Ciuman Pertama Aruna

III-120. Keluh Kesah



III-120. Keluh Kesah

0"Minggir dari hadapanku atau perjanjian kita selama dua bulan usai hari ini!" mata coklat itu semburat merah menghunjamkan ancaman.     
0

Lelakinya hanya bisa pasrah, menutup mata sejenak, sebelum akhirnya merelakannya lolos, mendorong salah satu sisi bahu suaminya untuk kembali duduk di tempat semula. Berniat meluncurkan kalimat demi kalimat dugaan atas tragedi yang terjadi.     

Sebelum kembali pada kursinya, Hendra sempat menamati keberadaan Susi. Air muka kecewa terlihat jelas di wajahnya. Susi tak mencegah Aruna, malah mengantarkannya menemui tamu yang seharusnya tidak diketahui istrinya.     

Aruna melirik keberadaan Anna, perempuan tersebut segera menghentikan percakapannya dengan kedua penyidik kepolisian.     

Sebagai rasa kekecewaannya Mahendra tak lagi duduk di tempat yang sama. Dia mengamati istrinya dengan duduk di kursi lebih jauh.     

Kedua penyidik kepolisian untuk ke sekian detik terdiam sejenak, sempat melirik keberadaan Hendra. Dua orang tersebut tahu lelaki yang di kenal dengan nama belakang Djoyodiningrat sangat di segani pada segala aspek. Komunikasi yang akan terjadi antara para penyidik dan korban tidak di kehendaki olehnya, oleh lelaki yang menjadi CEO perusahaan yang gaungnya menggema seantero negeri.     

"apakah saya masih dibutuhkan untuk menjawab pertanyaan anda berdua?" Aruna lebih tinggi keinginannya untuk membuka percakapan di antara mereka.     

"mungkin kah ada ruangan khusus yang bisa kami gunakan?" tanya rambut belah samping.     

"siapa yang anda hindari? Semua orang yang ada di ruangan ini, orangku?" Monolog Mahendra menghasilkan anggukan kedua penyidik.     

"Baiklah," si rambut cepak kembali terlihat menekan sebuah alat perekam.     

Di sisi lain Susi secara sigap menghidangkan air putih untuk nonanya, berharap ibu hamil tersebut minum terlebih dahulu demi meredam emosi.     

Aruna mengangguk dengan menerima tawaran Susi, cara minum perempuan hamil itu diamati suaminya. Hendra sayu menatap wajah istrinya.     

"Oke," embusan nafas terbit dari rambut cepak, "Apa yang anda lakukan setelah keluar dari ruangan, tempat nona Nana mengancam anda,"     

"Saya bekerja seperti biasa, waktu itu saya memang kurang enak badan, mungkin karena tubuhku masih beradaptasi dengan kehadiran baby, jadi aku lelah lalu tertidur," sambil bicara, Aruna tengah menahan risi. Perempuan di sampingnya duduk dengan pemangku kaki kanan di atas kaki kiri. Dan kedua tangannya menyatu, menelungkup, di atas lutut, mengarahkan tubuhnya ke arah Aruna. Kepalanya miring ke samping rambutnya jatuh terkulai, seolah ia begitu perhatian terhadap Aruna.     

"Lalu," tanya rambut belah samping.     

"Ketika aku terbangun, lampu meredup, lebih redup daripada biasanya, cenderung menggelap dan perlahan mati sepenuhnya"     

Di ujung sana kerutan dari dahi Mahendra tidak bisa terelakkan. Lelaki tersebut juga tertangkap membuang wajahnya, lagi-lagi guratan kekecewaan dia tampakkan.     

"Perkantoran kami memang di kendalikan IBS, standar gedung DM grup selalu di sertai IBS, eh maksudku Intelligent Building System [1]. Bukan Cuma kantor pusat Kami yang terdapat di lantai 5 seluruh sistem gedung Djoyo Rizt hotel memang begitu," Nana menyerobot penjelasan Aruna.     

"IBS apakah semacam SBS?" si cepak bertanya.     

"Ya, semacam itu," Nana menimpali, bagaimana bisa komunikasi ini berubah arah menjadi milik Nana.     

"boleh di jelaskan seperti apa konsep SBS yang terpasang di perkantoran Djoyo Makmur Group? Terutama ruangan tempat nona Aruna, berada?" Kalimat tanya penyidik menggerakkan mata Nana melirik Mahendra, layaknya sinyal meminta izin.     

Betapa sakitnya hati Aruna melihat komunikasi tersirat dari sekretaris Nana kepada suaminya.     

Hendra terdiam tanpa suara dan tanpa ekspresi apa pun yang menyiratkan jawaban 'iya atau tidak' akan tetapi diamnya ditangkap Nana sebagai keputusan 'iya'.     

"baik, akan saya jelaskan, Smart Building System kami terintegrasi dengan mesin komputer pengendali pada basement hotel yang mana sistem tersebut mengusung kaidah hemat energi, kaidah ini setahu saya di gunakan pada semua bangunan yang dimiliki perusahaan Djoyo Makmur Group. Bahkan sekarang semua gedung yang menjadi project DM construction, salah satu anak perusahaan DM group, otomatis memanfaatkan kaidah yang sama," cara bicara Nana mirip sekali dengan para woman workaholic, para pekerja perempuan di pusat bisnis yang sering mengusung nada sengau pada tiap-tiap kata yang dia luncurkan.     

"tolong anda menjelaskan intinya saja!" penyidik kepolisian memenggal kalimat penjelasan Nana.     

"Tentu, jadi ketika seluruh penghuni ruangan finger print -work ends, lampu meredup, AC mati, and off semua sistem ruangan, semua saluran listrik di off secara otomatis, pada ruangan yang ditinggalkan para pekerjanya," jelas Anna.     

"Harusnya tidak berlaku pada CCTV," Mahendra menyahut, sempat membuat yang lain terkejut.     

"Oh iya.. CCTV gedung kami bisa menangkap gambar di kegelapan, harusnya, andai menyala," semua tahu kenyataannya malam itu CCTV tempat terjadinya penganiayaan terhadap Aruna mati total.     

"CCTV infrared?"     

"Yaa.." Anna benar-benar tidak berada dalam keraguan.     

Seluruh persendian Aruna lunglai rasanya melihat Anna yang begitu tenang di tengah dirinya sendiri yang perlahan mengingat kenangan buruk.     

"tapi saya masih ada di dalam, bagaimana semuanya bisa meredup," Aruna berkeluh kesah.     

"karena anda pegawai magang, anda tidak punya akses finger print seperti pegawai umum. Sistem absen anda berdasarkan input data supervisor yang bertugas monitor karyawan magang, betul begitu -bukan?" Anna menangkap mata Aruna, lebih dari percaya diri.     

"Anda sangat memahami seluk-beluk kantor pusat DM Group?" suara penyidik polisi rendah seolah berbumbu kecurigaan.     

"tentu saja saya memahaminya, saya sekretaris utama CEO Hendra selama 1 tahun terakhir," kalimat itu meluncur tegas tanpa nada getaran sedikit pun.     

"Oh begitu," kedua penyidik mengangguk tidak ada konfrontasi apa pun.     

"dan perlu di catat oleh Anda berdua, saya menjadi calon tunangan CEO Mahendra. Atas permintaan tetua, em.. maksud saya presiden direktur perusahaan tempat saya bekerja. Saya nggak mungkin menolak itu, saya tahu diri, banyak hutang Budi saya pada keluarga Djoyodiningrat sangat besar," monolog ini menghancurkan hati ibu hamil.     

"Tapi aku yakin kau pelakunya," intonasi aruna naik, volume suaranya juga ikut naik.     

Mahendra terlihat memegangi pelipisnya mendengar ujaran Aruna.     

"pelakunya perempuan, rambut panjang benar-benar sama dengan dia, bahkan perempuan tersebut menertawakanku tiap kali tubuhku berhasil ia lukai," ritme nada Aruna tegas di tiap ujung kalimatnya. Istri Mahendra sedang menerbitkan amarah.     

Sedangkan Mahendra sendiri terlihat, meletakkan kedua tangannya di kepala. Dia teramat resah.     

"Apa Anda melihat wajahku?" Anna bertanya dengan nada sejenis Aruna, meninggi.     

" karena suasana gelap aku memang tidak bisa melihatmu, tapi aku yakin kaulah pelakunya," telunjuk Aruna mengarah kepada Anna.     

"Aku tahu anda masih sakit, tapi jangan pernah berhalusinasi sejauh itu," Anna menimpali kalimat Aruna.     

"Aku tidak berhalusinasi, aku sangat yakin! Kau juga yang menarik selimutku saat Hendra pergi ke ruang kerjanya tengah malam, kemarin!" ibu hamil berada di puncak kemarahan.     

"sepertinya pelaku berupaya menirukan wujud anda nona Anna," si cepak mencoba melerai pertikaian dua perempuan yang duduk pada satu sofa, tapi masing-masing berada di tepian paling ujung. Saling melempar ujaran satu sama lain.     

"apa kamu bilang??" tampaknya ibu hamil ini terlanjur tersulut emosi, dia merasa ungkapan penyidik kepolisian rambut cepak cenderung mendukung Anna daripada dirinya sebagai korban.     

"pelakunya benar-benar dia," Aruna menertibkan ujaran kebencian dan berusaha memojokkan Anna. Aruna, dengan segala dukungan intuisi di dalam dirinya, dia amat sangat yakin sekretaris Nana pelakunya.     

"Stop," Hendra bangkit dari duduknya, berjalan perlahan mendekat. Aruna tahu Hendra akan menghentikannya.     

"aku tidak halusinasi Hendra, pelakunya benar-benar dia," perempuan hamil ini mulai merintih dalam tangis.     

"Sudah hentikan!" Hendra mendekat merengkuh tubuhnya, dia menekuk tubuhnya memeluk perempuan.     

"Kenapa kau tak percaya padaku.." tangisan Aruna menggelisahkan, namun tak ada satu pun yang peduli akan penjelasannya. Tiap pasang mata yang melihatnya seolah menertibkan kode bahwa dirinya aneh.     

"Hendraa.. kau tak percaya padaku??" tangisannya isyarat kehancuran hatinya detik ini. berhasil mulai menyiksa suaminya.     

"Aku percaya," Hendra mengangguk berkali-kali menenangkan.     

Orang lain yang berada di ruang berlatarbelakang foto pernikahan BlueOceans -kecuali Susi-. Entah apa yang mereka sembunyikan, mereka terlihat kasihan pada Hendra daripada dirinya.     

Ada apa ini? Apa yang belum ia ketahui?     

Kepala Aruna berkecamuk, hatinya sesak, menyakitkan rasanya.     

[1] Intelligent Building System (IBS) adalah sebuah konsep yang menguraikan desain arsitektural, desain interior, mekanikal dan elektrikal untuk memberikan mobilitas dan kemudahan kontrol dan akses dari segala arah dan waktu. Sistem ini sangat terkait dengan otomasi, dimana semua sistem utilitas di dalam gedung tetap dapat beroperasi tanpa adanya campur tangan manusia, sistem akan berjalan sesuai dengan program yan dibuat. IBS bukanlah hal baru di Indonesia, ini merupakan konsep yang berkembang sejak beberapa tahun lalu. Istilah IBS lebih populer dengan Smart Building System (SBS), dimana konsep tersebut telah diterapkan di beberapa gedung di Indonesia.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.