Ciuman Pertama Aruna

III-138. Deretan Pesan \'Si Pemarah\'



III-138. Deretan Pesan \'Si Pemarah\'

1Di malam yang menyajikan hujan lebat. Leo kini mendapati dirinya tidur di lantai dengan alas karpet tebal, selimut serta bantal nyaman. Akan tetapi tak bisa tidur sama sekali, setia mengamati Tom yang tengah menggigil belum ada baju ganti. Terlebih Tom berusaha membuka lukanya sendiri.      2

"Thom aku bisa membantumu," Thomas hampir tak mendengar kata-kata Leo, lelaki ini terlalu fokus pada gulungan perban setengah basah di balik celananya. Thom kelihatan tengah kesulitan, terutama ketika ingin memeriksa lukanya di bagian lebih atas. Bibir Thom semakin lama semakin pucat, wajahnya juga. Leo bangkit berusaha untuk mendekat berharap Thom mau menerima bantuannya.     

Leo diketahui Thom, lebih dari mahir terhadap hal-hal yang berhubungan dengan medis. mengingat dulunya di lantai D Leo bertugas sebagai pimpinan tim medis dan tentu saja kemampuan lain yang tidak dimiliki banyak orang ialah kemampuan merusak memori seseorang dengan berbagai metode yang ia pelajari. Lalu disisipkannya sugesti lain yang bisa mengakibatkan korbannya linglung seketika.     

Mendapati Leo mendekat, lekas-lekas Thom mengangkat HS 9. Dan Leo kembali ke tempat semula, "Thom biarkan aku memeriksamu, lukamu bisa berujung infeksi, jika kamu tak segera membersihkannya, apalgi membiarkannya basah seperti itu," suara ini Leona hantarkan dengan intonasi terbaiknya.     

Kenyataannya masih sama, Thom hanya menatapnya sekilas. Sejenak kemudian Thom terlihat meraih penyangga tubuhnya termasuk HS-9, dia menuju pantry, meraih wadah kecil lalu menghidupkan kompor. Thomas tengah merebus air, kemudian tertatih mendekati tempat Leona meletakkan handuk.     

Di malam dingin dengan baju lumayan basah, Thomas berusaha mengeringkan baju seadanya. Lalu air mendidih itu dicampur dengan air keran yang lebih dingin. Sepertinya Thomas ingin menyajikan air hangat untuk dirinya. campuran air panas dan dingin di dalam wadah ia peluk dan pegang erat, sesaat berikutnya berjalan tertatih kembali duduk di sofa yang belakangnya adalah pintu keluar. Thomas mengompres lukanya.     

"Thom aku bisa membantumu, tolonglah Thom," Thomas seolah tidak mendengar keluhan perempuan yang berupaya untuk meluluhkan hatinya.     

"Tidur atau kau akan berakhir di tanganku," gertak Thom dingin dan terkesan angkuh.     

"Thom," untuk ke sekian kali Leo tidak mau kalah. Dia tahu luka itu butuh pertolongan. Melihat pria yang sebenarnya ialah kekasihnya dalam kondisi memprihatinkan seperti itu dada leo sesak. Terlebih saat ini yang didapati Leo bukan sekedar bibir Thom yang membiru, wajahnya mulai memutih pucat.     

Thom tidak menyadari bahwa perjalanan panjang yang ia langsungkan sejak pagi tanpa istirahat. bahkan melalaikan kebutuhan makannya dan berakhir luka tersebut tertembus hujan. Telah cukup untuk menjadikan Thom merasakan sakit di sekujur tubuhnya. Termasuk rasa panas di tubuh akibat luka kakinya yang kian memerah ketika dibuka. Padahal jika dibandingkan dengan awal mula ia ditemukan pada pinggiran sungai, luka Thom menghilang lebih dari setengahnya.     

Hanya saja telapak kakinya sebagian tidak kunjung sembuh. Thom jarang sekali mau diam, dia masih bergerak ke sana kemari. Tak peduli orang melihatnya pincang, Thom turut serta membantu keluarga kecil yang memberinya kehidupan kedua supaya lebih mudah menjalani hari-hari mereka. Thom menyapu halaman, mencuci piring, mengepel rumah termasuk membantu bapak ketika mendapatkan kesempatan sebagai kuli bantu-bantu tetangga. Thom menikmati kehidupan sederhananya. Akibatnya separuh telapak kakinya tak kunjung sembuh.     

Di ujung sana Leo terbaring, dia tak hentinya membuka mata untuk melihat kondisi Thom yang kian menggigil. Ingin sekali Leo berlari lalu memeluk Thom. Sayangnya jemari laki-laki itu tidak jauh dari HS 9, "malam ini, andai aku masih sanggup. Aku akan menukar nyawamu dengan nyawa kakakmu, kau beruntung. Aku akan memberimu jeda sampai besok," setelah melempar ancaman kepada Leona.     

Tom tertangkap menggeser badannya hilang menyentuh sandaran kursi. Kompres air hangat yang ia berikan pada bagian luka di kakinya hanya berlangsung setiap menit. Sebab lelaki itu berakhir dengan memegangi kepalanya. Tubuhnya kian menggigil, wajahnya kian pucat, dan matanya meredup. Fisik Tom melemah, Leona tahu pria itu dapat dipastikan sulit bertahan malam ini.     

"Aku tidak akan melarikan diri, bahkan ketika kau memberiku kesempatan," suara Leo samar-samar di telinga Thom, "aku masih penasaran, Apa benar kakakku yang berusaha menghilangkan nyawa mu?" suara Leo sekedar siulan lirih yang sulit dicerna Tom, "sepertinya tak mungkin Nana punya niat membunuhmu?" kata 'membunuh' lebih bisa dicerna Tom. Soalnya pria yang kini menyandarkan tubuh dan kepalanya di sandaran sofa begitu erat dengan pembunuhan.     

"Darko membuangku ke sungai," suara Thomas naik turun seperti orang kehilangan tenaga. Nafasnya berupa desahan lambat, "kau tahu siapa yang bisa memberi instruksi Darko selain dirimu?" timbul tenggelam seperti akan hilang ditelan ketidaksadaran.     

"Dia tidak mau mengaku pada Ayah, dialah otak...." suara Thom menghilang. Leo lekas bangkit dari dalam selimut hangat.     

"Klatak," alat penyangga tubuhnya turut jatuh disebabkan kaki Thom bergeser, seiring bergesernya tubuh Tom. Tubuh tersebut ambruk perlahan-lahan, lurus di atas sofa.     

"Thom.." teriak Leo mendekatinya, berlari mengguncang Thom, "Bebe.." Leo memanggil pria hilang kesadaran sambil menepuk pipi Thom. Memeriksa keningnya, Menghitung denyut nadinya dan terakhir mencoba mengamati luka Tom. Tampaknya infeksi pada luka Thom mendorong tubuh lelah pria ini panas melebihi kewajaran.     

Leo mengambil alih kuasa, ia yang tak membawa apa pun termasuk handphone-nya sendiri berinisiatif mencari handphone Thom pada saku celana. Leona perlu secepatnya menghubungi ambulans untuk Thom. Tepat ketika kunci handphone Thom dibuka dengan sidik jari pemiliknya -yang muncul di beranda pertama kali ialah deretan pesan perempuan yang ia beri nama 'si pemarah'.     

[Thomas, sebelum istirahat cari obat yang biasa kamu minum. Jangan lupa malam ini waktunya mengganti perban]     

[Kenapa kau tak membalas pesanku?!!]     

[Jangan malas menggantinya!! Awas aja kalau sampai pulang perbannya masih sama. Kau akan ku cincang!!]     

[Emoticon marah]     

[Hujan hujan begini, sebaiknya berteduh. kamu masih di jalan, -kah?]     

[Stiker jengkel]     

[Thomas, kami semua mencemaskanmu. Cepat pulang!! aku janji kali ini kita makan daging]     

[Kau tahu -kan', masakanku paling enak? Kalau sampai besok nggak ada kabar pulang. Siap-siap dagingnya kumasukkan mulutku semua!!]     

.     

"pesannya kasar!"     

***     

Sekelompok lelaki berpakaian hitam menuruni kuda besi berbentuk balok. Menyisakan satu orang saja. Satu orang tersebut lekas mengubur konsentrasinya pada seperangkat komputer yang sengaja di pasang pada mobil khusus tersebut.     

Tiga laki-laki berjalan menembus hujan dan malam. Mereka melebur menjadi satu dengan bulir-bulir air yang enggan pergi. Atap bumi mengirimkan sinyal akan datangnya narasi panjang, tepat di mana kelompok baru sedang menjalankan tugas pertama mereka.     

Herry, Rolland dan Alvin menyingkirkan keraguan. Bergerak cepat, melompat, menaiki tembok rumah. Disusul di atas kepala mereka sebuah Drone terbang menyusui rumah yang temboknya telah mereka lewati.     

Telinga masing-masing orang mendapatkan intruksi dari lelaki yang berada di dalam mobil, "H11, sudut elevasi 60 derajat, arah barat daya CCTV pertama," H 11 adalah kode untuk Herry, Heri lekas mengangkat senjatanya melepaskan bidikan pertama ke arah CCTV. Sangat sengaja mereka melakukan itu. Guna menciptakan kepanikan penghuni rumah. Kenyataannya mereka tidak mendapati apa-apa.     

"R14," panggilan Rolland terdengar, "jendela arah pukul 3 kosong," dan Rolland memasuki rumah tersebut paling awal.     

Tak lama kemudian ketiganya masuk melalui celah yang berbeda-beda, rumah ini sangat mudah dikuasai. Tidak ada gerak-gerik yang berarti yang bisa membuat mereka mawas diri.     

"Jadi benar, keluarga Barga tidak ada di rumah ini?" suara Herry yang santai menyusup di masing-masing telinga mereka.     

"Sama sekali tak ada," kelompok ini sudah menjalankan kajian ketika hendak menyerap rumah Barga. Orang tua Barga lama di luar negeri. Putra pertama masih berada di tempat rehabilitasi penggunaan narkotika. Dan tampaknya putra kedua yang dibanggakan punya perilaku melewati batas, Rey terlalu punya nyali untuk mengganggu kehidupan pewaris tunggal Djoyodiningrat.     

"Prank!" Suara seseorang menyenggol benda hingga terjatuh kembali menyapa gendang telinga ke empat orang sekaligus.     

"Hei jangan bercanda hati-hati!" Alvin memperingatkan salah satu di antara dua temannya yang masuk tanpa izin di rumah Barga.     

"Sengaja," Rolland santai menjawabnya. Dan sekali lagi tidak ada sesuatu yang berarti. Mereka sekadar bergantian menembak CCTV seolah tengah bermain game.     

Hingga akhirnya Herry meyakini dari balik punggungnya ada seseorang yang diam-diam mengamati dirinya.     

.     

.     

__________________________     

Syarat jadi reader sejati CPA: \(^_^)/     

1. Lempar Power Stone terbaik ^^     

2. Gift, beri aku banyak Semangat!     

3. Jejak komentar ialah kebahagiaan     

Cinta tulus pembaca yang menjadikan novel ini semakin menanjak :-D     

IG bluehadyan     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.