Ciuman Pertama Aruna

III-263. Ajudan Perempuan



III-263. Ajudan Perempuan

0Tubuh Anna yang dibawa Tio dengan cara didorong di atas kursi roda, dengan kedua tangan terikat pada pegangan kursi  -agar tidak melarikan diri- menatap tajam keberadaan Diana.     
0

Diana merundukkan tubuhnya menyentuh lengan terikat, "Apa yang kau lakukan padanya, Tio?" Suara perempuan paruh baya lembut dan menenangkan.      

"Dia sangat sulit dikendalikan, aku hampir menyerah mencari cara supaya dia tenang," suara Tio membela diri.      

"Lepaskan Tio," Pinta Diana. Mata perempuan bernama Anna menatap bengis pada Diana. "Buat apa kamu marah padaku?" lalu Diana meminta Nana berdiri dari duduknya. "Aku hanya dokter yang menjalankan tugasku,"      

"Kau pasti sudah membuka aibku!!" gertak perempuan berpakaian pasien berjalan membuntuti Diana lalu duduk pada tempat pembaringan yang nyaman.      

"Kau akan menjalankan terapi sialanmu lagi??" Cemoohan Anna.     

Diana sekedar tersenyum mendengarkan pertanyaan pasiennya. Dokter tersebut memilih duduk tenang menunggu pasiennya membaringkan tubuh senyaman dia inginkan.      

"Aku sekedar berharap kamu menerima vitamin dariku," Bibir Diana masih berupa garis lurus yang melambangkan keramahannya.      

"Aku tak yakin ada vitamin untuk pasien semacam diriku," ucapan Nana masih saja ketus.      

"Tio keluarlah!" Dokter Diana memerintahkan, segera dituruti juniornya.      

"Lalu aku harus bagaimana supaya kamu nyaman?" Diana bangkit mendekati lemari kaca yang didalamnya berjejer obat-obatan serta alat penunjang perawatan pasien. Meraih sebuah jarum suntik dan botol kecil dikeluarkan dari jas dokternya. Ada hembusan nafas tanda dirinya siap menjalankan misi berat. Dia memenuhi permintaan seseorang sebab setuju dengan penawaran yang diajukan.      

Tidak ada yang salah dari seorang pengidap gangguan jiwa level berat untuk mendapatkan perawatan terbaik, dari dokter terbaik, di tempat yang lebih nyaman serta lokasi yang terisolasi dari lingkungan umum. Sehingga pasien lebih fokus dalam pemulihan mental.      

Air muncrat dari pucuk jarum runcing, mengiringi langkah Diana mendekati pasiennya. "Ini hanya obat penenang supaya kamu bisa beristirahat, jangan terlalu banyak berpikir. Pahamilah di sekitar Anna banyak orang yang masih peduli,"      

"Cih!" pasien pemarah tersebut berdecih akan tetapi gerak tubuhnya menunjukkan sikap berkompromi dengan dokter yang memberinya perawatan intensif beberapa hari ini.      

" andaikan semua orang tidak peduli denganmu, mana ada yang mau mengirimmu padaku," Jarum masuk pada tubuh Anna di bagian pinggul. Lalu Diana menekannya. Sejalan kemudian Diana menjauh, "istirahatlah yang nyenyak," dokter tersebut kini menuju tempat duduknya. Dia yang berjalan sempat membuang jarum suntik pasiennya pada tong sampah khusus untuk limbah kimia di dekat pintu ruang rawat inapnya.     

"Tunggu 5 sampai 10 menit lagi," dia berbisik pada perempuan di belakang pintu, sempat mengeluarkan kepalanya melihat Andos yang setia berjaga dengan duduk di kursi besi tepat di luar ruangan. Pria itu tidak sadar tatkala Diana menatapnya dengan tatapan getir. Andos begitu setia menuruti perintah si tua Wiryo yang dikhianati anak perempuannya sendiri.      

"Baik, 10 menit lagi," suara perempuan terdengar samar.      

Diana menutup pintu rapat-rapat, perempuan yang merupakan bagian dari Ajudan khusus bagi para perempuan Djoyodiningrat sama setianya, mendampingi nona mereka, Gayatri.      

Detik berikutnya mulai menampakkan dirinya. Termasuk ajudan lain yang kini keluar dari persembunyian di bawah meja kerja diana.      

Sedangkan diana kini duduk pada kursinya. Dengan inisiatifnya sendiri dokter tersebut menegak obat tidur kemudian meletakkan kepalanya, nyaman di atas meja kerjanya.      

"Terima kasih dok!" Ucap susi, sembari mendekati tubuh perempuan yang terkulai lemas sebab telah pergi ke alam mimpi.     

Susi mengeluarkan smartphone dari dalam kantong celananya. Seperti seorang pimpinan komando, ajudan tersebut memberi tahu pada beberapa orang yang berada di bawah kendali nya untuk bersiap dalam hitungan detik.     

Di luar sana sebuah ambulan, fasilitas klinik diana mulai bergerak, mendekati bagian bangunan klinik dari sisi samping.      

Jendela dibuka lebar, dan seseorang pengamatan dari luar jendela mengawasi kerja mereka. Perempuan berkaca mata hitam besar dengan scarf yang menutup sekujur rambutnya memandang gerak gerik susi serta seorang ajudan perempuan yang sedang mengeluarkan tubuh Anna.      

Tepat di luar jendela dua perempuan lain bergerak membantu mereka. Mendekap tubuh Anna.      

tepat ketika susi serta ajudan yang lainnya keluar dari jendela klinik Diana, dua perempuan tersebut lekas membantu satu sama lain dan membopong tubuh Anna memasuki Ambulance.      

[Gayatri, cepatlah pulang!] Handphone Gayatri berdering, suara ibunya terdengar. [Graziella sudah datang, jangan sampai papamu curiga]      

[Iya Ma] Gayatri menghilang selepas bertemu mata dengan Susi dari kejauhan.      

.     

.     

Mobil berisikan empat ajudan perempuan Djoyodiningrat termasuk tubuh terbaring dalam tidur damainya dibawa pergi melintasi jalanan.      

***     

[Hallo.. Raka?!] Vian sejak pagi mencari keberadaan pimpinan ajudan yang biasanya lebih banyak berlatih gulat di ruangannya ketika tidak bertugas. Akan tetapi sejak pagi batang hidungnya tak terlihat sama sekali. Tiap-tiap junior Raka yang ditanya kemana pimpinan mereka, hanya mampu menggelengkan kepala. Yang lain mengatakan pria bertubuh kekar tersebut mendapat tugas dari tetua Wiryo.      

Vian hampir putus asa, lelaki dengan raut muka sendu tersebut memicingkan matanya ketika pada akhirnya nama Raka yang di hubungi sejak pagi tertangkap di layar handphonenya.     

Vian buru-buru mengangkat panggilan tersebut.      

[Hai.. kenapa kamu menghubungiku berkali-kali?] Malah raka yang kini terdengar mengungkapkan kalimat kurang senang.      

[kau di mana?] Tanya Vian keheranan. Harusnya dirinya lah yang kesal detik ini.      

[ aku sedang bertugas] sahut Raka.     

[Kemarin kamu yang memintaku untuk membicarakan pembebasan Rolland.. tuan muda mendesakku sebelum dia berangkat memenuhi permintaan istrinya] dalam monolog Vian ada penekanan lambang tuntutan.      

[ aku sedang di luar kota, kamu tidak akan menemukanku dalam beberapa hari ke depan, aku bahkan belum tahu kapan aku kembali] Raka menjelaskan kondisinya. Walaupun lelaki bertubuh kekar tersebut tidak memberitahu dimana kini dia berada.     

[ kenapa kalian berdua sama saja] ketus Vian.      

[Maksudnya?]      

[Aku juga kehilangan Pradita. Kemana dia] ini suara kekecewaan Vian.      

[Sorry guys, kamu coba cari cara sendiri beberapa hari kedepan sampai aku dan Pradita kembali,] hanya kalimat tersebut yang dapat diambil sebagai kesimpulan oleh Vian.     

Kesimpulan bahwa dia harus bekerja sendiri kali ini, akan tetapi kapasitasnya terbatas. Dirinya tidak memiliki tim yang handal untuk membebaskan Rolland. kecuali mengusut sebuah kasus.      

Membebaskan Rolland tentu saja membutuhkan seseorang yang ahli bergulat, minimal.      

Kini pikiran Vian  mengingat JAV, salah satu anggota khusus, kumpulan Ajudan di bawah naungan tuan muda Djoyodiningrat secara langsung, yang mana pria bermata biru tersebut pernah berujar. Kalau dirinya (Vian) tak sanggup mendapatkan Rolland, Mahendra akan bergerak sendiri memanfaatkan mereka.      

Vian memutuskan menemui JAV, ajudan yang detik ini kabarnya sedang menjaga Juan, mantan Ajudan sekaligus saudara tuan muda Djoyodiningrat.      

Saudara dengan ikatan amat sangat rumit.      

***     

"Hari ini kamu sudah diizinkan keluar rumah sakit, aku di minta mengantarkanmu ke rumah induk," JAV merapikan barang bawaan Juan.      

"Apa perempuan itu masih ada di depan?" Tanya Juan meminta JAV melihat keadaan di luar.      

Di luar rawat inap tersebut sering kali didatangi oleh syakila padahal perempuan tersebut jelas-jelas telah di tolak berulang kali. Bahkan kadang kala dia meletakkan makanan kirimannya di depan pintu. Sebab Juan, termasuk siapapun yang menjaganya, dilarang oleh putra bungsu Rio untuk membukakan pintu atas kedatangan Syakila, tunangan kakak sulungnya.      

"Aku lihat dulu," ujar JAV. Pemuda yang seringkali merasa aneh terhadap permintaan-permintaan Juan terutama penolakannya yang secara terang-terangan kepada perempuan kurus yang sangat mengharapkannya.      

Belum sampai Jav menyentuh gagang pintu, Juan melempar pertanyaan, "boleh aku tahu, kenapa tuan Hendra tidak langsung mengirimku ke luar negeri?" dia yang bicara menatap JAV. "Tuan berjanji membantuku, mendukung apapun keputusanku,"      

Jav memutar arah tubuhnya, "Banyak hal yang terjadi akhir-akhir ini, tuan muda kami mendampingi istrinya ke luar kota,"      

Juan terlihat berpikir.     

"satu-satunya cara supaya kamu terhindar dari keluargamu adalah berada di rumah induk, itulah pesannya padaku, maka dari itu hari ini aku akan membawamu ke rumah induk sementara waktu, sampai tuan muda pulang," monolog JAV menegaskan tugasnya.      

"Okey.." suara ini tertimpa bunyi pintu terbuka lebar dan gerakan tamu yang nyelonong masuk ke dalam.      

"Juan! Kau tahu dimana markas anak Barga?!" Vian datang.      

"Rey.. maksudmu," balas Juan.      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.