Ciuman Pertama Aruna

III-249. Mengingat Detail



III-249. Mengingat Detail

0"Nona, seperti yang saya ucapkan. Saya punya banyak kesalahan, terlebih kepada anda. Jika dulu anda, termasuk saksi dalam sidang perceraian anda pernah dikejar-kejar para pemburu berita, maka akulah pelakunya. Aku pula yang membuat sidang perceraian Anda ditangguhkan" permintaan maaf yang ingin Thomas haturkan akhirnya sampai pada tujuan.     
0

Semenjak mengetahui kisah istri Presdir Mahendra yang mengalami kenaasan yang sama mengerikannya, dengan apa yang ia alami. Hal pertama yang ingin Thomas lakukan adalah meminta maaf.     

Sungguh sangat menyiksa tatkala ia menanggung rasa bersalah yang mengganjal di dalam hati. Dan hari ini, semua beban tersebut seakan sudah terangkat dan membuatnya sungguh-sungguh merasa lega.     

"Kamu salah, bukan aku yang kamu rugikan. Aku tidak merasa rugi sama sekali, ketika sidang perceraianku ditangguhkan.." tangan Aruna bergerak meraih cangkir teh, kemudian menyesapnya secara perlahan sebagai cara untuk menenangkan diri "Aku malah merasa beruntung ketika sidang perceraianku ditangguhkan demi mereda kontroversi di media. Dengan begitu, aku punya kesempatan panjang untuk merenungi pilihanku kembali.." tampak helaan nafas panjang setelah ia mengucapkan monolog tersebut.     

"Sebenarnya, yang dirugikan adalah sahabatku. Damar dan tentu saja Kak Tania. Akan tetapi, keduanya ternyata memilih kehidupan yang berbeda di luar keartisan mereka" Aruna tertangkap tersenyum formal, "Bisa jadi, mereka berdua sudah memaafkanmu"      

Ada pria yang mengangguk ringan, dan kemudian menyuguhkan senyuman. Walaupun kini senyum Thomas lebih banyak tertimbun oleh bulu tebal pada seputaran dagu, rahang, hingga kumisnya yang memanjang.     

Thomas bahkan terlihat lebih kurus, daripada masa dimana dia tinggal di rumah Kiki. Rambut keemasannya yang sudah memanjang, berusaha diikat kebelakang supaya tampak lebih rapi. Sayang, tidak ada yang bisa memungkiri bahwa cekungan-cekungan di lehernya menunjukkan dia kehilangan banyak berat badan.      

"Em.. jadi.. anda masih dikurung?" yang ditanya tidak mengangguk dan tidak pula memberi jawaban. Dia hanya mengumbar tatapan ringan yang artinya 'iya'.     

"Apa aku bisa membantumu?" sungguh luas hati Aruna. Dia dengan ringan menawarkan bantuan kepada seseorang yang memiliki nasib yang sama naasnya, dengan dirinya.     

"Anda tidak bertanya tentang kasus anda.. dan.. saya..?" si penerima pertanyaan bukannya menjawab, dia malah mengurai pertanyaan berikutnya.      

Aruna menggeleng, "Aku sudah cukup senang mendapati suamiku tidak mengotori tangannya" ada senyum tipis yang ia suguhkan.     

Thomas lekas membuat anggukan ringan untuk mengimbangi sang nona, "Tidak ada bantuan yang layak saya terima.." akhirnya dia menjawab pertanyaan Aruna, "Saya layak dihukum" suaranya terdengar pasrah dan penuh penyesalan.     

"Mohon maaf.. aku pernah mendengar ketika Kihrani mengatakan, anda membuat kesalahan besar untuk menutupi kesalahan yang lain.." terdorong rasa penasaran yang tinggi, Aruna melontarkan kalimat pertanyaan tersebut.     

Namun, belum usai kalimat yang Aruna ucapkan, Thomas secara spontan langsung membuat pernyataan, "Saya menutupi kesalahan terkait perceraian anda, dengan menghancurkan barang bukti di kantor Vian"      

"Dia penyidik yang hebat" ungkapan kagum dari seorang korban yang pernah diinterogasi, hingga melakukan diskusi secara langsung dengan Vian.     

"Dan gigih" Thomas menambah bumbu kekaguman Aruna. Secara tidak langsung pria bermata sendu yang pemaksa tersebut, memang salah satu bagian terpenting dari terbukanya tragedi yang menimpa mereka.     

.     

.     

"Akan aku coba bicara dengan suamiku" kalimat Aruna ketika keduanya merasa telah cukup berkomunikasi.     

Sebelum Aruna tahu si pelaku, alias Nana sudah ditangkap. Perempuan ini berambisi agar segera diberi kesempatan berbicara empat mata dengan Thomas. Dia punya keinginan yang kuat untuk membuka mata suaminya, bahwa teman kecilnya tersebut benar-benar dalang utama dari semua tragedi yang menimpa dirinya.     

Saat ini semuanya menjadi berbeda, dia senang bertemu Thomas. Aruna juga merasa lega ketika melihat lelaki di hadapannya tampak lebih baik, daripada bayangan di dalam otaknya.     

Beberapa hari yang lalu, ketika Aruna melihat benda-benda Thomas di rumah Kihrani, ia berpikir bahwa pria tersebut memiliki luka yang parah. Dia berasumsi demikian sebab melihat obat-obat luka luar, perban, bahkan sebuah alat bantu jalan yang ia temukan.      

Pada langkah keduanya kembali menemui Mahendra, Aruna menggulirkan kalimat pertanyaan guna memastikan, "Apa lukamu benar-benar sudah sembuh?"      

Penerima pertanyaan mengumbar senyuman, "Syukurlah, Anda bisa melihat saya berjalan dengan normal. Kalaupun anda meminta saya berlomba lari, saya yakin, saya juaranya" dia tiada henti mengumbar rasa bahagia, sangat unik untuk seseorang yang terkurung di dalam tahanan.      

"Tentu saja, aku tidak mungkin lari dengan bayi di perutku" jawaban Aruna secara logis.     

"Jadi, kalimat saya tidak salah -bukan?" dia yang berbicara nampak berani mengajak Aruna bercanda.     

Hal sederhana, akan tetapi mampu menampakkan deretan gigi putih yang rapi dari seorang perempuan hamil.     

Aruna tidak tahu penampilan Thomas sebelum melalui dinginnya ruang putih. Maka dari itu, perempuan tersebut tidak mempunyai pembanding yang dapat digunakan sebagai patokan awal.      

Sehingga Aruna tidak tahu, bahwa Thomas sebenarnya terlihat lebih pucat pasi daripada penampilannya yang dulu. Bisa dibilang, Thomas kehilangan aura maskulinnya. Si pemikat ulung yang memiliki kemampuan bernegosiasi terbaik.     

***     

"Kamu bawa apa hari ini?" tak butuh waktu lama, dihadapan Mahendra disajikan notebook yang menawarkan berbagai pernyataan penting dari orang-orang yang Vian introgasi, entah sengaja maupun tidak disengaja.     

Lembar demi lembar tergeser, hingga mata itu tertuju pada sebuah pernyataan "Darko, D103??" Mahendra mengerutkan dahinya.     

'Bisakah orang yang berada didalam pengaruh cuci otak, memanfaatkan keahliannya di masa dia masih menjadi pesuruh Tarantula?' Hendra membaca draft yang tersaji di layar smartphonenya.      

'Darko tinggal sendiri cukup lama di dalam cluster Leo dan Anna. Dia diketahui berkode D103, tahanan ruang putih yang dibebaskan karena diduga mengalami pelemahan daya pikir'     

"Apa anda lupa dengan Darko?" pertanyaan yang diterbitkan Vian setelah ia menyadari Mahendra sedang menautkan alisnya.      

"Siapa D103?"      

"Seseorang yang hampir anda bunuh" jawab singkat Vian.      

"Hampir kubunuh?" Hendra keheranan sendiri mendengar pernyataan Vian.      

"Ya.. Pistol yang anda pegang, bahkan sudah anda tarik pelatuknya. Aku yakin pada detik itu, andaikan Leo tidak menghentikan anda, dia sudah mati" mendengar monolog Vian Mahendra menyajikan wajah kebingungan.      

"Yang mana? kapan?"      

"Anda benar-benar tidak ingat?"      

Hendra menggelengkan kepalanya.      

"Ketika anda pulang ke rumah mertua Anda, di awal pernikahan anda dengan istri Anda. Nona mendapatkan ancaman.. dia hampir di tusuk pria yang dia kira depresi, padahal pria tersebut adalah Darko. Darko pada akhirnya mendapat kode sebutan D103," penjelasan Vian sejalan dengan caranya menyuguhkan file yang saji pada smartphonenya. (Season I, chapter 100, Bukan Mimpi)     

File tersebut menggugah ingatan Mahendra, "produk uji coba brainwash Leona yang belum diketahui gagal atau berhasil," (season I, chapter Brainwash)      

Hendra bahkan mengingat detail bagaimana dia menguji metode Leona dengan memberi D103 sebuah pistol Glock 20. Untuk membuktikan eksperimen tim medis misterius di bawah naungan lantai D tersebut, telah berhasil.      

Kenyataannya Leona  belum berani, meta komunikasi yang dibumbui dengan Isolasi termasuk melemahkan fisik. Belum cukup memberikan kepercayaan terhadap hasil kerja Leona dan timnya sendiri.     

Leona marah ketika Hendra memberi kepercayaan pada Darko dengan menyuguhkan senjata api dan ditantang untuk menodong Mahendra. Kalau perlu menembak lelaki bermata biru.     

Leona pada akhirnya berdebat hebat dengan cucu tetua wiryo, Mata biru mencibir eksperimen Leo kala itu.      

Hendra bahkan kian tajam mengingat  detail kejadian hari tersebut. sampai-sampai deretan pesan yang dulu ia utarakan kepada Leona dan timnya supaya bekerja dengan tepat. sekarang menjelma layaknya menjilat ludah sendiri, lelaki bermata biru termakan omongannya sendiri.     

Kekhawatirannya telah menjelma menjadi malapetaka yang menimpa isterinya sendiri, 'menggunakan alat dari pihak lawan memang jalan yang sempurna, namun mereka rawan berbalik arah ketika ingatan lamanya hadir kembali, jadi ketika ia  (Darko) kembali kepada ingatan lamanya pastikan dia tidak bisa membunuh kita'     

Deg      

_Dia ingat dan dia meneruskan misinya_      

"SIAL!!" gumaman Mahendra diteruskan dengan ungkapan kesal hati yang berpadu tangan mengepal memukul meja.      

"Anda sudah mengingatnya?"      

Mahendra seolah tak mendengar pertanyaan Vian, matanya masih mengembara menggali-gali memori, "kode namanya berawalan dengan huruf D, bukankah itu artinya dia spesial?"      

"Oh' dia tidak hanya menerima eksperimen Brainwash dia.. ...      

.     

.     

_____________________     

Hallo sahabat pembaca     

Terima kasih sudah menunggu novel saya terbit. Bagi yang ingin membaca novel berikutnya, Saya rekomendasikan novel sahabat saya "nafadila" dengan judul "I'LL Teach You Marianne" aku yakin kakak-kakak penasaran. So, tambahkan ke daftar pustaka.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.