Ciuman Pertama Aruna

III-254. Gadis Polos



III-254. Gadis Polos

0"Susi dan junior-juniornya?" suara Wiryo memperjelas maksud kalimat Andos.      
0

"Ya," Jawab Andos singkat.      

Ada ekor mata melirik Andos sesaat, sebelum kembali membuat sendokan berikutnya. Akan tetapi tak berapa banyak suap yang mampu beliau telan, sebab pria paruh baya tersebut tak lagi berselera makan.     

"Ambilkan vitaminku!" Perintah dari Wiryo, sesaat setelah meletakkan sendok yang beliau pegang.     

Pria paruh baya tersebut harus mengkonsumsi beberapa vitamin yang dapat beliau teguk sesudah jam makan.     

"Tidak ada yang menyarankan anda mendapatkan pil-pil itu, sebelum piring anda kosong," Andos menyajikan wajah datarnya.     

"Lama-kelamaan kau lebih mirip Sukma," dia yang berbicara menyuguhkan nada cemoohan.      

Mereka membeku beberapa saat. Selepas wadah makanan benar-benar kosong, Andos berdiri menyiapkan pil yang harus ditelan Wiryo.     

"Apa Sukma tahu tentang Nana, dan semua kejadian yang menimpa Aruna?" Selepas meneguk butiran-butiran pil lalu mendorongnya dengan air, Wiryo kembali bertanya.      

"Pulangnya nona muda ke rumah ayahnya dan ledakan-ledakan Hendra yang sengaja anda abaikan, mendorong rasa penasaran para perempuan. Mereka resah, tatkala nona Aruna terlihat disingkirkan sejenak. Kepala mereka dipenuhi isi," kalimat ambigu Andos adalah kata pilihan untuk menyentil tuannya. Bahwa dua perempuan di rumah induk, bukanlah barang kosong yang tidak memiliki akal dan pikiran.      

"Hemm.. Sukma sedikit berbeda semenjak aku melukainya," Wiryo sempat mengatakan kata-kata tidak pantas terkait asal muasal Sukma.     

Wiryo menikah lebih dari tiga puluh tahun dan dia tidak pernah mengatakan kalimat kasar kepada istrinya, kecuali diam ketika marah. Dan Sukma memang hampir tidak pernah membuatnya emosi.      

Dia tahu, Sukma selalu menuruti perintahnya tanpa menuntut. Perempuan penurut yang setia, melayaninya siang dan malam.      

Masih jelas dalam ingatan pria paruh baya tersebut, pada hari dimana gadis itu di dorong pamannya untuk memasuki sebuah ruangan. Remaja yang menggigil ketakutan berdiri kaku menatapnya. Dia datang untuk dijual dengan harga terlalu murah di mata Wiryo. Atau mungkin dia (Wiryo) yang terlalu bergelimang harta, hingga tak pernah mempermasalahkan berapa nominal yang ia keluarkan.      

Sukma cantik alami tanpa make up, saat itu. Seorang gadis polos yang usianya baru saja menginjak 17 tahun, "Aku tidak butuh perempuan simpanan atau semacamnya. Aku belum menikah," kata Wiryo ketika pertama kalinya membawa gadis remaja tersebut masuk ke rumah induk.     

Dan gadis polos berusia 17 tahun yang bahkan tidak memiliki ijazah Sekolah Menengah Atas tersebut terheran-heran ketika mengetahui pria dengan wajah kaku dan sedikit bicara tersebut, ternyata seseorang yang benar-benar kaya. Sukma sempat berpikir, mungkinkah pria tersebut salah satu pangeran dari Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat[1].      

Rumahnya terlalu megah dan mewah, dengan interior diluar ekspektasinya perihal definisi kaya dalam sudutpandang gadis kurang beruntung yang minim pengetahuan. Kekayaan Wiryo sejalan dengan ucapan pamannya, bahwa dia akan diberikan kepada pria kaya dan tak diizinkan mencari pamannya lagi.      

Sukma berpikir dirinya akan dijadikan pembantu rumah tangga. Maka dari itu, dia memanggil om-om berusia di atas 30 atau mungin hampir 35 tahun tersebut dengan sebutan tuan.      

Anehnya, bukan kamar asisten rumah tangga yang ditunjukkan Wiryo kepada Sukma.     

Gadis polos dengan kecantikan alami tersebut, dibukakan pintu dengan ukiran indah layaknya keraton pada film kolosal yang sering dia tonton. Kamar super megah yang besarnya lebih dari kontrakan paman dan seorang perempuan -entah istri atau bukan? Status mereka tidaklah jelas-.      

Sukma terpaksa ikut pamannya (adik ibu) selepas neneknya meninggal. Sedangkan ibunya, tidak ada yang mengetahui kemana beliau menghilang. Ayahnya? dia tidak pernah mengingatnya. Wajah pria yang kabarnya memberikan Sukma kecantikan tersebut, tidak ada di dalam memory kepalanya.      

Jadi bisa dibayangkan, bagaimana suasana hati Sukma kala dia menginjakkan kaki di rumah induk milik sang tuan. Dengan rasa gemetar bercampur terkagum-kagum, pria tersebut memintanya untuk tidur di kamar tersebut.     

Wiryo hanya mengucapkan dua pernyataan sebelum gadis ayu itu mengangguk, lalu keesokan harinya keduanya menikah "Besok aku urus pernikahanmu denganku. Malam ini, tidurlah disini," Sukma mengangguk.      

"Kau tak punya wali, bukan? Akan aku carikan wali hakim," Sukma mengangguk. Dan dia terus mengangguk pada semua perintah Wiryo, tanpa memprotesnya sedikit pun.      

Tatkala prosesi pernikahan keduanya di langsungkan. Sukma baru menyadari bahwa si tuan ialah pria kaya kesepian. Wiryo tidak mendapatkan kunjuangan dari siapapun, dia tak memiliki kerabat maupun sahabat dekat. Dia hanya mempunyai orang-orang yang ternyata adalah para pekerja di perusahaan, termasuk asisten rumah induk yang terliputi rasa haru, di pagi cerah, indah dan penuh kenangan tersebut.      

Wiryo dengan sengaja menyembunyikan siapa istrinya, kecuali akta nikah mereka. Hal itu dilakukan demi memperkuat kepercayaan direktur-direktur dalam naungan Djoyo Makmur group. Bahwa penerus tunggal perusahan keluarga Djoyodiningrat, pada akhirnya berkenan menikah juga.      

Pernikahan Sukma dan Wiryo tidak dibumbui malam pertama yang mendebarkan. Wiryo hampir lupa, bagaimana dia bisa mencintai gadis remaja yang dia sembunyikan di dalam rumah megahnya.      

Yang Wiryo ingat, ketika dia pulang dari jamuan makan malam bersama para kolega yang memaksa dirinya ikut serta meminum wine. Sisa-sisa minuman beralkohol, mengiringi langkahnya menuju kamar utama rumah induk untuk memeluk gadis yang berstatus istrinya.      

Dan ketika pagi hari datang, dia menemukan gadis bernama Sukma merintih di kamar mandi. Wiryo terkejut bukan main melihat kamar yang tak tertata rapi seperti biasanya. Dia bangkit dan menyadari ada hal besar yang terjadi semalam, tanpa kesadaran penuh.      

Wiryo segera merapikan dirinya, dan bergegas ke kamar mandi untuk melihat perempuan yang menangis sambil berendam di dalam bathtub, "Apa aku perlu mendatangkan dokter untukmu?" Wiryo takut gadis tersebut kesakitan.     

Sukma menggeleng sebagai jawaban.      

Mereka bahkan sudah lebih dari setahun menikah, dan Sukma baru usai menyelesaikan sekolah SMA dengan sistem kesetaraan, lusa lalu. Dia juga baru dinyatakan lulus sekolah kepribadian, sebulan yang lalu.     

Sukma si gadis polos berpikir semalam adalah cara Wiryo memandangnya sebagai perempuan dewasa, sebab dia akhirnya lulus Sekolah Menengah Atas.      

"Lalu, kenapa kamu menangis?" tanya Wiryo menatap mata merah perempuan yang baru kehilangan status gadisnya.      

"Apa tuan sudah menganggapku, istri?" Suaranya terdengar serak dan lirih. Antara takut dan canggung bercampur menjadi satu.      

"Sudah aku bilang, jangan panggil aku tuan!" Wiryo memutar matanya, "Dan aku akan bertanggung jawab, atas apa yang terjadi semalam. Jadi, jangan menangis lagi!"     

"Em.. jadi, kita sudah resmi, sebagai suami istri?" Pertanyaan polos diucapkan Sukma dengan intonasi terputus-putus.      

"Selama ini, kau pikir hubungan kita apa?" Si pria kaku dan dingin tampaknya mulai geram.      

"Em.. aku tidak tahu.."     

"Kenapa kau tidak tahu? Apa kau lupa prosesi pernikahan kita?" Wajahnya memerah (menahan emosi), matanya menatap tajam perempuan di hadapannya.      

"A.. ak' aku pikir, tuan eh.. om' Ah' maaf, Aku harus panggil apa?" Dengan tubuh gemetar di dalam bathub, si perempuan polos tak berani menatap manik tajam yang tengah menghujamnya.      

"Panggil namaku!" Suaranya tegas, penuh penekanan. Jelas sekali, Wiryo sedang menahan marah.      

"Huuhh.." dia yang bergetar menghembuskan nafas mengumpulkan keberanian . "Wiryo, aku selama ini mengira kamu sekedar ingin menyelamatkanku dari pamanku. Jadi, aku.. em, menangis, karena takut kalau suatu saat ketika anda menemukan perempuan yang setara dengan status sosial anda.. em.." untuk pertama kalinya Sukma menyatakan apa yang ada di hati dan pikirannya. Akan tetapi, Wiryo memotong ucapannya sebelum perempuan tersebut usai melengkapi kalimatnya.     

"Kau takut aku meninggalkanmu?" dia yang ditanya mengangguk, "Kenapa kau takut? asal kamu tahu, hampir mustahil menemukan perempuan yang setara dengan status sosialku," ucapanya terdengar angkuh, akan tetapi benar adanya.      

Sukma membeku, dan menundukkan kepalanya, "Sukma, yang paling di butuhkan orang-orang dalam statusku ialah, perempuan setia yang mudah diatur dan mematuhi setiap kehendakku!" setelah melengkapi monolognya dengan wajah serius, Wiryo berjalan keluar.      

Dan betapa mengejutkan bagi Sukma, ketika Wiryo tiba-tiba kembali, "Apa kau suka dengan yang terjadi semalam?" Sukma menghirup udara, bersiap membuat jawaban, ketika dia yang bertanya merebut kesempatan Sukma, "Aku menyukainya, cepat selesaikan mandimu, ada … …. …      

.     

.     

[1] Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat adalah negara dependen yang berbentuk kerajaan. Kedaulatan dan kekuasaan pemerintahan negara diatur dan dilaksanakan menurut perjanjian/kontrak politik yang dibuat oleh negara induk Kerajaan Belanda bersama-sama negara dependen Kesultanan Ngayogyakarta. Kontrak politik terakhir antara negara induk dengan kesultanan adalah Perjanjian Politik 1940 Wikisource (Staatsblad 1941, No. 47). Sebagai konsekuensi dari bentuk negara kesatuan yang dipilih oleh Republik Indonesia sebagai negara induk, maka pada tahun 1950 status negara dependen Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat (bersama-sama dengan Kadipaten Pakualaman) diturunkan menjadi daerah istimewa setingkat provinsi dengan nama Daerah Istimewa Yogyakarta.     

.     

.     

_____________________     

Hallo sahabat pembaca     

Terima kasih sudah menunggu novel saya terbit. Bagi yang ingin membaca novel berikutnya, Saya rekomendasikan novel sahabat saya "nafadila" dengan judul "I'LL Teach You Marianne" aku yakin kakak-kakak. So, tambahkan ke daftar pustaka.      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.