Ciuman Pertama Aruna

II-65. Sepasang Ukiran



II-65. Sepasang Ukiran

0"Oh, begitu"     
0

"Yup benar!" sang ayah mengikuti gaya bicara Aruna.      

"ah' Ayah..."      

"Sama seperti hubungan sepasang manusia" bunda yang sejak tadi mengamati mereka. Tiba-tiba turut bicara.      

"jangan lupa bunda juga punya keturunan Jepara, walaupun bunda tidak lahir dan tidak tinggal di sana." Sang bunda menyelipkan keinginannya turut bersua bersama suami dan putrinya.      

"Oke.. bunda kayaknya punya informasi menarik nih, ayo dijelaskan Aruna pengen tahu Apa hubungan kayu bergambar ukiran dengan sepasang manusia?" Si bungsu menyentil ibunya. Seolah mengajaknya tebak-tebakan.      

"ukiran Jepara banyak digunakan pada perabotan rumah, seperti kepala ranjang, pintu, kursi bahkan angin angin rumah. Untuk itu simbol ini seperti mengajarkan pada ada sepasang manusia penghuni rumah untuk selalu ingat tentang keseimbangan menjaga ikatannya" penjelasan bunda seolah berputar-putar saja.      

"Bun, kok aku jadi pusing" cela aruna sambil tertawa.      

"ih, putriku sudah pandai mengganggu bundanya" perempuan itu mendekat dan ikut membaur bersama suami dan putrinya.      

"dulu bunda pernah di nasihati sama nenek (ibu dari bunda perempuan asli Jepara, itu sebabnya lamaran ayah mudah pula di terima keluarga ibu. Karena merasa satu kampung yang sama).      

Kalau menikah jadilah seperti sepasang ukiran Jepara.  Walaupun mereka menghadap ke arah berbeda, tapi tampak senada dan sama bahkan terkesan sebagai keindahan karena berdampingan. Berpadu dengan kesabaran dan ketelitian. Seperti sabarnya para pembuat untuk menjadikannya sama. Termasuk telitinya mereka sehingga keduanya senada.      

Hubungan pun juga harus seperti itu, keduanya harus punya visi yang sama serta langkahnya senada. Kalau tak bisa memadukan, bukan cuman sulit yang ada di hadapan kita. Kita tanpa sengaja akan menyiksa satu sama lain." Jabar sang bunda seolah sedang memberikan Pitutur lengkap kepada Aruna.     

Deg,     

"Menurut ayah dan bunda, mana yang lebih baik?"     

Lalu Gadis itu terdiam lama, tidak berani meneruskan ucapannya. Diamnya si bungsu menarik perhatian kedua orang tuanya, menyeret dua pasang mata untuk melirik Putri kecil mereka yang nyata-nyata telah banyak korban demi keluarga.      

"kamu pasti bingung menghadapi perceraian" suara ayah menggema memecahkan keheningan.      

Si bungsu tetap tidak berani mengimbangi ucapan ayahnya. Aruna memang begini, sulit untuk bicara lantang tentang perasaannya.      

"kalau pun Aruna ingin bertahan dengan mas Hendra. Ayah tidak akan pernah melarangnya lagi. Sekarang yang dilakukan Ayah sudah lengkap. Ayah menyerahkanmu pada mereka lalu sesuai perjanjian Ayah berhasil memulangkan Aruna" pria itu menangkap pundak putrinya lalu memeluknya.      

"Jadi sekarang kalau memang Aruna ingin tetap bertahan dengan mas Hendra, Ayah tidak akan lagi ikut campur. Aruna Aruna sudah begitu dewasa dan berhak memilih apa yang diinginkan" Lesmana mengelus rambut putrinya, sebelum membebaskan si bungsu.      

"aku tidak berniat tanya tentang itu Ayah. Aku sedang penasaran saja, sekarang Ayah kehilangan jabatan sebagai direktur karena memulangkanku. Namun, terkadang aku melihat ayah lebih sering tersenyum saat ini. Sejujurnya aku penasaran bagaimana perasaan ayah dan bunda?" tanya Aruna panjang lebar.      

"si kecil ini hampir bikin bunda khawatir" sela bunda. Padahal tadinya Aruna ingin menanyakan hal yang sama seperti yang diucapkan sang Ayah untuknya.      

"jujur bunda lebih bahagia melihat ayah sekarang, sudah tidak ada lagi yang perlu kita kejar. Putra-putri bunda sudah pandai nyari uang sendiri, bahkan Aruna yang paling kecil pun pandai sekali beliin bunda macem-macem. Apa sekarang ini kita inginkan?? Tidak ada.. selain kumpul bareng. Kamu lihat putra-putri bunda menikah dengan benar" kata seorang ibu yang tiba-tiba tersayat mengingat Putri keduanya Aliana.      

"walaupun tampaknya pekerjaan ayak yang sekarang berat bahkan  capek tapi menyehatkan ayah bisa sekalian olahraga. Ayah juga lebih santai tiap hari tinggal duduk di teras. Bisa ngobrol sama bunda bahkan sama Aruna kalau nggak sibuk. Dulu tidak sempat makan bekal bawa saja kadang tidak sempat, tapi sekarang ayah dapat bekal dan camilan bukan hanya 3 kali sehari, 5 kali sehari" di akhir kalimatnya Ayah Lesmana sempat membuat candaan yang menghantarkan gelegar tawa ketiganya.     

_lebih bahagia hidup sederhana, dengan kebahagiaan kebahagiaan kecil yang datang silih berganti dengan tapi penuh warna_ simpul Aruna.      

"Dan nanti lebih lengkap lagi kalau utun kecil lahir.." celetuk Aruna penuh keberanian.      

Ada yang saling melirik satu sama lain, itu adalah lirikan ayah kepada bunda begitu juga sebaliknya.      

"Apa kandungan kak Aliana sehat?" sang ibunda akhirnya tidak tahan ingin tahu kabar putrinya.      

"bunda tau nggak kalian sekarang sudah pandai masak, bahkan dia mengenakan daster dan sepertinya mau bersih-bersih"      

"Bunda tanya si kecil di perutnya bukan Aliana nya?" kembali sang bunda menuntut informasi.      

"Tentu saja sangat sehat, kakak adit merawat mereka dengan baik. Tahu sendiri kak Aliana tidak ada pandai pandainya dalam urusan rumah tangga. Dan Kak Aditya sangat amat sabar. Dia seperti 2 pasang suami istri yang manis, bikin iri, harmonis pokoknya penuh cinta deh" ada yang bicara sambil berfoya-foya dengan hiperbolanya. Ucapannya bergerak menyentil hati kesana kemari.      

"apa perutnya sudah besar?" ini hati ibu yang bicara.      

"Tentu saja.. bikin gemas tau nggak sih bunda, adiknya gerak-gerak. Dan kak Aliana pakai daster dong! Lucu banget. Aku hampir tidak yakin kak Aliana berubah 180 derajat."      

Lalu kedua perempuan di keluarga Lesmana melirik pria yang menyandang status pemimpin keluarga.      

Si penyabar yang berubah menjadi beku dan sulit untuk dibujuk. Terlalu kecewa? Tentu saja, Ayah mana yang tidak kecewa ketika anaknya disuruh menikah malah memilih menunda-nunda dengan berbagai alasan. Giliran sang ayah sudah bosan mengingatkan, mereka malah seenaknya membuat aib dengan hamil diluar nikah.      

"Yang paling memalukan dalam hidup, (ada yang mencoba menyentil suaminya sendiri) dengarkan baik-baik ya putriku (si istri menyinggung hati suami memanfaatkan keberadaan putrinya) nanti kalau sudah berumah tangga,"     

"Bun, hehe aku sudah berumah tangga"      

"Oh iya bunda lupa,. Bunda lanjutkan ya.. ingat! Omongan orang lain itu tidak lebih penting dari omongan keluarga sendiri dan kebahagiaan keluarga kita sendiri. Karena menuruti sudut pandang orang lain, seperti memberi garam pada lautan. Tidak ada gunanya. yang lebih penting bagaimana kita bisa merangkul anak-anak kita. Walau dia melakukan kesalahan aku yakin mereka pun juga boleh diberi kesempatan kedua" Sang bunda mampu menghadirkan raut wajah muram Ayah Lesmana. Gundah dan sangat sedih tertangkap terang-terangan, mungkin dia juga ingat Putri keduanya yang kini sedang mengandung cucu pertama.      

"di mana apartemen kakak?" tiba-tiba pria yang menjadi lawan bicara. Mengungkapkan pertanyaan syarat makna. Pertanyaan yang dinanti-nanti Aruna dan bunda.      

.     

.     

__________________________      

Syarat jadi reader sejati CPA: \(^_^)/      

Bantu Author mendapatkan Power Stone terbaik ^^      

Gift anda adalah semangat ku untuk berkreasi. Beri aku lebih banyak Semangat!      

Silahkan tinggalkan jejak komentar, aku selalu membacanya.      

Review bintang 5, berupa kalimat lebih aku sukai      

Cinta tulus kalian yang membuat novel ini semakin menanjak      

-->      

(^_^) love you All, intip juga novel saya yang lain [IPK : Inilah Perjanjian Kita, Antara Aku Dan Kamu] dan [YBS: You Are Beauty Selaras]. Dengan gaya menulis berbeda dimasing masing novel.      

INFO : Instagram bluehadyan, fansbase CPA (Hendra, Aruna, Damar)      

Nikmati Cuplikan seru, spoiler dan visualisasi CPA     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.