Ciuman Pertama Aruna

III-128. Beritahu Padanya Aku Masih Hidup



III-128. Beritahu Padanya Aku Masih Hidup

0"Nak, Sebenarnya kamu siapa? Dulunya tinggal di mana? Apa keluargamu tidak mencarimu?" ini suara bapak. Menggetarkan dada Thomas. Dari ketiga pertanyaan bapak. Tak satu pun Thomas mampu menjawabnya.     
0

Lelaki berambut sebahu tersebut, spontan terbungkam dalam diam dia tidak tahu harus menjawab apa.     

.     

.     

Kiki berjalan menuju jalan besar di luar kampungnya guna menemukan titik lokasi penjemputan taxi online dengan setengah melamun. Dia bahkan tidak menyadari ketika melewati sekelompok perempuan berbelanja di toko sayur teramai, suara berisik memicu kegaduhan lebih dari cukup untuk membuatnya terdorong menoleh.     

"Suaminya ganteng banget Ki.." sindir salah seorang.     

"terima kasih lo.. sudah di ajak jalan-jalan mata kita jadi jernih," yang lain mengikuti.     

Wajah Kiki memerah, memaksakan diri tersenyum ramah dari pada dapat musuh, jadi bahan gibah lebih seru, toh ngomongnya sekedar di belakang tidak akan ada efek bagi kehidupannya yang sederhana nyatanya terlalu sibuk, daripada mendapat musuh dadakan.     

Sindiran dan guyonan ringan dari para tetangga menyadarkan Kiki di sampingnya ada seseorang yang berjalan mengiringi keberadaannya. lelaki tinggi dengan paras serta postur tubuh yang jauh berbeda dari para lelaki yang pernah jumpai Kiki.     

Bukan berbeda sebab masih menggunakan alat bantu jalan. Perbedaannya lebih kepada perasaan sulit percaya lelaki setampan itu begitu nyata dan ada di sekitarnya. Kiki khawatir ia bisa menghilang tiba-tiba terhisab channel TV yang tengah tayang, lalu dirinya terbangun dari lamunan.     

Ketika makhluk itu tersenyum kepada sekelompok perempuan yang secara terang-terangan membicarakannya barulah Kiki menyadari ini bukan sekedar lamunan.     

Selepas hilangnya suara yang mengganggu perjalanan mereka, suara lelaki yang rambutnya di biarkan tergerai di terpa gerak langka tubuhnya menyapa, "apakah jawabanku ke bapak sudah benar?" dia menoleh menatap Kiki, kerutan di dahi Kiki tidak terelakkan, "aku lihat dia sedikit kecewa," lengkap Thomas     

Walaupun Kiki sempat terpesona, tapi gadis ini tetaplah seseorang yang akan dengan mudah menampilkan ekspresi apa adanya dari hasil olah otaknya, "kenapa kau berpikir seperti itu," kalimat ini meluncur secara spontan. Benak Kiki mengatakan bahwa Thomas tengah membuang waktunya dengan memikirkan hal-hal tidak penting, dan Thomas menangkap makna tersirat itu.     

"Bapak melihatku dengan tatapan nanar, sangat mengganggu," bisa di rasakan Kiki, Thomas menertawakan dirinya sendiri, "harusnya kalianlah yang lebih nanar," ekor mata naik ke atas menemukan pria yang tengah menghentikan langkahnya sebab perempuan yang jadi lawan bicaranya berhenti seketika.     

"coba kalau berani, lanjutkan kalimatmu!" garis bibir Thomas di tarik, senyumnya tersaji bersama mata menyipit setelah ujaran Kiki menggelitiknya.     

Bisa-bisanya Thomas mengatakan keluarga Kiki nanar padahal ia menumpang hidup, makan, mandi bahkan ketika ganti baju tak mampu, Kiki dan bapak yang membantu.     

"Apa aku terlalu kasar?" Thomas bertanya dan terabaikan. Kiki mendahului jalannya, ia mempercepat gerak kakinya. Seharunya Kiki tak perlu buru-buru mengingat shift jam kerjanya di atas jam satu siang sedangkan saat ini gelang jam warna perak memperlihatkan jarum pendek tepat di angka 10.     

"aku minta maaf, hanya bercanda," ulas Thomas memburu langkah kaki Kiki.     

Mereka telah sampai di halte, bukan halte biasa hanya pos tepi jalan hasil swadaya masyarakat kampung Kiki yang bentukannya menyerupai halte. Perempuan berambut hitam lebat yang di ikat sebagian rambut atasnya dan membiarkan sebagian rambut bawah tergerai sehingga ikatan menumpu dan jatuh bersama memanjang legam.     

Baju pegawai mini marketnya mengikuti bentuk tubuh, membuat perempuan tersebut terlalu berisi. Thomas berhasil menyusul, melepas sweater dari tubuhnya lalu memastikan lubang leher baju tertarik lebar, tanpa aba-aba masuk melewati kepala Kiki, "Apa-an sih," mata itu menyala menangkap perilaku Thomas, seenaknya.     

Pemuda yang sejak kedatangan Kiki setia mengamati akhirnya mengalihkan pandangan setelah beradu mata dengan Thomas.     

"pakai!" pinta Thomas.     

"sebentar lagi kota ini panas," gerutunya, "apa ini yang namanya Fashion," mulutnya menggerutu, tapi tangannya bergerak menuruti permintaan Thomas, menyusupkan lengannya ke dalam lengan baju Thomas.     

"Aku selalu mengenakan luaran supaya terhindar dari debu dan terhindar dari polusi pikiran kotor," kejengkelan Thomas terasa dari kalimatnya. Kiki yang belum menyelesaikan satu lengan baju sempat tersangkut dalam diam karena monolog Thomas yang aneh.     

Giliran telah usai melengkapi tubuhnya dengan balutan baju sweater Thomas. Kiki memilih meredam gerah hati yang disebabkan Thomas. Kiki tidak mengerti Kenapa ia ingin sekali menendang kaki Thomas, mungkin karena kebohongan -lelaki yang saat ini melepas penyangga tubuhnya dari ketiak untuk duduk pada besi memanjang bekas tempat duduk kiki- menyatakan dirinya seorang istri.     

Kiki perlu pergi sejenak untuk meredam kesal hati, ia membeli pentol yang dijajakan pada pinggiran replika halte. Saat kiki kembali Thomas memindahkan alat bantu jalan untuk ia pegang. Sejenak Kiki sempat menyadari pria itu sengaja membuat blokade dari pendatang yang ingin duduk. Dengan alat bantu jalan Kiki mendapatkan tempat duduk.     

Keduanya beriringan menunggu taksi online yang lambat datang.     

"Sampai mana? Masih jauh?" ini pernyataan Kiki, menyodorkan plastik berisikan bulatan-bulatan daging campur tepung ke tangan Thomas.     

"Entahlah, sepertinya kena macet," pria itu sempat melirik handphone yang menyajikan map perjalanan taksi online.     

"bapakku tidak memandangmu nanar," celetuk Kiki menusukkan tusuk gigi pada salah satu bola daging detik berikutnya bola daging tersebut masuk penuh ke dalam mulutnya, mengembungkan pipinya sebelum terkunyah.     

Awalnya Thomas melihatnya karena tergelitik oleh kalimat yang di ujarkan Kiki, kini ia lebih tertegun dengan cara makan Kiki yang unik. Thomas mengamati pentol pada ujung tusuk gigi yang ia pegang. Thomas sudah memakannya, dia sudah menggigit bulatan besar itu dua gigitan akan tetapi masih ada yang bersisa di ujung tusuk giginya. Sedangkan yang baru di lihat ialah perempuan yang makan sekali kunyah.     

"Bapak hanya khawatir padamu, kau ternyata tidak punya siapa-siapa, yah walaupun kaya, tapi punya keluarga walaupun menyusahkan, Ya..h kadang kala -kau tahulah maksudku," ucapan penuh kehati-hatian versi Kiki tidak di dengar lawan bicaranya.     

Kiki tidak tahu lelaki di sampingnya tengah berkonsentrasi mencoba cara makan metode baru. Masukkan satu bulatan besar langsung ke dalam mulutnya, penuh, mencekiknya sendiri.     

"Thomas kau tak apa-apa?" wajah pria itu memerah, memegangi lehernya.     

Kiki menepuk punggungnya secepat kilat tapi belum berhasil, giliran tepukan kedua yang lebih dahsyat bulatan daging keluar dari mulut Thomas meluncur dan menggelinding mengarah ke tengah jalan raya.     

Wajah Merah Thomas menggambarkan betapa tersiksa nya pria tersebut sebab bola daging.     

Kiki tertawa renyah melihat kekonyolan Thomas.     

Sedangkan Thomas sendiri memperhatikan kiki dengan cara aneh, perempuan di sampingnya bisa tertawa sambil mengunyah satu bulatan daging besar. Metode makan yang terlalu luar biasa, karena Thomas tak bisa menirukan nya.     

"Sekarang aku tidak merasa sendirian," ini jawaban Thomas untuk pernyataan Kiki, "ada kalian,"     

Kiki tersenyum menyajikan gigi gingsulnya, "jadi, kau sudah menganggap kami keluarga?"     

"Kalau boleh," Kiki mengangguk beberapa kali selepas mendengar ucapan Thomas. Tepat di saat pria itu berdiri mengarahkan telunjuknya pada mobil hitam yang menyajikan sopir taksi online -buru-buru keluar mengumandangkan kalimat maaf sambil membuka pintu mobilnya-.     

"kalau aku keluargamu, belikan aku motor baru, nanti aku ganti uangnya, tapi pakai cicil ya.." rayu gadis tersebut memburu Thomas menyusup ke dalam pintu mobil.     

"tentu saja, aku minta KTP mu karena ingin membelikanmu motor, dan tidak perlu dicicil,"     

"Aku tidak punya uang untuk bayar cash," mobil hitam menembus jalanan kota bersama diskusi ringan mereka.     

"Gratis, untuk istri siri ku," ujaran Thomas mencuri perhatian, sopir di depan sempat menatap keduanya dari celah spion di atas kepala.     

Dan tentu saja, bukan kiki namanya Kalau pria di sampingnya tidak mendapatkan pukulan di kepala.     

.     

.     

"kiki, motormu kemungkinan akan tiba sore hari, selepas ini Aku bakal langsung menuju dealer," Kiki mengangguk mendengarkan monolog Thomas.     

Perempuan tersebut sempat menoleh ke belakang, di balik deretan kaca minimarket tempatnya bekerja. Teman-temannya mengintip Kiki.     

"aku harus masuk, makasih sudah ngantar,"     

"Yah.. dengan senang hati," pria itu membalik tubuhnya dia meninggalkan Kiki. Hanya tiga langkah sebelum akhirnya berbalik memanggil nama Kiki.     

"apa?"     

"Kalau hari ini, sampai tengah malam aku tidak kembali, pergilah ke Djoyo Rizt Hotel lantai 5, temui CEO yang instagram-nya aku tunjukkan kemarin, beritahu padanya aku masih hidup,"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.