Ciuman Pertama Aruna

III-129. D103 melekat kuat



III-129. D103 melekat kuat

0"Kalau hari ini, sampai tengah malam aku tidak kembali, pergilah ke Djoyo Rizt Hotel lantai 5, temui CEO yang instagram-nya aku tunjukkan kemarin, beritahu padanya aku masih hidup,"     
0

Punggung lelaki yang baru saja menyampaikan pesan serupa wasiat masih enggan terlepas dari pengamatan. Kiki masih berdiri di tempatnya dan teman-teman gadis tersebut sama setianya mengamati kedua insan terpisah. Hingga salah satu berjalan menggoyang tubuh Kiki, menangkap punggung perempuan tersebut dari arah belakang mengakibatkan Kiki tersentak.     

"Aku rasa dia bukan temanmu?" pertanyaan teman Kiki tak terjawab. Gadis itu tersenyum kecut. Matanya masih setia mengamati pria yang berjalan dengan alat bantu tengah menyeberang jalan raya lalu berbelok menuju ke arah kanan dan akhirnya menghilang.     

Dada Kiki terasa kosong sekian detik, ada tasa takut yang menjalar meminta pemiliknya memberikan penjelasan. Nyatanya tidak semudah itu menemukan jawaban.     

.     

.     

Lelaki berambut sebahu memesan taksi online kedua kalinya. Di akhir perjalanan taksi online lelaki tersebut terlihat memasuki dealer motor, tak butuh waktu lama langkah kaki pincang muncul ke keluar.     

Motor warna hitam matic keluaran terbaru menjadi pilihannya. Menggantikan warna merah yang sebelumnya di lepas perempuan yang ingin ia balas jasa-jasanya. Gadis berambut hitam lebat tersebut tidak suka mendengar ucapan terima kasih, ia harap terima kasih dengan cara begini lebih ia sukai.     

Taksi online membawa untuk ketiga kalinya menuju timur kota berhenti sejenak di Mall yang dulu pernah ia datangi. Segepok uang kembali memasuki tasnya. Tas tersebut dia tenteng di punggung dan pria berambut sebahu meminta sopir taksi memutar kendali mengarah ke arah utara kota. Butuh waktu dua jam untuk sampai. Taksi online warna putih tiba pada tempat yang di inginkan penumpangnya.     

Pasar kumuh tepian dermaga membuat sopir taksi kesulitan tatkala harus berdesakan dengan kerumunan penjual yang meluber tumpah ruah di jalanan. Thomas keluar menyerahkan uang tunai pada sopir taksi yang wajahnya sempat penuh emosi. Dia menambahkan kelebihan sampai pria berwajah kusut menarik bibir lalu melunjurkan sapaan dari balik jendela kaca yang di turunkan khusus untuk Thomas: "Tanks bro!" lalu mobil itu merangkak berusaha keluar dari gelombang manusia menjajakan dagangannya dan berburu belanjaan.     

Menggunakan penyangga di ketiaknya, kaki tak sempurna milik Thomas sempat menarik perhatian. Namun tidak pada wajahnya, pria tersebut melapisi mulut dan hidungnya menggunakan buff hitam, rambutnya tergerai dan sebuah topi menenggelamkan seluruh raut mukanya. Dia tak dapat di kenali sebab penutupnya yang rapat.     

Thomas berhenti sejenak setelah mendapati jaket hitam parasit tergantung di depan. Jual beli terjadi antara dirinya dan pedagang, sweaternya di bawa Kiki jadi lelaki tersebut merasa perlu membeli pembungkus tubuh sebab melapisi dirinya dengan jaket sebagai sarat utama tak terendusnya transaksi berikutnya. Thomas mengamankan identitasnya.     

.     

Thomas masuk kian dalam di tengah-tengah pasar kumuh dekat dermaga. Jika orang berpikir tentang jual beli ikan, salah besar. Pasar ini menjual segalanya –segala barang dari luar- bahkan yang tak terpikirkan orang lain. Termasuk benda yang di buru Thomas.     

Pria tersebut mendekati gudang kosong di tengah-tengah pasar. Gudang yang dulu sempat menjadi markas jual beli baju bekas dari luar negeri, kini tengah di bekukan sebab oknum tertinggi di tangkap oleh pihak bea cukai. Bisnis tersebut mati suri akan tetapi tidak untuk bisnis yang sesungguhnya.     

Thomas membuat kode dengan mengetuk pintu besi 10 kali, ketukan berpola tiga satu tiga satu dua, selanjutnya Thomas melempar keresek hitam berisikan uang tak lama seseorang keluar dari pintu besi, "apa yang kau inginkan,"     

"Apa yang akan aku dapatkan?" tanya Thomas pada lelaki yang penampilannya sejenis dengan dirinya. Berwarna hitam dari ujung rambut hingga ujung kaki. Terbungkus sempurna tanpa wajah yang bisa dikenali.     

"Aku lihat uangmu tak banyak, bisa kau imbuhkan? Kupastikan kau mendapatkan yang terbaik," lawan bicara Thomas berjalan lebih dekat.     

"HS-9, aku menginginkan itu, dan kutahu harganya sesuai uangku,"     

"Ha.. haha, mustahil, HS-9 terlalu mahal," dia menyela.     

Sejenak pria tersebut terdiam, Thomas menyadari dua orang muncul dari sisi belakang.     

"Berikan tasmu! ada yang lain di tasmu,"     

"tak ada," Tas punggung Thomas ditarik oleh salah seorang dari arah di belakang. Mereka tidak tahu Thomas sudah menduga hal ini bakalan terjadi, ia menyelipkan uang di jaket dan celananya.     

Dua orang memeriksa, mengesalkan, mengeluarkan seluruh benda yang ada di dalam tas Thomas. Benar, tak ada apa pun yang mereka inginkan.     

"Kembalikan tasku! Kembali di punggungku!" gertak Thomas. Tawa itu muncul -sangat mengganggu.     

"Aku bisa memberimu yang lain, HS-9 sepertinya masih mustahil,"     

"baiklah, aku pergi dari sini, kembalikan uangku,"     

"beraninya kau!," gertak yang ada di belakang.     

"kita bertransaksi, jual beli, bukan intimidasi, aku bakal membeberkan perlakuan kalian kepadaku," mendengar kalimatnya Thomas, tawa ke tiganya terdengar.     

"sebelum kau keluar dari pintu itu, itu," tangan lelaki di depan Thomas menunjuk-nunjuk pintu, "tentunya nyawamu masih ada," yang sedang memegang uang Thomas, melempar celetukan ringan.     

"Aku bukan orang bodoh, datang kemari sendirian, mengajukan transaksi secara percaya diri tanpa latar belakang apa pun. Itu mustahil -iya kan?" wajah ketiganya tertangkap saling melirik, bingung bercampur curiga.     

"Apa kalian lupa kode apa yang aku gunakan? 3 1 3 1 2," Thomas menarik bibirnya, dia tersenyum ramah di tengah-tengah bahaya mengancam. Bukan Thomas kalau ia tiak pandai pengaruhi lawan bicaranya.     

"Sial! Panthera," desis salah satu dari mereka. Merapikan kembali tas punggung Thomas. Lalu menyerahkan dengan ekspresi penyesalan kepada lelaki berambut sebahu.     

Giliran Thomas mengenakan kembali tas punggungnya, lelaki yang di depan menyerahkan bungkusan berupa plastik sederhana yang warnanya sejenis aura merek, hitam. Thomas membuka sejenak, senyum hangat itu muncul di tengah-tengah transaksi berbahaya. Sungguh ganjil, "salam pada openg," Thomas menyebut bos mereka.     

Lalu pria berambut sebahu mengeluarkan HS-9, ia mengamati setiap inci barang tersebut. Menghitung jumlah peluru yang ia butuh kan, "berikan aku bonus tambahan," Thomas membuat penawaran sekali lagi. Tidak Aneh ketika salah satu dari ketiga orang berbaju serba hitam kembali masuk pada pintu besi. Lalu keluar membawa apa yang diinginkan Thomas.     

"Tanks bro!" Thomas menirukan gaya bicara sopir taksi yang sempat menggerutu kepadanya sebab terpaksa mengantarkan ia ke tempat nan jauh, kumuh, penuh dan sesak.     

.     

"Kenapa kau berikan pelurunya cuma-cuma?" sempat terdengar protes seorang dari mereka yang merasa rugi atas keberuntungan Thomas.     

"Dia dari Panthera, mudah baginya melenyapkan kita," gumam salah satu.     

***     

"Hendra.." perempuan terbangun dari tidurnya, akhir-akhir ini tidurnya sering kali tak jenak.     

Sekalinya, tak ia dapati suaminya perempuan tersebut akan terbangun dan terduduk berkeringat dingin, merasa tubuh serta seluruh ruangan mendingin.     

Ajudan perempuan bergerak menyalakan lampu supaya lebih terang, "nona, ada saya di sini,"     

"Ke mana suamiku?"     

"Beliau bekerja saat Anda tertidur," jawaban ajudan membuat mata perempuan menerawang.     

"Apa Hendra.. tiap malam selalu seperti ini?"     

"Maksud nona?"     

"meninggalkanku, dan menyelesaikan pekerjaannya,"     

"anda tahu beliau baru saja mendapat mandat sebagai presiden direktur, sulit baginya melepas tanggung jawab. Aku rasa nona tahu maksud saya?"     

Aruna terdiam cukup lama, sebelum akhirnya ia meminta air putih pelepas dahaga.     

"Setahu saya, tuan muda akan meninggalkan anda sejenak di kamar ketika beliau mendapat tamu," suara Susi seiring tegukan air mengalir di tenggorokan Aruna.     

"jadi malam ini ada tamu?" Susi mengangguk.     

"semalam ini ada tamu?" sekali lagi Aruna bertanya.     

"tidak ada pilihan lain, aku rasa seperti itu yang saat ini ada di benak tuan muda. Beliau sudah mengabarkan kepada semua anak buahnya tidak bisa ditemui pagi hingga istrinya tertidur di malam hari," monolog Susi menghentikan perempuan meneguk air putih pada gelas kaca yang kini di genggam Aruna.     

"Sampai sebegitunya," suara ini bervolume rendah hanya untuk seorang diri.     

***     

Komplek cluster yang sama, blog nya berbeda. Pembawa HS-9 menurunkan dirinya tidak jauh dari rumah yang ia incar. Thomas meninggalkan taksi online ke empat kalinya. Pria itu membuat keputusan besar. Keputusan yang di rancang dalam kenestapaan, tatkala harus terbaring seorang diri di atas ranjang berseprai lusuh tanpa mampu bergerak.     

Dia masih mengingat salah satu di antara dua orang pelaku yang mendorong tubuhnya jatuh dari atas jembatan meluncur pasrah menuju dasar air berarus deras.     

Darko manusia berkode D103 pelaku yang melekat kuat pada ingatan Thomas.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.