Ciuman Pertama Aruna

III-40. Magang



III-40. Magang

0"Kenapa kau masih di sini! Cari dia! Awasi dia! Saat ini segalanya tidak baik!" Entah apa yang terjadi Hendra marah-marah pada Herry yang memilih keluar dengan segera memacu mobilnya mencari nona.      
0

Bersama laju mobil yang kian cepat, tangan Herry tak hentinya memegang handphone. Ajudan ini membuat panggilan untuk nonanya. Dan masih saja belum di angkat.      

Bagaimana bisa Aruna mengangkat telepon dari Herry, gadis ini pada posisi mengendarai motornya. Sama cepatnya dengan laju mobil Herry. Supaya lekas sampai di gedung tempat dirinya akan melangsungkan praktik kerja lapangan hari pertama.      

"Mati aku, aku terlambat," pekiknya memaki diri sendiri.      

"Bodoh! Bodoh!" setelah motornya terparkir nyaman, Aruna berlari menuju lobby utama hotel. Ah' lagi-lagi dia salah, para pekerja kantor pusat DM grup tidak di perkenankan melewati rute lobby utama, mereka punya rute sendiri pada pintu sisi kanan hotel ini dan Aruna tidak tahu itu.      

"Ada yang bisa saya bantu nona," satpam menghentikan Aruna. Telepon Herry juga kian mengganggu.      

"Mau ke kantor pusat DM grup," jawab Aruna sesingkat-singkatnya.      

"anda tamu? Atau anda karyawan baru?" satpam melirik ID crad yang Aruna terkalung di leher.      

"Karyawan magang," jawab Aruna lebih singkat sambil berharap bisa lari ke dalam sana, menuju lift.      

"Baik, untuk itu mari ikut saya, anda akan saya tunjukkan rute masuk kerja yang benar," satpam memegang ringan lengan kiri Aruna. Gadis yang fokus pada lift terbuka di ujung sana secara mengejutkan memilih terlepas dari pegangan satpam dan berlari menyusup ke dalam lift yang hampir penuh.      

"Maaf.. saya sudah terlambat," teriaknya pada satpam yang jengkel tak berhasil menangkap gadis yang berani lolos seenaknya.      

Giliran di dalam lift, perempuan ini sibuk membuka resleting tasnya, dia berupaya mencari handphone di dalam tas, membuat orang yang berdiri di sampingnya terganggu, sebab Aruna terlalu banyak bergerak.      

Giliran handphone sudah di tangan, buru-buru gadis ini mengangkatnya, [Hallo ada apa Herry?] Aruna bicara sambil menuruni lift dan berjalan gesit menuju lobby lantai 5.      

[Anda di mana nona??] Suara Herry terdengar sangat khawatir.      

[Aku?] Aruna menerima telepon Herry sambil berbicara dengan resepsionis mencari tahu di mana letak ruang kerja tim product designer Djoyo makmur grup.      

"anda dari sini belok ke sisi kanan nanti ada tikungan pertama silakan ikuti lorong tersebut, kemudian belok ke kiri, ruang kerja product designer terletak pada sisi kiri," jelas resepsionis.      

"Oh iya terima kasih,"      

[Nona, anda di mana nona,] Herry masih saja mengganggu Aruna dengan pertanyaan yang sama, terkait di mana posisi istri tuannya tersebut berada.      

[Aku magang kerja hari pertama, bagaimana kalau kamu tidak menggangguku?!] Keluh Aruna setengah berlari "Argh.. aku sudah sangat terlambat," pekiknya mengabaikan telepon Herry.      

[Nona, di mana itu] Herry memburu informasi.      

Ketika Aruna menemukan ruangannya, dia melihat teman-temannya yang juga magang di tempat ini sedang berdiri, berbaris di lorong untuk mendapatkan pengarahan. Aruna melihat Vira dan salah satu temannya, "sial anak itu benar-benar magang di tempat ini," gelisah Aruna di dalam hati.      

      

Gadis ini menyusup pada posisi paling belakang, dia menunduk agar tidak tertangkap datang telat. Tampaknya supervisor yang di depan cukup galak raut mukanya tidak ramah.      

Ada tiga pegawai resmi yang sedang membuat penjelasan panjang terkait aturan-aturan perusahaan DM grup pada umumnya dan secara khusus aturan kantor pusat yang akan menjadi tempat mereka magang selama 3 bulan ke depan.      

"Aruna! Aruna.." secara lirih ada yang memanggilnya. Ternyata Dea berdiri tidak jauh dari tempatnya berbaris.      

"Ada apa??" Aruna menerbangkan isyarat kepada sahabatnya.      

"Berisik kalian," Vira yang tidak jauh dari letak Aruna berdiri turut menghinanya.      

"Awas kau," tampaknya Dea membalas hinaan Vira. Sambil kemudian fokus menatap Aruna, dia membuat gerakan di sekitar wajah. Tapi Aruna terus saja menggeleng tak paham. Perempuan berhijab ini diam-diam mengirimkan pesan tersembunyi dari sebuah gerakan satu tangan lincah.      

Aruna buru-buru membukanya, tapi lagi-lagi panggilan Herry mengganggunya, bahkan berbunyi nyaring, "Sial kenapa sih Herry dari tadi," Aruna menekan tombol merah dan buru-buru membuka pesan Dea.      

Hanya berisi tiga kata yang amat sangat memilukan, "make up-mu norak banget," raut muka Aruna merah padam ingin menangis, Dea di ujung sana seolah mengangkat ekspresi 'maaf aku harus jujur'      

Aruna mencoba bercermin di handphone nya dan benar sesuai ungkapan Dea, wajah Aruna amat berantakan jika di bandingkan dengan dua perempuan yang berdiri di depan sana.      

Perempuan yang menjadi pegawai resmi DM grup. Anggun, berkelas dan modern. Jauh berbeda dengan Aruna, Bahkan dirinya tak setara dengan teman-temannya yang magang di kantor kenamaan ini.      

Tadi Aruna cuma mengenakan sebisanya dan buru-buru, hasilnya malah kacau.      

Ketika bercermin, lagi-lagi Herry meneleponnya, suara nyaring handphone kembali terdengar. Membuat semua orang menoleh pada Aruna. Dan supervisor yang di depan, laki-laki yang berpenampilan perfect tak kuasa memendam kemarahan.      

Pria tersebut memanggil Aruna untuk maju ke depan, "Kau yang di belakang, maju!" perintah bernada jengkel, "sudah datang terlambat, berisik pula."      

Giliran Aruna menampakkan dirinya, berjalan menunduk menuju supervisor yang tengah memberikan arahan. Aruna tahu dua karyawan perempuan di samping supervisor tersebut menertawakannya sembunyi-sembunyi, salah satu dari mereka menghadap ke belakang untuk tersenyum dan satunya menutup area mulutnya dengan tangan kanan menyembunyikan gelitik tawa.      

Hari ini Aruna merasa amat sangat bodoh, semua salah Hendra. Lelaki bermata biru bermain terlalu lama semalam. Dan sialnya handphone mode silent masih saja bergetar di dalam tasnya atas ulah ajudan Herry.      

"Lihat! Kalian tidak boleh berperilaku seperti dia. Datang terlambat, baju tidak sesuai SOP (Standar Operasional Prosedur) baju boleh berbahan Hem akan tetapi tidak di masukkan," supervisor ini meminta Aruna berdiri di sampingnya dan menyajikan dirinya sebagai contoh kesalahan, "apa kalian tidak mendapatkan catatan Standar Operasional Prosedur Djoyo makmur grup di email masing-masing??"      

"Dapat,"      

"Iya ada,"      

"Kami menerimanya,"      

Jawaban random sekelompok mahasiswa berbagai jurusan yang akan ditempatkan di berbagai lini pada kantor DM grup turut mengiyakan ungkapan supervisor. Dan kian memojokkan Aruna.      

"Yang paling parah dari outfitmu ialah," supervisor itu terlihat menamati sambil berpikir, "celanamu, mana ada pergi bekerja ke kantor resmi dengan celana macam begini," Aruna hanya bisa menunduk pasrah, percuma membuat pernyataan pembelaan dia sadar dirinya sudah salah telak tak terampuni.      

"Dan satu lagi," ungkapnya yang sejalan mengambil nafas panjang, "hapus make up-mu sekarang juga, riasan itu sangat mengganggu," hampir sebagian besar tertawa sebelum akhirnya Aruna di minta pergi ke kamar mandi untuk menghapus make up-nya.      

Muka Aruna manyun di depan cermin, sambil membasuh wajahnya yang memerah menahan malu, dia berjanji tidak akan menangis. Karena perempuan mungil ini akan meminta suaminya memborong baju yang banyak.      

Sejalan dengan tumpahnya unek-unek di hati. Tas yang Aruna letakkan sembarangan di samping wastafel masih saja bergetar.      

[Kenapa sih Herry! kau masih saja menggangguku!] Aruna bicara dengan nada bergetar, Kelihatan sekali gadis ini menahan pilu.      

[Anda di mana? Apa terjadi sesuatu padamu nona?] Herry konsisten dengan ungkapan kekhawatiran.      

[Ini hari pertamaku magang di kantor DM grup. Dan semuanya jadi kacau gara-gara teleponmu] Aruna menumpahkan ke kesalahannya. Seiring dirinya menggosok bibir dengan tisu sebab di cuci tak juga hilang.      

[DM grup??]      

[Iya kantor Hendra]      

[Kantor pusat DM grup??] Herry masih mencerna pemahaman.      

[Kau pikir di mana kantor Hendra] gerutu Aruna, yang kemudian menoleh bingung ketika sebuah tisu basah turut serta di gosokkan seseorang pada wajahnya tanpa permisi. Ternyata itu Dea.      

"Hadap sini!" perintah Dea, "biar aku bersihkan," lagi-lagi Dea membesut muka Aruna dengan lincah, tapi tak lupa Aruna harus mendengarkan celotehnya yang berderet-deret mirip gerbong lokomotif.      

"kau itu, sudah tahu payah tentang riasan masih saja berani memainkan benda-benda asing itu. Lain kali minta suamimu, em.. sang CEO kaya raya itu! menyiapkan asisten pribadi yang pandai merias dirimu," gerah Dea, sebenarnya turut prihatin terhadap kejadian pagi ini.      

"aku juga nggak menyangka bakalan begini," Aruna mengeluh.      

[Nona,] suara Herry menyusup.      

[Apa lagi sih Herry! Kau lama-lama mirip Hendra, banyak maunya!] Aruna kesal bukan main, para lelaki ini cerewet mirip Dea.      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.