Ciuman Pertama Aruna

III-130. Malam Pekat, Legam



III-130. Malam Pekat, Legam

0Dia masih mengingat salah satu di antara dua orang pelaku yang mendorong tubuhnya jatuh dari atas jembatan meluncur pasrah menuju dasar air berarus deras.      
0

Darko manusia berkode D103 pelaku yang melekat kuat pada ingatan Thomas.      

.      

.      

Intuisi Thomas menuntun dirinya memasuki pelataran kluster mewah, semewah miliknya. Kluster ini dulunya milik perempuan yang berstatus sama dengan dirinya -pimpinan salah satu unit lantai D-. Divisi khusus yang akhirnya usang dan tak lagi berfungsi sebab pimpinannya pergi.      

Thomas akrab dengan rumput-rumput tebal nan basah yang sengaja di pelihara di depan cluster tersebut. Kran kecil yang berfungsi menyemburkan rintik air spontan menyala, menari, meloncat kecil-kecil dari dalam selang yang tersembunyi sempurna di tengah-tengah rerumputan. Gelombang rintik air itu berputar-putar tatkala Thomas hadir menginjak tepian rumput untuk menjangkau sisi samping kluster.      

Dia mengendap, mengeluarkan HS-9 dari tas punggungnya dan sejalan berikutnya di selipkan ke dalam jaket guna mempermudah meraihnya. Tiada yang tahu apa tujuan Thomas hari ini, matanya tak melambangkan keinginan membunuh. Wajahnya tetap damai, langkahnya tetap santai.      

Tapi bukankah Thomas lelaki yang pandai memanipulasi ekspresi, negosiator ulung mengandalkan mimik wajah berupa gerak mata dan senyuman hangat untuk mengoptimalkan kemampuannya berkomunikasi. Otak manusia tidak hanya menangkap ungkapan. Otak manusia menangkap bahasa dan bahasa hadir dari semua informasi yang di tangkap ke lima indra: mata, telinga, rasa lidah bahkan suhu, dan aroma. Thomas pandai memanipulasi kelimanya.      

Tiap-tiap kluster di tempat ini dindingnya di dominasi kaca termasuk yang kini ia datangi. Thomas menyusup dari barat daya dia melihat ruang di dalam dari balik tembok penyangga di antara dua kaca lebar.      

Tidak ada siapa-siapa di dalam, Thomas hendak masuk. dia tahu pintu lain selain yang berada di depan. Pintu teras samping, tempat yang tepat untuk masuk. Saat langkah kaki pincang tersebut berhasil menapaki bagian dalam kluster, Thomas mendengar decit sepatu kedatangan.      

Langkah seseorang melepas sepatu dan berjalan, langkah tersebut memasuki ruang bagian depan dan tentu saja Thomas segera menyelinap ke dalam bilik-bilik pantri lokasi paling dekat dengan keberadaannya.      

"Darko?" Ini suara perempuan -tidak asing-. Perempuan yang menjadi buruan Thomas ternyata ada di tempat. ini dia seseorang yang paling Thomas inginkan untuk di tangkap dengan tangannya sendiri.      

Thomas meletakkan alat bantu jalan ke bagian bawah pantri. Ia merapat menaikkan tubuhnya ke atas, mengeluarkan senapannya, "sial," seorang pria datang dari lantai atas menyusuri tangga, terpaksa dia menyusup ke dalam pantri lagi.      

"Darko, ini buat kamu. Lama tak jumpa.. bagaimana kabarmu?" terdengar suara perempuan. Detik berikutnya suara TV dinyalakan. Kemungkinan besar perempuan tersebut duduk di sofa lalu menikmati tayangan televisi.      

"Terima kasih nona," tampaknya ini Darko. Ada langkah kaki berjalan mendekati pantri.      

"Itu brownies, buka saja langsung, spesial untukmu, aku tahu kau suka -yang sweet," suaranya santai, sangat familier.      

Dan Darko mengurungkan niatnya, berbalik menjauhi pantri.      

Thomas kembali memunculkan kepalanya dari bawah pantri. Perempuan berbaju putih hanya kelihatan bagian punggung dan kepalanya. Darko terlihat dari sisi samping, pria itu membuka bungkusan brownis hitam legit dan seperti biasa mata kosong itu mengamati makanannya dengan tatapan kekosongan. Manusia yang di hapus memori masa lalunya kemudian di jadikan pelayan tanpa kemampuan melawan, tunduk dan patuh pada perintah tuannya.      

"Darko, Apa yang kau lakukan di kluster ini? Sendirian. Apa  kamu tak bosan?" tanya perempuan. Thomas kembali mengeluarkan senjata apinya mengarah kepada perempuan yang kini tengah memainkan rambutnya.      

_Tunggu! Mengapa ada cincin? kelingking Nana?_ gumam Thomas berusaha mengenali cincin pada kelingking perempuan yang tengah memutar-mutar rambutnya.      

"Anda sering datang dan meminta saya bermain game pemburu, saya tidak mungkin bosan," entah apa yang terjadi pernyataan Darko membuat perempuan tersebut terenyak.      

"Game pemburu? Oh kau masih kesulitan membedakan diriku dan saudaraku, -ya.." Perempuan yang memainkan rambut kini meraih brownies lalu menggigitnya.      

Thomas memunculkan kepalanya lebih ke atas, dia mudah sekali mengamati perempuan yang mendorong telunjuknya menarik perlahan pematik pistol.      

***      

Berkas di tangan Presdir ter amati matang. "Nomor Polisi tiap kendaraan sudah sesuai?"      

"kami mengawasi mereka cukup lama, tidak salah lagi mobil sport Millennium Pagani Huayra V12 720-hp yang anda amati. Mobil yang membuntuti nona saat saya mengantar nona menuju tempatnya mengajar (III-36. Kilatan Cahaya Merah)," ujar Herry pada Hendra. Hendra kini tengah memastikan setiap temuan yang disajikan tim bentukannya tidak salah sasaran. Mereka masih berada di ruang yang sama.      

Ruang kerja Mahendra, rumah induk dan malam pekat.      

Kepekatan malam ini menjadi-jadi bersama mendung yang menutupi hamburan bintang di luar sana.      

Pekat melambangkan tiap hati yang tengah bergulat dengan mental. Masing-masing dari mereka tengah berkeringat dingin, sebab malam ini akan menjadi sepak terjang pertama Black Pardus, aksi perdana mereka. Bukan takut atau tak mampu meringkus sasaran. Mereka lebih takut 'gagal' di hadapan pemimpin yang benar-benar menaruh kepercayaan.      

Mahendra melempar pertanyaan keduanya, "jadi orang ini yang menyerangku di mansion sky tower?" dia tahu sudah ada jawaban pada berkas tersebut, termasuk sejumlah fakta pendukung.      

Kelima anggota Black Pardus mengangguk, anggota yang di bentuk sesuai saran Mahendra. Herry mendekati beberapa ahli pada divisi yang terdapat di lantai D.      

Bahkan Tim Vian, kumpulan para penyidik internal. Menjadi anggota kelompok yang menggambarkan hewan bertaring tajam dengan warna hitam pekat, legam.      

"Saya tidak tahu apa keinginan Barga, mobil yang anda amati, -anda pasti sudah tahu koleksi siapa?" Satu-satunya anak tarantula yang mengoleksi sport Pagani ialah Rey Barga.      

Herry menatap Jav, bagian divisi Vian.      

Jav melanjutkan penjelasan Harry, narasi kejadian dalam laporan yang di baca tuannya adalah hasil kejelian khas divisi internal termasuk investigasinya bersama black Pardus, "setelah sidang perceraian Anda berakhir. Orang-orang Barga diam-diam masih membuntuti nona. Berapa kali mencoba menemui nona, mungkin dia ingin memastikan keberadaan nona setelah tak lagi tinggal di atap surat ajaib, hipotesis saya tidak jauh-jauh dari rasa kecewa mengetahui nona kembali kepada Anda," Hendra mengamati foto salah satu ajudan pribadi Rey Barga.      

"Yakin dia orang yang sama?"      

"Tentu," Jav menambahkan, ikut mengemati berkas yang tergeletak di hadapannya. menunjukkan motor yang dulu di amati Mahendra. Motor yang membawa pergi melarikan diri, penyerang yang sempat dihantam mata biru menggunakan lampu tidur berbahan batuan marmer.      

"anda ingin kita membunuhnya atau sekedar menangkapnya?" Rolland bertanya, lelaki itu menelungkup tangannya jadi satu. Orang-orang Raka punya minat lebih ketika mendapatkan kesempatan menghabisi seseorang.      

"Kau tahu prinsip kita?" gertak Mahendra.      

"maaf tuan," Rolland menundukkan kepalanya. Seperti aturan yang dibuat oleh tetua Wiryo, Mahendra pun seolah terdoktrin, tak memiliki keinginan melanggarnya.      

Pada masa kepemimpinan Wiryo, Pria tua yang menjabat bertahun-tahun tersebut memiliki peraturan mendasar. Baik itu tentang melawan musuh maupun bertahan dari musuh. Tidak adanya nyawa yang melayang dari kedua belah pihak tanpa alasan jelas, urgent dan tidak ada pilihan lain. Dasar yang menjadi pembeda antara hitam dan putih. Doktrin itu menyusup dan bersarang di kepala masing-masing penghuni lantai D termasuk Mahendra. Ciri khas Djoyo Makmur Group untuk bertahan tanpa dukungan power structure.      

"Aku mau kalian mengambil ajudan terdekat Rey, satu persatu sampai dia merasa mendapatkan ancaman, kalau perlu buat dia frustrasi seperti yang di alami istriku," Mahendra meletakkan barkas dari tangannya. Mata biru mulai membaringkan punggung pada kursi nyaman yang ia duduki, dengan kaki kanan terangkat dan bertumpu pada kaki kiri.      

"Setelah Rey aku mau mengakuisisi department store keluarga Salim, kau sudah take over pekerjaan Thomas?" Mahendra mengarahkan matanya kepada Wisnu.      

"Saham anda berkembang pesat di sana, hanya butuh sedikit lagi permainan, aku yakin hanya satu sentilan masalah yang mampu menurunkan saham. Mereka saya prediksi bakal merindukan suntikan modal ke lima anda," Hendra tersenyum senang mendengar laporan Wisnu.      

"Perlu di garis bawahi, Aku tidak ingin menghancurkan mereka, terutama keluarga Salim yang di pimpin perempuan. Aku mau merapatkan mereka menjadi kolega resmi Djoyo Makmur Group," kembali mata biru berujar.      

_melepas pengaruh tarantula yang tidak memberikan efek banyak pada keluarga salim_ Mahendra.      

"Ya tuan," Jawab Wisnu.      

"Rayu dia melalui dokter pribadiku Tio," Hendra mengarahkan mata pada Rolland, "kalian masih membantu Tio?"      

"Dokter Tio bukan lagi menjadi kekasih belakang layar Tiara, sepertinya di capek di teror keluarga Salim," ini kalimat Rolland      

"Ah' kasihan sekali," balas Mahendra. Tak lama kemudian mata biru memikirkan sesuatu.      

"Bawa Tio ke padaku, lama aku tidak menemuinya (setelah Hendra di nyatakan sembuh)," Hendra masih menatap Rolland.      

Berikutnya seorang ajudan membuka pintu, tergesa-gesa membisikkan sesuatu ke dalam telinga Mahendra.      

"Sial! Wiryo, kenapa dia menuju kemari,"      

"Persiapkan Diri Kalian!" kumpulan pria berbaju hitam bangkit.      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.