Ciuman Pertama Aruna

III-131. Hujan Memburu Malam



III-131. Hujan Memburu Malam

0"Game pemburu? Oh kau masih kesulitan membedakan diriku dan saudaraku, -ya.." Perempuan yang memainkan rambut kini meraih brownies lalu menggigitnya.     
0

Thomas memunculkan kepalanya lebih ke atas, dia mudah sekali mengamati perempuan yang mendorong telunjuknya menarik perlahan pemantik pistol.     

"Kau lupa aku pernah pamit padamu pergi ke Milan?"     

Deg.     

Klatak     

Gesekan terjadi antara tangan pria penggenggam HS-9 dengan meja pantri. Menyulut kecurigaan seseorang. Thomas kembali merunduk, menyusup ke dalam, mendekam di bawah meja pantri.     

Lelaki kosong di ujung sana spontan menatap sumber suara. Matanya tajam menyorot, menyala, bergerak bangkit dari duduknya.     

Tangan perempuan menariknya Darko supaya duduk, "ada apa?"     

"Ada suara nona," lawan bicara Darko ikut menoleh ke sumber suara yang berada di belakang punggungnya.     

"Tidak ada apa-apa??" perempuan berambut panjang tersebut sempat merapikan gerai rambutnya. Kibasan kecil dari tangan lentik berkuku panjang.     

Di balik pantry pria berambut sebahu merangkak perlahan menggapai tepian meja pantry ia merasa perlu memastikan banyak hal. Salah satunya memastikan siapa perempuan yang tengah duduk dan berbincang dengan Darko.     

Darko terdiam lama tak bergerak, dia masih mengamati pantry, "nona, saya naik ke atas," suara ini rendah hanya untuk tuannya.     

Perempuan yang ia panggil nona dianggap satu orang yang sama pada ingatannya yang rendah. Padahal tuanya terdiri dari dua perempuan berbeda. Sebelum Leona berangkat ke Milan. Darko sengaja dia bebaskan sebagai tahanan lantai D, tujuan Leona untuk di jadikan penjaga kakaknya, Nana. Ia menyugesti lelaki ini sama seperti yang ia lakukan dahulu. (Season 1, brainwash)     

Darko beranjak. Lelaki di tepian pantry menyadari hal tersebut sesuatu yang tidak baik untuknya. Ketika Darko tertangkap mencapai tangga pertama, yang artinya dia akan naik ke lantai atas. Hal tersebut ditangkap Thomas sebagai ancaman nyata, Darko bakal mudah melihat keberadaan Thomas.     

Thomas bangkit dari persembunyiannya, "Angkat tangan kalian!" suara ini menggelegar.     

Malam pekat, di mana awan menutup seluruh taburan bintang di langit. Menjelma menjadi hujan.     

Perempuan yang terduduk. Otomatis bangkit. Kedua tangannya diangkat.     

Hal yang sama juga dilakukan oleh Darko. Tapi pria dengan identitas palsu tersebut sempat menggerakkan kakinya untuk naik dengan cara mundur.     

"Dor!!"     

"Argh" Thomas sempat menembak anak tangga di bawah kaki Darko supaya pria itu tidak bergerak. Mendorong perempuan yang tengah ia todong berteriak lalu merunduk bersembunyi di bawah sofa.     

"Dor!!" sofa pun tertembak. Hingga busa di dalamnya keluar, menghambur. Sekali lagi suara teriakan tidak bisa terelakkan. Thomas bergerak lebih dekat. Konsisten mengarahkan HS-9 menuju keberadaan Darko. Sebab pria tersebut masih berusaha bergerak naik. Namun tertahan karena todongan Thomas.     

"nona," ini suara Darko memanggil sang nona yang tengah ketakutan.     

"keluar kau!!" gertakan Thomas terdengar. Giliran Thomas akan menembak sekali lagi sofa. Perempuan yang merunduk di bawah sofa bangkit dengan kedua tangan naik ke atas.     

Suara hujan yang riuh di luar, menyajikan perempuan bangkit dengan kepala merunduk. Dan pelan-pelan kepala tersebut terangkat, rambut-rambut halus itu tersingkap. Thomas lah yang lebih terpana.     

"Thomas.." perempuan tersebut terkejut bukan main.     

"Leona??" sang pria lebih terkejut dari dugaan siapa pun. Keterkejutan ini mengakibatkan penodong sempat lengah.     

"Thomas.." Sang Perempuan mengabaikan tangan terangkat. Dia menurunkan tangannya lalu bergerak mendekati Thomas.     

"mundur!" suara Thomas sejalan dengan gerakan meluruskan lengan. Perempuan bernama Leona kembali ditodong Thomas, jarak dekat.     

"Thomas, syukurlah kau masih hidup," mata perempuan semburat merah, ia berkaca-kaca. Rasa syukurnya atas keberadaan Thomas terlihat tulus dan nyata.     

"Mundur atau kau akan kubunuh sekarang juga!" Thomas memastikan dirinya tidak terpengaruh. Lelaki berambut panjang ini sedang berkecamuk. Antara isi kepala yang mewakili pikirannya, dengan debaran dada yang mewakili denyut di hatinya.     

Tangis Leona pecah mendengar lelaki di hadapannya berhasrat ingin pembunuhnya, dia tidak bisa berbuat apa-apa selain mundur beberapa langkah ke belakang, "Thomas.." panggilan ini cenderung terdengar rintihan, "Apa yang terjadi padamu? Kenapa kau seperti ini?"     

"aku tahu sekarang, selama ini hubungan kita tidak lebih dari rekayasamu" Thomas sempat mengambil jeda untuk bernafas, sebelum ia kembali meneriakkan kemarahan, " kau merekayasa otakku demi memuluskan keinginanmu, dan kakakmu," monolog Thomas dingin, menderu, menghantam dada perempuan. desiran hati di antara keduanya layaknya angin yang kini tengah berpadu hujan menyerupai suasana di luar ruangan.     

"kau bilang apa Thomas!" ini suara perempuan yang penampakannya kian jelas, Leona kembali berjalan mendekat.     

"Sekali kau mendekat akan ku tembak kau!"     

"Tembak saja kalau kamu menginginkan itu!"     

Bola mata Thomas melebar, pria ini terkejut dengan ungkapan Leona.     

Ada yang salah, tapi apa? hancur, pasrah dan tangisan tersiksa di tunjukkan Leona.     

_tidak Thomas! selama ini otakmu sekedar di modifikasi.. tidak.. ini tidak benar.. cintanya dan cintamu. Shit!_ Thomas mengumpati dirinya sendiri.     

"Persetan!" pria ini memutuskan membunuh perempuan yang ada di hadapannya.     

"kalau akan menembak nona! Kau akan mati di tanganku!" Darko menuruni tangga. Menodongkan laras panjang kepada Thomas. konsentrasi Thomas sempat terpecah sehingga pria itu berhasil menggapai senjatanya di lantai 2.     

Saat ini yang terjadi, senapan Darko mengarah pada Thomas. Begitu juga sebaliknya Thomas menodongkan pistolnya ke arah Leona.     

Ketiganya tidak bergerak, hingga perempuan di antara dua pria berujar, "Kenapa kamu ingin membunuhku, Thomas?" Air matanya masih meleleh, rasa syukur melihat Thomas yang masih hidup tidak sepadan dengan keinginan Thomas membunuh dirinya.     

"Apa kamu lupa Thomas, Aku Leona, kita punya rencana menikah -bukan? Kau sedang berusaha merayu tetua supaya berkenan memulangkanku, kau lupa itu?" Leona terlihat kacau detik ini. Mengamati kaki Thomas tak mampu berdiri sempurna.     

"Heh.. hehe, aku bukan Darko yang kau hapus memorinya!" tawanya ganjil, "Darko! kau harusnya sadar, kau hanya peliharaan seperti anjing penjaga dan.. haha.. ternyata aku juga sama, sama-sama di jadikan peliharaan untuk memenuhi misi gila kalian," Suara Thomas timbul tenggelam beradu dengan hujan di luar.     

Mata Darko mengerjap, alisnya mengerut, sekian detik mengamati punggung Leona. Darko masih berada pada dasar anak tangga di belakang Leona.     

"Kau sudah gila Thomas! Mana mungkin aku melakukan itu padamu, aku sangat bersyukur kau masih hidup saat ini. Kenapa kau berpikir aku tega padamu!" pikiran Leona benar-benar kacau. Perempuan ini tahu ada yang tidak beres di antara mereka, mungkin saja berhubungan dengan kejadian sebelum ia datang.     

"jangan pura-pura!"     

"Dor!!" Thomas menembak tangan Darko yang sempat berhasrat menarik pemantik senapan.     

"DARKO JANGAN!!" Leona berteriak kesetanan.     

Darko segera bangkit. selepas ia sempat menjatuhkan dirinya untuk menghindari tembakan Thomas. Lalu buru-buru menodongkan kembali senapannya hendak menembak Thomas.     

"Darko. Lempar senjatamu," tampaknya Leona tengah berupaya untuk meluluhkan hati Thomas, "Darko! Letakkan senapan mu sekarang!"     

Thomas mengernyitkan dahinya. Menatap pria yang mendapatkan petuah dari tuannya, benar-benar meletakkan senapan sesuai perintah Leona.     

Dia tahu Leona tengah memasrahkan diri kepadanya, "sekarang, kalau kau ingin membunuhku, bunuh saja!"     

Kini Thomas lah yang terperangkap oleh rasa sabur Limbur.     

Thomas melangkah pincang mendekati Leona, pria berambut sebahu konsisten menodongkan HS-9 tepat menuju pusat kepala Leona. Perempuan itu terpejam tatkala pucuk senjata yang di genggam Thomas menapaki dahinya, Pasrah.     

Leona benar-benar pasrah.     

"bagaimana orang jahat sepertimu bisa menampilkan ekspresi se-pasrah ini," Thomas tergelitik melempar sarkas.     

"Aku tak pernah jahat pada dirimu, kau tahu itu Thomas," ini kalimat Leona seiring matanya membuka.     

Thomas tahu di ujung sana ada pria yang mencengkeram kuat kayu pembatas tangga. Andai malam ini dia membunuh Leona. Tentu saja Darko akan membunuhnya.     

Terbunuhnya tuan di hadapan pelayan setia, akan menjadikannya Ronin[1] bak Samurai kehilangan tuannya. Hal itu tentu membuat sang samurai kalap. Dia bakal melakukan apa saja untuk mengakhiri nyawa pembunuh tuannya. Entah ia sendiri berujung mati atau selamat, mereka tak peduli. Samurai tanpa tuannya, seperti manusia tanpa jiwa. Padahal Darko sendiri memang dibuat tak berjiwa selain diisi perintah Leona dan kakaknya, Nana.     

"Tapi, kakakmu memanfaatkanku. Dia bahkan membunuhku, jika malam ini aku membunuhmu dan aku dibunuh oleh Darko, kita.." kalimat Thomas terhenti.     

_ini belum impas untukku_     

***     

"Satu menit dari sekarang!" mata biru mendorong kelompok Pardus bergegas. mereka terlihat merapikan diri secepat kilat, menyelipkan benda yang harus di bawa.     

Sejalan dengan gerak langkah mata biru membuka jendela ruang kerjanya. Satu per satu kelompok beraura mencekam dengan lambang hitam, melompati jendela.     

Di luar suara hujan memburu malam.     

.     

.     

[1] Ronin atau rōshi adalah sebutan untuk samurai yang kehilangan atau terpisah dari tuannya pada zaman feodal Jepang (1185-1868).     

.     

.     

__________________________     

Syarat jadi reader sejati CPA: \(^_^)/     

1. Lempar Power Stone terbaik ^^     

2. Gift, beri aku banyak Semangat!     

3. Jejak komentar ialah kebahagiaan     

Cinta tulus pembaca yang menjadikan novel ini semakin menanjak :-D     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.