Ciuman Pertama Aruna

III-173. Kelimpungan



III-173. Kelimpungan

0"Hendra! ingat baby, tak apa.. tak masalah denganku.. tapi Argh.." sulit di percaya Hendra tak seperti biasanya, dia benar-benar memenuhi segala imajinasi liar di kepalanya. Aruna tak henti memberi peringatan dengan mengusung ujaran yang sama. Kala suaminya mengguncang tubuhnya terlalu hebat.     
0

Pagi itu berakhir dengan kegelisahan, seorang pria yang mengubur dalam-dalam dirinya di bawah rinai bulir-bulir air yang jatuh membasahi tubuh     

Dia mendekam di dalam ruang bershower hampir 1 jam. Antara tidak percaya dengan perbuatannya sendiri, dan tidak berani keluar menatap kondisi istrinya.     

"apa yang terjadi padaku?" lagi-lagi kalimat tanya tersebut yang menggiring tangan meremas rambutnya sendiri.     

"bagaimana bisa aku segila ini?" dan sekali lagi dia menutup mukanya sendiri menggunakan telapak tangan.     

.     

Aruna menemukan dirinya, setelah rasa lelah menggerogoti tubuh, perempuan bermata coklat terbangun sebab pintu kamarnya diketuk seseorang. Sayangnya tidak ada daya untuk bangkit, perempuan ini memilih diam beberapa saat, mungkin dia tengah kelelahan. Kedua telapak tangannya memegangi perut, getir menggigit bibir, mencoba mengusir sejauh-jauhnya rasa tak nyaman di bawah sana.     

Namun, Ketika ketukan itu semakin mengeras, Aruna mencoba menampak kan tangannya, mengangkat tubuhnya yang terasa redam di berapa bagian.     

"Aarh.." ada suara keluhan yang terbit dari bibir perempuan tersebut, "Kenapa aku tidak bisa bangun?" ada rasa kaku luar biasa hadir di seputar perutnya.     

Ibu yang merasakan hamil untuk pertama kalinya tersebut tersentak hebat, "Hen… Hendra... Hen.." tentu saja Hendra tidak mendengar apa pun. Lorong kamar mandi yang terdiri dari dua ruangan berpintu. Terlebih pria yang saat ini dipanggil termenung lama di bawah hujan air dari shshowerHendra tak mendengarkan suara keluhan istrinya.     

"Haaah' tolong aku.." rintihan itu terdengar pasrah, 'Kenapa aku tak bisa bergerak,' dia yang mengeluh hanya bisa mengurai gelisah, kerutan di kening berulang kali tertangkap, Aruna berusaha bangkit sendirian, seiring bunyi ketukan pintu yang melemah lalu menghilang.     

Perempuan ini baru mendapatkan pertolongan selepas lelaki bermata biru menangkap keberadaannya yang menyajikan raut muka ketakutan sebab Istrinya mengeluh tak bisa bergerak.     

"Kau kenapa sayang..??" Wajah Aruna merah dan berderai air mata, ia menggeleng tak tahu apa yang terjadi.     

"apa yang kurasakan beritahu aku!" Mahendra lekas memeriksa hal terburuk yang mungkin terjadi pada perempuan hamil, untung saja sesuatu di bawah sana tidak penampakan ada bercak.     

"Hendra perutku.." perempuan ini bicara sambil menahan nyeri.     

"maa.. " Ingin rasanya mengucapkan kalimat maaf, Apa daya ungkapan itu tak ada gunanya saat ini. Lelaki bermata biru meraba perut istrinya, ketika dia tekan sedikit, perempuannya mengernyit bukan main.     

Hendra segera mendekati telepon, ia meminta seseorang memanggil dokter kandungan yang biasa memeriksa istrinya.     

"Hen.. baju.. " pria ini menyingkap seluruh selimut yang menutup tubuh perempuan. Ia memijat beberapa kali bagian perut Aruna, mencoba memeriksa.     

"ini kram perut!" Ucapnya meyakinkan diri sendiri.     

Lalu Hendra berlari membuka kunci pintu kamar, "ambilkan baskom untukku!" tuan muda ini berteriak pagi-pagi.     

Ratna yang tadi sempat mengetuk pintu dan berniat menjalankan rutinitas paginya, membantu istri tuannya membersihkan diri termasuk membersihkan ruangan. Buru-buru menyambut permintaan tuan muda Djoyodiningrat.     

"Ratna carikan botol kaca," ucap Mahendra setelah benda yang dia inginkan sampai di tangannya.     

Mahendra kembali masuk ke dalam kamarnya, mengais sapu tangan lalu buru-buru kran air hangat dinyalakan. Dia kedapatan menyapu perut kram tersebut memanfaatkan rasa hangat yang diciptakan oleh sapu tangan tercelup air hangat.     

"tak usah tegang, rileks.. rileks sayang," ucap Hendra sesekali mengelus rambut istrinya.     

"tidak usah berusaha bangkit, atur nafasmu!" Titah Mahendra kepada istrinya yang tengah berusaha keras menghadapi rasa kram perut.     

Hendra tak hentinya membuat usapan lembut air hangat di atas permukaan perut Aruna -yang kini tak lagi rata.     

Hal pertama yang diekspresikan orang lain ketika mengamati keadaan suami istri panik tersebut ialah rasa terperangah sampai-sampai hampir saja botol kaca jatuh dari tangannya, itulah raut wajah Ratna.     

Hendra buru-buru menutup sebagian tubuh istrinya, dan Ratna berlari menuju kamar mandi. Mengisi botol tersebut dengan air hangat.     

"Ratna.. Ratna.. kau pernah hamil??" Aruna yang masih merasakan sakit di perut, ketakutan bukan main. Ini kram perut pertama kali yang dia alami.     

"tak apa nona.. ibu hamil memang sering mengalami kram perut," Ratna menenangkan Aruna. Menggunakan cara tradisional, asisten pribadi Aruna memijat permukaan perut dengan botol kaca berisi air hangat di seputaran perut nonanya. Wajah tegang tuan muda Djoyodiningrat belum luruh.     

"Tuan, bantu nona menyurutkan ketegangannya," masukan dari Ratna mendapat anggukan dari tuan mudanya, pria panik ini mirip anak kecil yang mengikuti saran gurunya. Mahendra mendekati wajah Aruna, memberinya kode cara menghirup nafas dengan benar. Sehingga lambat laun rasa nyerinya yang di sertai kaku tidak bisa berbuat apa-apa tersebut tersingkir perlahan.     

Mahendra memeluk wajah sendu perempuan, wajah yang membuatnya ingin memaki dirinya sendiri.     

"maafkan Aku.. Maaf sayang.." Mahendra tersembunyi dalam pelukan sang istrinya. Dan menyuguhkan kalimat maaf berulang-ulang.     

.     

Dikala pintu terketuk, perempuan ini tak mau pintu segera dibuka. Ia ingin mendapati tubuhnya rapi. Mahendra meringkus tubuh mungil tersebut dalam dekapan. Membawanya ke kamar mandi.     

di sisi lain Ratna bergegas merapikan kamar berantakan milik nona dan tuannya.     

Desir dada Ratna ikut berdetak, asisten rumah induk tersebut berupaya pembuang pikiran-pikiran negatif nya. Apa daya terlalu kelihatan bahwa semalam nonanya yang sakit tersebut ternyata masih sempat melayani tuan muda.     

"tok tok tok!" sekali lagi pintu terketuk terdengar, dan lagi-lagi Ratna belum bisa menyambutnya. Ratna hanya menyusupkan kepala, membuka pintu sedikit dan memberitahu bahwa dokter harus menunggu. Sebab sang pasien masih membersihkan diri. Termasuk dirinya, asisten pribadi yang secepat mungkin berupaya menyajikan ruangan bersih untuk nona dan tuannya.     

Ketika Mahendra muncul dari lorong kamar mandi. Ratna tahu lelaki tersebut mencarikan baju untuk istrinya, "Tuan Maaf saya belum sempat,-" Ratna terlihat mengganti seprei, dan terdiam ketika Mahendra menganggukkan kepala.     

Mahendra berhenti sejenak, "Ratna, tolong telepon kembali dokter istriku. Beritahu dia supaya membawa transducer,"     

"Apa? Transguker??" Ratna mengernyitkan keningnya.     

"transducer.." kembali Mahendra mengulangi.     

"Transduker? Maaf.." Ratna mencoba membenarkan lafaz nya.     

"Alat USG, Ratna.." dan asisten rumah itu mengangguk, langsung berjalan keluar memberitahu dokter yang menunggu di depan pintu.     

"ternyata dokternya sudah sampai?" Mahendra sedikit bingung dengan kelakuan Ratna. Kenapa juga dia titip pesan Kalau dokter tersebut sudah datang.     

"Oh iya.. he.. Kenapa saya ini.." Ratna terlihat malu sekali. Membuka lebar pintu kamar Tuan mudanya.     

"bantu istriku ganti baju dan segera rapikan kamar kami," titah Mahendra terdengar nyaman di telinga. Ratna bersiap cepat, secepat mungkin menyelesaikan tugasnya.     

***     

Perempuan yang tampak sibuk di dapur setelah mendapatkan gift yang luar biasa, ingin menyambut kebahagiaan nya dengan kemenangan yang lain. Secangkir teh tanpa gula yang dikucuri lemon hangat adalah favorit Mahendra. Termasuk biskuit low sugar, yang biasa menjadi camilan Hendra di kantor merupakan hal-hal kecil yang tidak akan ditolak oleh pewaris tunggal Djoyodiningrat.     

Tepat sesuai dugaannya, walaupun ia tak diizinkan masuk ke dalam kamar demi mengamati gerak-gerik lelaki yang ia kagumi. Minimal Mahendra menerima nampan spesial buatannya.     

Dengan wajah semringah aura kebahagiaan menaburi langkah kaki Perempuan tersebut menuju kamarnya. ia masih punya satu misi yakni mengamankan keberadaan Darko.     

Anna segera mengunci pintunya, selepas memasuki kamar berisikan penyusup. Anehnya Darko tidak ada di sana, " Darko.. kau di mana? Pasti kau lapar? Sejak sore aku belum memberimu makan," Tidak ada jawaban.     

Nana melangkah mengetuk kamar mandi, "Darko.. kau ada di kamar mandi?" teriakan Nana tidak ada balasan.     

"Darko. ." perempuan ini membuka pintu kamar mandi yang ternyata tidak terkunci. Dan sekali lagi tidak ia temukan Darko.     

"Darko.." membuka seluruh almari, memeriksa kolong ranjang, bahkan memeriksa jendela. Tidak ada tanda-tanda kepergian Darko. Waktu dia datang tadi, pintu kamarnya masih terkunci.     

"SIAL…!!" umpat Anna keluar dari kamarnya, seperti orang kebakaran jenggot. Perempuan tersebut berjalan cepat, berlari bahkan naik turun tangga. Kelimpungan mencari keberadaan Darko. Lagi-lagi tidak ada tanda-tanda di mana Darko. Nana tidak bisa bertanya kepada siapa pun.     

Dan saat dia berjalan menuju pelataran sisi muka rumah induk. Sekelompok ajudan baru saja datang, mereka berjalan membawa kumpulan anjing yang mengendus tanah. Anjing-anjing tersebut menggonggong kian menjadi-jadi selepas pintu gerbang terbuka lalu memasuki pelataran utama Rumah megah.     

Keberingasan anjing-anjing tersebut membuat para ajudan yang mencengkeram tali terlihat kewalahan ...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.