Ciuman Pertama Aruna

III-124. Kebetulan Yang Tepat



III-124. Kebetulan Yang Tepat

0"Is.. ist.. istri??" mata Kiki membulat, air teh pada gelas berkurang seperempat sebab tangan itu tidak mau diam ketika mengusung gerakan meletakkan benda berbahan kaca di atas kursi kayu memanjang.     
0

Lebih aneh lagi tangan Thomas kedapatan mengelus rambutnya.     

.     

"Kiki mana kunci motormu?!" pria beraksesori rantai pada celana jeans-nya memasang wajah ketus. Kiki yang fokusnya tersita oleh perilaku ganjil Thomas akhirnya berhasil teralih kan.     

Pertanyaan Sasono tentang kunci mendorong gerak langkah Kiki, lekas-lekas memasuki rumahnya. Kibasan rambut hitam lebat itu membuat mulut seorang preman menggerutu kesal.     

"Nih!!" suara galak Kiki berhasil menyajikan ekspresi ke-tidak sukaan Sasono terhadap keberadaan Thomas.     

Kiki berjalan mendekati motornya, perempuan tersebut ingin berpamitan dengan si merah. Dia memasukkan buah kunci pada lubang milik motor kesayangan     

Si merah banyak sekali kenangannya, Kiki membelinya dengan penuh perjuangan -mencicilnya bertahun-tahun. Dia nyalakan untuk terakhir kalinya.     

Perilaku perempuan tersebut di ekor Sasono, "Ki.. kamu beneran udah nikah?" keluh si badan kekar dengan tato di punggung lengan atas. Tato yang tak jelas wujud dan bentuknya, terlebih bercampur dengan warna kulit yang gelap, membuat tato hitam itu kian samar di pandang.     

Sebab besarnya tubuh Sasono. ketika Kiki menoleh yang ia dapati ialah lengan bertato Sasono, "Kalau iya kenapa?"     

"kapan kamu menikah?" Sasono penasaran.     

"bukan urusanmu," ketus Kiki berhasil menyalakan motornya. Dia melepas si merah dengan memanasi motor tersebut untuk terakhir kali. berikut ini adalah kebiasaan Kiki di pagi hari supaya motornya lebih mudah dikendalikan sepanjang hari.     

"Ki, Kenapa kamu tidak menikah sama aku saja?" suara Sasono layaknya keluhan anak kecil.     

"istrimu mau kamu ke mana kan?" Kiki mematikan motor matic nya.     

"istriku tidak mungkin kembali," gelisah Sasono.     

"istrimu aja melarikan diri darimu, masa iya aku harus menikah dengan orang sepertimu,"     

"Semua orang di kampung ini tahu, istriku punya lelaki lain di Hongkong sana, makanya dia nggak mau pulang, kalau kamu mau menerimaku nih! Aku bakal ngurus surat cerainya,"     

"Cih! Berani benar berkata seperti itu?!" mata Kiki menyala menyorot keberadaan Sasono, "-setelah menghancurkan rumahku kemarin." ledak Kiki.     

"Mau bagaimana lagi, hatiku ini terbakar. Kamu dibawa pergi lelaki yang nggak jelas dari mana asalnya,"     

"Kau Itu yang nggak jelas! Apa pun alasannya, masa iya menghancurkan rumah orang,"     

"Aku kan preman,"     

"Tapi kau juga manusia.. di mana hati nuranimu!" Kiki menyodorkan telapak tangannya, "bayar ganti rugi nya, aku rugi banyak gara-gara kau hancurkan rumahku,"     

"Kalau kamu mau menikah denganku, bukan cuma rumah yang bakal aku berikan, motor ini pun nggak akan ku ambil,"     

.     

.     

Di sudut teras.     

"jadi, sejak kapan menikah sama Kiki?" mendengar pertanyaan Pak RT, Thomas tersenyum tenang. Setenang dirinya meraih gelas berisikan teh, berniat meneguknya. Belum sampai tenggorokan kumpulan air panas itu tersembur, mengguyur wajah pak RT. Muka pak RT memejam, semburan teh panas tersebut bagai hujan deras di sertai badai, parahnya hujannya terasa panas.     

Thomas bukannya minta maaf atau menggunakan tisu. Pria tersebut memakai telapak tangannya sendiri untuk mengelapi wajah Pak RT. Sejujurnya semburan Thomas berawal dari jendela di belakangnya tiba-tiba terbuka dan menampakkan kepala bapak.     

komunikasi jadi kecanggungan, supaya tidak terlarut dan terbelenggu oleh rasa bersalah. Thomas lekas berpura-pura batuk. Dia paksakan dirinya berperilaku sedemikian aneh, demi menjeda waktu, memutar otak. Terkait pertanyaan 'sejak kapan menikah sama Kiki'.     

"Kamu, Apa kamu sakit?"     

"Enggak.. enggak kok pak," sejujurnya Thomas tengah memutar isi kepalanya, setelah mata itu mengembara ke segala arah. Ia menemukan ide, "kemarin lusa saya membawa Kiki ke rumah, dan kami memutuskan nikah siri,"     

_Ah, encer sekali otakku,_ Thomas membuat pujian untuk dirinya sendiri.     

"Oh begitu,"     

.     

.     

Sasono dan Kiki.     

"Aku bukan perempuan mata duwitan walaupun aku miskin," ejek Kiki pada Sasono.     

"kalian pasti pura-pura menikah supaya tidak di gerebek warga kampung, kan?"     

"Ih sok tahu,"     

"Pak Sasono, tolong jangan ganggu istri saya," Thomas berdiri di dekat Kiki, tangan laki-laki berambut sebahu bergerak menapaki pinggang Kiki lalu merapatkan Kiki ke tubuhnya. Kiki merinding bercampur merah merona pada pipi.     

Pak RT berjalan pulang.     

Dan Sasono mengintil pergi, memburu kepulangan pak RT. Selepas Sasono melayang kan gertakan kepada anak buahnya -sesama preman kampung- mereka di minta lekas membawa motor Kiki.     

Plak! Ada tangan di pinggang yang terpukul telapak perempuan. Thomas tersadar dan buru-buru menarik tangannya.     

Seiring langkah mereka memasuki rumah sederhana, si perempuan menghujani laki-laki yang berjalan di sisinya dengan deretan pertanyaan yang telah berbaris rapi pada kepala.     

"Kenapa kau membohongi mereka semua, bilang menikah segala," Thomas sudah tahu hal ini bakal terjadi. Dia menyiapkan diri menghadapi perempuan galak ini dengan duduk rapi di meja yang masih menyajikan piring kotor bekas makannya tadi.     

"tidak ada pilihan lain Ki.." Thomas melirik perempuan yang kini tengah berdiri di sampingnya, setia menyoroti tajam dirinya, "kamu mau, rumahmu dibakar warga, lalu masuk portal online 'seorang perempuan galak menyandera lelaki tampan di dalam rumahnya'," Bapak ikut tertawa mendengarkan guyonan ringan Thomas.     

Sedangkan Thomas sendiri kini tengah menikmati rasa sakit di tariknya telinga oleh tangan perempuan yang permukaan telapak tangannya tak se-halus perempuan pada umumnya.     

Menyadari kepala Thomas bergerak mengikuti arah tarikan tangan, perempuan berambut hitam lebat menggeser kursi. duduk di dekat Thomas. Keduanya perlu bekerja sama dengan berdiskusi nasib selanjutnya, detik ini juga.     

"lalu kita harus bilang apa? Kalau mereka tanya bukti pernikahan?" Gelisah perempuan.     

"Yah.. nanti aku beli properti nikah, lalu foto deh,"     

"Terus kamu tadi, apa tidak di tanya surat-surat nikah?" Ini pertanyaan Kiki.     

di sisi lain Bapak ikut duduk pada meja yang sama, "tadi nak Thomas bilang kalau kalian nikah siri,"     

"bagus juga idemu," Celetuk Kiki, "lalu pernikahannya kapan?"     

"Aku bilang lusa, kemarin lusa, waktu kita pergi mengunjungi klusterku,"     

"Ah' ternyata kamu pintar,"     

"apa aku perlu, menunjukkan sertifikat public speaking ku dari akademi trainer?" gerutu Thomas.     

"apa itu? Oh ya, kamu tahu dari mana kampung ini punya banyak pasangan nikah siri?" wajah kiki penasaran, ia tak menduga Thomas bisa juga mencari solusi di tengah situasi genting tadi, tiap-tiap alasan Thomas semacam kebetulan yang tepat.     

"dengan mengamati sekilas saja, sudah dapat di duga, pendapatan warga kampung ini rata-rata di bawah indeks kemiskinan. Tanah yang kalian tempati saja seperti masih tahap kontroversi, dapat pastikan mayoritas pendatang,"     

"Apa hubungannya? penjelasanmu sama nikah siri?" Kiki menatap lekat Thomas.     

"tentu saja ada, Kiki! Pendatang tidak memiliki KTP asli penduduk kota ini. Untuk menikah secara hukum kalian di haruskan pulang kampung. Pulang ke kampung halaman masing-masing, lalu menjalankan prosedur administrasi pernikahan, pindah alamat ke salah satu mempelai, semua itu butuh waktu dan dana," panjang lebar Thomas menjelaskan.     

"kok kamu tahu sih?" Kiki cukup terkejut, Thomas lebih detail memahami situasi yang sepertinya bukan bagian dari kehidupannya, harusnya Kiki lebih paham terkait fenomena nikah siri di kampungnya. Bukankah dirinya yang tinggal di tempat ini bertahun-tahun?     

Akan tetapi kiki sendiri sejujurnya tak pernah memikirkan hal-hal sampai se detail itu.     

"apa aku perlu memberitahumu? Aku, lulusan sorbonne university fakultas Humaniora," sombong Thomas.     

"Oh, Universitas Subroto kota sebelah,"     

"Ya elah, sorbonne," kata ' sorbonne' dilafazkan Thomas menggunakan intonasi Prancis. Kiki mengerutkan ke dua alisnya, "Ah, terserah kau lah.." imbuh Thomas.     

"Sorbonne di luar negeri ya?" Thomas tersenyum akhirnya lawan bicaranya paham juga.     

"oui, à paris, france. ville romantique avec icône de la tour eiffel"     

(ya, di paris, perancis. kota romantis dengan ikon menara eiffel) senyum Thomas mengembang setelah memamerkan kemampuan berbahasa Prancis.     

"kamu sengaja menggangguku lagi? Menggunakan kalimat anehmu," tangan Kiki terangkat memukul lengan atas Thomas. Lelaki tersebut tertangkap mata bapak mengelus lengan bekas pukulan putrinya.     

"Nak, Sebenarnya kamu siapa? Dulunya tinggal di mana? Apa keluargamu tidak mencarimu?" ini suara bapak. Menggetarkan dada Thomas. Dari ketiga pertanyaan bapak. Tak satu pun Thomas mampu menjawabnya.     

Lelaki berambut sebahu tersebut, spontan terbungkam dalam diam dia tidak tahu harus menjawab apa.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.