakhir ini, ia bertugas sebagai penyedia makanan serta tim bersih-bersih ruang tahanan bawah tanah. Kebebasannya bertepatan dengan kemunduran Leona dari salah satu pimpinan divisi lantai D, termasuk kepergiannya ke Milan.       

Tepat sesuai cerita Thomas, D103 di gunakan Leona untuk menjaga Anna.      

Setelah puas memperhatikan yang tersaji di hadapannya, Vian meminta salinan portofolio D103.      

.     

.     

Sebuah motor di lajukan dengan kecepatan tinggi oleh pengguna jaket bomber army. Ia mengarah pada deretan-deretan cluster mewah, di mana salah satu huniannya sendiri berada di dalamnya.     

Motor itu berhenti tepat di dekat pintu gerbang kayu. Vian merasa dirinya tidak perlu memencet bel, untuk di sambut dengan senyuman hangat Leona.      

Pintu gerbang setinggi 2m. Terbuat dari kayu padat di panjat lelaki berjaket army, ia melompatinya begitu saja. Kedatangan lelaki bermata sendu ini di sambut oleh rerumputan hijau yang secara mengejutkan terdapati lompatan air yang menyala, membasahi tanaman di sekitarnya tatkala ia tanpa sengaja menginjak area halaman.      

Vian terdiam beberapa saat, sebelum akhirnya dia mengangkat wajahnya. Dan seketika lampu dari lantai 2 cluster tersebut menyala.      

"Sial," Vian mengumpat. Ia baru menyadari bahwa nyala air dari rerumputan hijau yang ia injak, adalah kode sensor untuk penghuni di dalam.      

Saat Vian melirik jam di tangannya, waktu menunjukan pukul 3 pagi. Ia segera bergerak menempelkan tubuhnya pada tepian tembok, sehingga dirinya tidak akan terlihat dari lantai 2. Seketika kamar yang menyajikan lampu menyala, menghadirkan seseorang yang ingin melihat kondisi di halaman rumah.      

Vian mulai berfikir. Apakah dia perlu bertamu baik-baik?, Ataukah datang seperti ini, lalu menyergap Leona?.      

Lelaki ini sedang merenungi kemungkinan-kemungkinan yang terjadi, ketika dia secara frontal masuk ke dalam rumah kemudian menyergap Leona.      

Tiap kali berfikir, si mata sendu akan menggoreskan ujung telunjuk tangan kanannya di permukaan bibir. Selalu ada senyum yang terbingkai, setelah ia melakukan ritual tersebut.      

Vian menelepon bawahannya. Ia memutuskan untuk mengendap-ngendap masuk kedalam, lalu mencari D103. Tentu saja menunggu kedatangan sekelompok anak buahnya.      

***     

Di sudut jalanan terdapat sebuah mobil ringsek, dengan asap mengepul naik ke udara. Hal itu terjadi setelah hantaman keras pada sisi jalan.     

Nampak dua orang penumpang berhamburan keluar. Percikan-percikan nyala api kecil tertangkap dua pasang bola mata, yang mulai menjauh dari kendaraan beroda empat tersebut.      

Tidak ada cidera yang berarti. Namun, salah satu dari mereka harus bersusah payah menyeret yang satunya, supaya lekas menjauh dari mobil yang nampaknya akan memberikan sebuah kejutan. Sebab nyala api di sisi depan kendaraan, mulai menunjukkan tanda-tanda memicu hal lain yang lebih besar.      

Dua buah mobil meluncur dengan kecepatan tinggi. Pria bertubuh kekar dengan perawakan garang, alis dan bibir tebal, berjalan penuh emosi menuju 2 orang yang tertatih menjauhi mobil, setelah menghantam badan jalan.      

"Go!" dia menyerukan kepada anak buahnya, supaya segera membantu 2 orang tersebut.      

"Sorry, Rolland.." si pemilik luka memar yang kini tengah menyuarakan pesan, tak sanggup melanjutkan kalimatnya.      

"Tidak masalah!, Kita akan mengambil Rolland kembali," tangan si kekar mencengkram kuat, seolah tak akan melepas orang yang akan mengganggunya. Kenyataannya, tidak ada siapapun yang bisa ia tebas di sekitar tempat dia berdiri.     

"BOOM!!" mobil di hadapan si kekar meledak hebat. Seketika kendaraan-kendaraan lain yang berlalu-lintas di sekitarnya berhenti.      

Ketiga mobil tersebut pergi ke arah berbeda. Satu kendaraan menuju ke rumah sakit, satunya lagi bergerak ke kantor polisi untuk membuat laporan kecelakaan. Sedangkan yang terakhir memilih kembali ke markas mereka, yang berada di gedung Djoyo Rizt hotel.      

***     

Vian masih meletakkan punggungnya menempel di tembok salah satu sisi cluster Leona, tentu saja itu adalah hunian yang awalnya di tinggali oleh Anna.      

Lelaki ini sudah mengendap-endap cukup lama. Sampai pada pukul 04.25, lantai satu cluster Leo menyala terang.     

Hunian yang sebelumnya nampak temaram, tapi kini tiba-tiba semuanya menjadi terang. Vian mulai curiga, jangan-jangan     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.