Ciuman Pertama Aruna

III-135. Mom Bebe



III-135. Mom Bebe

0[Bukan, bukan begitu?] Thomas menggaruk sudut lehernya. Leona yang sedang memegangi setir mobil, tak kuasa untuk tidak melirik interaksi Thomas dengan sekelompok orang, -entah siapa-.     
0

Terlebih Leona hafal gerakan menggaruk sudut leher itu, kebiasaan Thomas tatkala ia merasa bersalah.     

[Kak Thomas makasih motor barunya..] suara Laila atau yang biasa dipanggil Lala muncul dari bawah layar handphone. Senyum Thomas terbit. Mengimbangi senyum Laila.     

[Sudah sampai motornya?]     

[Laila minggir dulu, Kakak mau bicara serius sama kak Thomas] Thomas tahu handphone itu dibawa keluar menuju teras.     

[Kau suka Kiki?]     

[Please, Jangan pergi seperti ini! Kalau kau ingin pergi dari rumahku. Pamit sama bapak, sama Lala, sama Riki!]     

[Aku akan pulang, percayalah.. aku akan pulang] Dibalik dua orang yang saling membalas kata. Tatapan intens Leona mendorong Thomas meluruskan lengannya kembali. HS-9 sekali lagi menyentuh pelipis Leona.     

Uniknya mata manipulasi Thomas dan senyum ringannya terbingkai mencoba menenangkan gadis berambut hitam lebat di ujung sana.     

[Aku akan pulang tapi tak tahu kapan, besok pagi aku telepon lagi]     

[Beri tahu aku! kalau terjadi apa-apa, kau tidak membawa obatmu. Lukamu..]     

[Jangan khawatir] Thomas tersenyum, [bye..]     

[Tidur nyenyak, cari tempat tidur yang nyaman!] perintah Kiki.     

_aku tak tahu, sampai kapan nyawaku bisa selamat. Setelah malam Ini segala hal bisa terjadi. Sorry, Aku belum tidur malam ini_ batin pria berambut sebahu merangkai kalimat maaf untuk kiki.     

[Bye..] Thomas memutus panggilan.     

"lurus, belok kanan," perintah Thomas kepada Leona, perempuan ini membeku. _siapa yang bicara dengan Thomas?_     

Kenapa ada bapak? Ada suara anak-anak?     

Siapa Thomas yang ia amati malam ini?     

Benarkah kakaknya tega mencelakai Thomas?     

"Thom, orang-orang tadi siapa?"     

"belok kanan, Lalu lurus ke depan!" Thomas tidak menjawabnya.     

Thomas tak sadar kemelut hati Leona membelenggu perempuan yang sedang menerobos malam di liputi hujan lebat serta gerak windscreen wiper ke kiri ke kanan menghadirkan berbagai bentuk lompatan air. Hal tersebut turut mendesak dada Leona kian sesak.     

"Mon Bebe," Leona berjuang menjaga rumuk hati di todong kekasihnya sendiri, perempuan yang terkesan tomboy tersebut tak setegar dan tak se-cuek biasanya. Ia menggerakkan mobil dengan kecepatan rendah. Mon bebe panggilan sayang Thomas untuk dirinya.     

"Kau masih memanggilku dengan sebutan itu beberapa minggu lalu," Thomas pura-pura tidak mendengar ujaran Leona. telinganya tersumpal oleh kemarahan atas perilaku Anna, bisa jadi di dukung Leona, " ternyata yang teleponku waktu itu sungguhan kamu?" mata Leona berkaca-kaca.     

"Thomas yang kemarin sudah mati, hehe," sang lelaki tertawa. Perempuannya tak bisa menahan duka, dia tak kuasa menahan bulir air jatuh dari pelupuk matanya.     

"Lalu siapa sekarang yang berada di sampingku?" sempat menoleh kepada Thomas, mata leona mengamati dagunya yang ditemui rambut halus, "Etes-vous un fantôme?"     

(Apakah kamu hantu?)     

"Non, je suis une vengeance exigeante humaine" jawab Thomas tanpa membalas tatapan Leona.     

(Tidak, aku manusia yang menuntut balas)     

.     

.     

Mobil bergerak menuju ke arah selatan. Rusunawa yang menyajikan deretan ruang-ruang kosong tak berpenghuni menjadi pilih Thomas. Selepas mobil terparkir pada Rubanah [1] Leona kembali didorong Thomas. Mereka memasuki lift usang naik ke lantai tiga tempat di mana Thomas menyewa salah satu ruang di rusunawa untuk menyandera Leona sementara waktu.     

Ketika pria itu telah sampai di depan pintu. ia lekas mendorong tubuh perempuan memasuki ruangan gelap dan sejalan kemudian lekas dinyalakan.     

Thomas menutup rapat pintu tersebut, sedangkan Leona duduk pasrah di sofa yang tersaji pada unit rusunawa yang di sewa Thomas.     

Mestinya pertemuan mereka berdua diiringi pelukan dan ungkapan rasa rindu. Akan tetapi lelaki rambut sebahu bahu amat antipati.     

Tak lama pria itu mengeluarkan handuk di antara belanjaan Leona, Thomas juga mengeluarkan baju yang ia bawa dari jemuran yang sudah dilipat kiki dan tertata rapi di lemari sederhana kamar yang terdapat di rumah sederhana.     

Leona bergerak memunguti apa yang diserahkan secara kasar untuknya. "Thom kau ingin aku-?" kalimat ini terpotong.     

"bajumu basah, ganti dulu baru bicara," suaranya dingin, masih belum berkenan melihat Leona.     

Leo sempat berdiri lama mengharapkan Thomas berkenan menatap dirinya barang sekali saja, leo ingin sekali bisa saling bicara. Kenyataannya pria itu terlihat sibuk sendiri.     

Thomas mendekati pantry dan mengeluarkan seluruh isi makanan yang ia beli bersama Leona tadi. Pria ini sesungguhnya amat sangat kelaparan. Thomas hanya makan di pagi hari, sarapan bareng keluarga Kiki sebelum menjalankan misi panjang hari ini.     

Pria kelaparan memasukkan berbagai belanjaan yang dirasa bisa ia campur bersama mie kuah yang mendominasi panci kecilnya pada pentri kosong.     

Giliran leo keluar dari kamar mandi, Thomas sudah selesai membagi apa yang dia masak menjadi 2 wadah berbeda. Thomas tak bicara apalagi menawari Leo dia hanya mengangkat mangkok Leo lalu mengetuknya dua kali.     

Thomas sendiri lekas duduk dan mengusung kunyahan dengan kecepatan tinggi. HS-9 masih setia menemani tangannya.     

Perempuan pasrah mendekati mangkuk yang di sajikan thom, perempuan yang kini telah mandi sekenanya dan mengenakan baju Thomas menyeruput kuah dengan mengangkat mangkuk. Anak mata Leo seraya mengintip Thom dari balik mangkok yang di teguk kuahnya.      

"Aku merindukanmu Thom, sangat rindu," Thom tak membalas apa pun.     

Thom tidak bisa pura-pura tak Mendengar, Leo ada di hadapannya. Thom hanya menatapnya sekilas. Ia terlihat membuat perenungan. "kau merindukan orang yang sudah mati," kalimat Thom masih sama, ia merasa hidupnya yang kedua tak layak untuk berakhir konyol karena perempuan seperti kehidupannya dulu.     

"Aku bahkan masih mengenakan cincin pemberianmu," anak mata Leo menatap jari kelingkingnya.     

Thomas mengamati jarinya sendiri, lalu pria itu dengan sigap melepas cincin yang ada di kelingking, melempar nya di hadapan Leo.     

"Kenapa kau seperti ini Tom?!" Leo marah.     

"Karena aku tidak mau mengulangi kebodohanku! Gara-gara kalian berdua, aku menjadi penghianat. Menghancurkan ruangan sahabatku sendiri -demi kau!" tangan Thomas mengacung, menunjuk muka Leo, "Demi orang yang terusir karena jadi penghianat, harusnya aku sadar mengapa tuan muda mengusirmu jauh dari negara ini," tangis leo pecah, perempuan tersebut menyembunyikan wajahnya di antara kesepuluh jari nya.     

Leo masih ingat jelas bagaimana Tom begitu percaya bahwa dirinya tetaplah seseorang yang baik. Dan memperingatkan teman-teman di lantai D terkait Leo yang sebenarnya tak seburuk kasus pengkhianatannya terhadap tuan muda.     

Bagi Thomas, Leo hanya ingin tuan muda kembali pada kakaknya. Daripada mempertahankan istri yang tidak pernah menunjukkan rasa cinta sedikit pun. Gadis bernama Aruna yang harus dikembalikan kepada keluarganya.     

"hapus air matamu, semua itu sampah bagiku sekarang!" kalimat Thomas terbit dari kenangannya pahit, terlempar pasrah ke dasar sungai. Menjadi sampah yang ditonton orang-orang acuh, tubuhnya hancur lebur, bau, dan hampir mati.     

Untung sekali, penonton terakhir yang terlihat polos serta lugu, tergerak sebab ibanya. Berkenan membawa pulang tubuhnya. Membawanya menuju rumah sederhana. Dibaringkan di kamar berseprai lusuh berhari-hari tanpa mampu berbuat apa-apa kecuali mengamati keluarga kecil yang masih peduli dengannya. Hingga ia lupa niatnya untuk bunuh diri ketika tubuhnya bisa bangkit meraih belati.     

semua derai air mata yang disuguhkan Leo benar-benar tak berhasil menggetarkan hati Thomas.     

Thomas memilih lekas bangkit dari duduknya masih dengan menggenggam HS-9 ia menyeret sebuah sofa, tertatih-tatih sejalan dengan pengamatan Leo. Ketika sofa abu-abu itu mendekati pintu, Thomas mulai duduk di sana. Thomas berniat menjadikan sofa itu tempatnya istirahat. Sekaligus menjaga supaya tawanannya tidak melarikan diri.     

"ambil selimut di dalam dan tidurlah di situ," Thomas meminta Leona masuk ke dalam kamar untuk mengambil bantal termasuk selimut tebal, tapi ia tidak mengizinkan perempuan itu tidur di dalam kamar. Jendela kamar ditutup rapat, lalu kunci kamar ia pegang. Thomas mengingat caranya kabur dari cluster nya sendiri. Leo pastinya bisa melakukan hal yang sama.     

Di malam yang menyajikan hujan lebat. Leo kini mendapati dirinya tidur di lantai dengan alas karpet tebal, selimut serta bantal nyaman. Akan tetapi tak bisa tidur sama sekali, setia mengamati Tom yang tengah menggigil belum ada baju ganti. Terlebih Tom berusaha membuka lukanya sendiri.     

"Thom aku bisa membantumu,"     

.     

.     

[1]Rubanah dalam pengertian umum adalah ruangan di bawah permukaan tanah di bawah sebuah gedung atau rumah.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.