Ciuman Pertama Aruna

III-110. Bau Ayam Goreng



III-110. Bau Ayam Goreng

0Lelaki jangkung mengetuk beberapa pintu rumah yang berada di cluster Thomas. Meminta tolong untuk di perkenankan memeriksa CCTV mereka. Sebagai besar langsung memasang ekspresi sinis, yang lainnya ramah mengizinkan, sebagian lagi memang tidak memilikinya.     
0

Walaupun tidak semua CCTV yang dia periksa menampakkan temuan berarti. Vian mampu menarik benang merah pada rangkaian kronologi menyalanya lampu rumah Thomas secara mengejutkan.     

Mengingat sidik jari pada tombol otomatis pembuka pintu ialah sidik jari Thomas sendiri. Vian mencoba membuat narasi ulang kronologi kejadian, narasi ala para penyidik di rangkai Vian pada file word di laptopnya.     

Sambil menikmati teriknya matahari memasuki dinding kaca clusternya, lelaki jangkung duduk di ruang tengah beserta dua anak buahnya. Vian dengan sengaja tidak masuk kerja hari ini, ia izin menanggalkan pekerjaannya di lantai D.     

"Pukul 00.13 cluster nomor 57, 12 Caster dari cluster Thomas, CCTV merekam laki-laki mengenakan baju," Vian menghentikan kalimatnya dia melirik pakaian seragam bengkel resmi kendaraan bermotor yang terbungkus rapi plastik bening. ditarik kemudian diletakkan di atas kursi. Sehingga dua orang yang menjadi lawan bicaranya turut mengamati. Baju yang menjelma sebagai barang bukti.     

"dengan baju ini dan sebuah alat penyangga atau alat bantu berjalan, pria yang diduga Thomas berjalan menuju ke clusternya ditemani oleh perempuan. Perempuan tersebut menggunakan penyamaran serupa, yaitu mengenakan seragam penjaga minimarket," kalimat demi kalimat yang dilontarkan Vian didengarkan dengan sungguh-sungguh oleh kedua anak buahnya.     

"berdasarkan kecepatan berjalan yang ditunjukkan CCTV cluster nomor 57, tepat sekali Jika dia sampai di rumah ini pukul 00.38," salah satu dari mereka melengkapi kalimat Vian. Satunya lagi mengangguk ringan.     

"menekan tombol, lalu membuka pintu pukul 00.41," lengkap Vian.     

"Saya sudah memeriksa, bekas darah di baju ini, bukan darah segar, darah ini lebih kepada darah yang bercampur dengan mula, ada bau yang berbeda," yang lain mengkonfirmasi temuannya.     

Dan Vian terdiam.     

Thomas memiliki luka kaki panjang dari pangkal kaki hingga separuh telapak kaki kirinya. Sehingga laki-laki itu membutuhkan alat bantu berjalan karena telapak kakinya belum sepenuhnya dalam kondisi bagus.     

"bukti lain yang menunjukkan tamu misterius di cluster Thomas punya luka di sisi yang sama dengan luka milik Thomas. Anda bisa memperhatikan alas kaki yang tertinggal. Perempuan misterius beserta Thomas meninggalkan alas kakinya," yang lain menjelaskan adegan reka ulang yang mungkin bisa dilakukan. Setelah memasuki pintu berkode, cluster Thomas menawarkan tempat sepatu di mana penghuni yang masuk diharapkan melepas alas kakinya.     

Jadi kesimpulan yang amat sangat matang. Thomas benar-benar masih hidup. Vian ingin mencarinya. Belum ada yang tahu, termasuk dua anak buah yang duduk di depannya. Terkait, Mengapa atasannya menyembunyikan fakta belum meninggalnya Thomas. Dan mengapa Vian ingin mencarinya seorang diri, secara Mandiri dengan dibentuknya tim kecil berisikan 3 orang termasuk dirinya.     

Tim ini menuju pos utama pintu masuk cluster, mewawancarai para penjaga di sana untuk menggali fakta, bagaimana doa orang tersebut bisa melewati pos utama.     

Setelah memeriksa, tiap-tiap kronologi pada hari sebelum cluster Thomas menyala, satpam yang hari itu berjaga sempat berdebat dengan 2 orang yang memiliki ciri-ciri sama persis dengan yang disebutkan para penggali fakta, para ahli internal bentukan lantai D.     

Mereka terdiri dari dua orang, perempuan berambut lebat menggunakan seragam minimarket dengan pelapis jaket berwarna pink kusam dan pria berambut gondrong yang rambutnya disembunyikan di dalam topi. pakaian yang ia kenakan layaknya penyedia jasa service kendaraan bermotor. Dan keduanya Menaiki motor matic warna merah, motor tersebut tidak diizinkan masuk ke dalam Caster. Sahut menyahut para penjaga memberikan informasi.     

"Begitukah?" telisik salah satu tim Vian.     

"iya, kami sempat berdebat dan kami tidak percaya. Untung sekali kami tidak percaya dan tidak mengizinkan mereka lolos," para satpam ini tidak tahu bahwa keduanya benar-benar lolos dan mendatangi cluster miliknya sendiri.     

"bolehkah memeriksa kamera yang mengawasi kedatangan para pengunjung?" salah seorang tim keamanan yang berjaga hari ini membawa mereka menuju perkantoran yang berisikan CCTV. Rekaman detik-detik kedatangan Thomas dan perempuan misterius, termasuk pertikaian dua orang satpam dengan motor berwarna merah tertangkap di layar kaca.     

.     

"kita dapat temuan besar," anak buah vian memberitahu atasannya melalui panggilan telepon seluler. Memotret nomor polisi motor yang ditumpangi Thomas beserta gadis berambut hitam lebat yang mengenalkan jaket pink lusu.     

[mengapa anda ingin mencarinya sendiri?] Anak buah Via yang dilanda penasaran, sempat bertanya dalam sela-sela percakapannya dengan sang atasan via telepon.     

Semua penghuni lantai D tahu, keberadaan Thomas bukan sekedar perlu dicari, keberadaan Thomas kunci dari beberapa hal yang tak pernah terjadi sebelumnya. Untuk menghapus berbagai ketegangan dan kecurigaan antar putra-putra tetua.     

[Aku punya misi, Aku memilihmu karena aku percaya kau akan menyelesaikan misi ini dengan baik] Hanya itu yang Vian sampaikan, [kau tidak perlu tahu Apa tujuanku, yang perlu kamu tahu selama menjadi atasanmu, Aku tidak pernah mengecewakan siapa pun. Dan tidak pernah melakukan tindakan di luar koridor yang ada]     

[Baik, saya percaya pak. Kami akan menjalankan misi anda sebaik mungkin]     

[Semakin cepat kau menemukan Thomas, percayalah.. semakin banyak kebaikan yang bisa kita dapatkan]     

Sekali lagi, tidak ada yang tahu persepsi kebaikan macam apa yang menjadi motif Vian     

***     

"Waah...," mata anak kecil yang sedang mengembara memandangi gedung bertingkat. Cemerlang dan berbinar.     

"kamu bisa membeli semua mainan yang kamu inginkan di tempat ini," pria dengan penyangga di ketiak meletakkan kedua tangannya di bahu Laila, anak kecil yang biasa dipanggil Lala ini mendapat bisikan lirih di telinganya.     

"Benarkah?" dia ingin melompat, tapi matanya melirik sang kakak. Kakaknya datar, Lala meredam diri tidak jadi melompat.     

"kita makan dulu saja," Kiki lebih dari datar untuk menanggapi semua tawaran Thomas.     

Sepanjang perjalanan di taxi online, Kiki mengatakan Thomas harus berhemat mengingat ia kemungkinan sulit untuk kembali ke rumah mewahnya, lagi. Tapi Thomas membantah, lelaki dengan rambut bergaya Man Bun membuat alasan, menjawabnya enteng: "aku sudah punya rencana," selalu itu yang jadi senjatanya.     

"Baik, ayo kita makan, makan makanan yang paling enak," ekspresi Thomas ramah, hangat, ceria. Lala tidak bisa meredam kebahagiaannya, gadis itu melompat. Benar-benar melompat girang. Jarinya mengait telapak tangan Thomas sepanjang perjalanan menuju tempat makan yang menurut Lala paling enak.     

Kenyataannya gadis itu ingin sekali makan di tempat yang menawarkan makanan instan yang lambang huruf w terbalik. Di mana sebuah bebek berwarna kuning, mulut serta rambut merah, baju loreng-loreng menjadi maskotnya.     

"yang benar saja? Kamu tidak ingin yang lain?" Lala menggeleng berulang.     

"aku pernah melihat tempat ini di TV, kalau kita makan di sini nanti dapat bonus mainan kecil lucu-lucu," anak kelas 4 SD itu bicara nyerocos tak ada hentinya. Bisa jadi dia lupa bernafas saking bersemangatnya.     

Thomas melirik yang lain, "kau juga mau makan di sini Riki?" pemuda pendiam itu mengangguk ringan.     

"Oh.." Thomas pun mengangguk mencari pemahaman, tentang sudut pandang mereka melihat makanan enak yang jauh sekali dengan standar Thomas selama ini.     

"Bapak bagaimana?" tanya Thomas.     

"Apa di sini ada ikan goreng?" Thomas tersenyum, menunduk, berusaha menyembunyikan rasa geli di perutnya.     

"lebih tepatnya ayam goreng," Kiki pernah makan di tempat sejenis suasana yang terpampang di hadapan matanya saat ini, itu pun karena manajer di tokonya punya suami pegawai bank, dan merayakan ulang tahun putranya di tempat berlambang huruf W terbalik tersebut, kiki pernah makan menu-menu yang terpampang di sana sebab menghadiri undangan.     

"nggak apa, bapak juga lama nggak makan ayam," monolog yang dilontarkan Bapak mendorong gerak langkah Thomas. Ia seperti pemimpin di antara kawanan. Mengarahkan rombongannya duduk di tempat yang nyaman. Meminta Riki menemaninya memasang menu yang disediakan, mereka berdiri di depan kasir penyedia makanan cepat saji tersebut.     

"Namamu Thomas, -kan'?" Akhirnya Riki mau bicara dengan Thomas. Setelah keduanya berdiri bersama memilih menu, tempat yang menebar bau ayam goreng, hangat, renyah, terpadu rempah-rempah.     

Thomas mengangguk mengiyakan.     

"ke mana saja kau dan kakakku, em.. 2 hari?" mendengar pertanyaan Riki, Thomas menarik bibirnya lurus, ekor matanya mencuri lihat adik Kiki.     

"aku meminta kakakmu membantuku, sehingga hari ini aku bisa punya uang banyak," jawab Thomas, yang langsung dibalas dengan putaran arah pandang Riki.     

"kalian melakukan kejahatan?"     

"Tentu saja tidak?"     

"lalu?"     

"Aku mengunjungi tempat lamaku dan mengambil barang-barang yang bisa menghasilkan uang,"     

"Jadi kakakku tidur di tempatmu, 2 malam?" percakapan ini adalah percakapan dua laki-laki yang saling menegang. Intimidasi dari laki-laki pada laki-laki yang lainnya.     

"tidur di tempatku atau tidak, aku tidak mungkin berani melakukan apa pun pada kakakmu. Apa kau lupa kakakmu lebih menakutkan dari perempuan berambut panjang di film pengabdi setan?" tanpa diduga Riki tertawa, pemuda yang terlewat innocent tersebut pada akhirnya tertawa. Tawa pertama yang dilihat Thomas selama dia tidur di atas kasur berbalut selimut lusu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.