Ciuman Pertama Aruna

III-44. Racikan



III-44. Racikan

0"okey, tak masalah," Hendra lega sejenak.     
0

***     

Kembali ke hotel bintang lima di tengah-tengah kota metropolitan, ada perempuan duduk pada sofa putih yang menyajikan punggung kebisingan.     

Aruna melamun seperti orang kurang kerja-an, "Herry ke mana perginya suamiku," suara ini seperti sebuah intimidasi.     

"Peresmian Dream City," ringan Herry membalasnya.     

-Oh tempat itu sudah selesai rupanya, aku penasaran ingin lihat, pasti keren banget- ingatan Aruna mengembara sesaat ke masa lalu, ketika Hendra mengajaknya ikut serta pada agenda kerja untuk pertama dan terakhir kalinya, menyenangkan dan menegangkan. mengingat-ingat pada akhir kunjungannya ke tempat tersebut terjadi tragedi besar, yakni tertembaknya Walikota.     

.     

"Herry, apa ruangan ini memiliki SOP yang melarang pemajangan foto-foto termasuk aksesoris tertentu," kembali istri tuannya bertanya.     

"Tidak, setahu saya tidak ada," jawab ajudan ini dengan nada bingung, nonanya seolah-olah sedang menjalankan investigasi.     

"Oh' jadi Hendra sendiri yang memutuskan segalanya? pengaturan ruangan ini dia sendiri yang memutuskan?"     

"Setahu saya begitu,"     

"Hem..," sang nona berdehem, "bahkan fotoku yang katanya perempuan paling dia cintai, tidak ada di sini. Pantas aku di kira mantan istri!!" gerutu Aruna.     

"Aku akan kembali ke ruang magangku (produk design), tapi aku punya permintaan untukmu," Aruna kembali berceloteh.     

"Em.. saya di larang meninggalkan Anda, saya harus menjaga Anda, nona," Herry konsisten bekerja sesuai mandat tuannya.     

"Apakah hotel ini tidak punya keamanan yang mumpuni??" Aruna menekan ujung kalimat tanda tanya. Bintik coklat matanya melirik Herry tajam.     

Herry membeku, dan mengerjap-ngerjapkan mata. Ini kenapa lagi? Kenapa nonanya berubah jadi gadis yang berbeda, sekarang? Mana nona yang tenang dan pasrah, apa adanya, si perempuan jarang menuntut.     

"Aku mau kau menyiap -kan' sesuatu untukku," lirikan itu belum mau pergi masih terus menghunjam Herry.     

"Baik nona," Herry tak punya pilihan lain dari pada perempuan yang paling penting dalam hidup tuannya tersebut marah.     

"Aku kirim foto pernikahan ku dengan Hendra," kata Aruna memainkan handphone. Mengirimkan pesan foto kepada Herry. "Tolong! Cetak foto tersebut dan masukkan dalam bingkai, lalu letakkan pada dinding belakang tempat duduk suamiku. Harus dan wajib berada di situ," mendengar perintah Aruna Herry tak kuasa tersenyum. -jadi ini maunya-     

"Oh iya," dia berdiri dan melangkah ke hadapan meja kerja suaminya. Berdiri di situ dan seolah sedang memikirkan sesuatu, "aku mau besar bingkainya 30R,"     

"Apa??" Herry mencari keyakinan takut salah dengar.     

"Aku mau ukurannya 30R, 75 cm kali 100 cm," Aruna mengulangi sambil menatap lamat-lamat dinding di belakang meja suaminya.     

"Apa??" kali ini barulah pernyataan terkejut dari Ajudan Hendra. 30 R adalah ukuran yang sangat besar.     

"Kenapa?? Aku nggak boleh minta sesuatu seperti itu??" tanya Aruna membalik tubuhnya menatap keberadaan Herry.     

"Oh' tidak. Hanya saja ukuran tersebut sangat besar," jelas Herry.     

"Apa keinginanku yang ini akan di tolak Hendra?"     

"Saya kurang tahu," -mana mungkin keinginan anda di abaikan, tuan seperti lelaki yang hidupnya tergantung dengan kebahagiaan anda- gerutu Herry di dalam hati, amat lucu sekali, sebab menampilkan ekspresi rasa iri.     

"Kalau gitu kenapa kamu masih di sini?!" Aruna menuntut maunya segera di turuti.     

***     

Siang ini Hendra tak bisa kembali kota asalnya, dia harus ikut serta dalam acara ramah-tamah. Makan dan bertukar pandangan dengan berbagai tamu undangan Riswan merupakan hal yang penting.     

Selain mengembangkan jaringan, dia perlu menghargai Riswan sebagai seseorang yang cukup dekat dengannya.     

Nana mengikuti setiap geraknya. banyak yang berpikir salah terkait kehadiran Nana. Hal ini tidak jauh-jauh dari berita perceraian yang bocor ke mana-mana. Dan potongan-potongan video para saksi yang rancu untuk di amati. Sehingga mereka pikir CEO Djoyo makmur grup tersebut telah resmi bercerai, lalu memutuskan akan menikahi perempuan lain.     

Nana memang cantik, anggun dan pandai mengurai senyuman. Tampak serasi berdampingan dengan Mahendra. Kehadirannya sempat menarik perhatian lingkaran sosial Mahendra.     

***     

Setelah Aruna kembali ke ruangan produk design, suasana berbalik 180 derajat. Tak ada lagi suara dengungan, tampaknya mereka mulai menduga-duga omongan Aruna bisa jadi benar. Benar bawa dia masih istri CEO Mahendra, walau pun kebanyakan lebih percaya CEO mereka akan menikah lagi alias punya dua istri.     

Aruna merasa kikuk sendiri, karena suasana kian tenang. Untung masih ada Tian (Timi) yang menjadi pembimbing, serta Dea.     

Dalam suasana hening ini Timi berdiri untuk menjelaskan tugas pertama mereka, pria tersebut sudah mengirimkan file ke email masing-masing peserta magang.     

"Kami punya tantangan untuk kalian," dia mengangkat berkas pada tangan kanan, "yang saya pegang ialah internal memo terkait pergantian salah satu desain produk industri pangan anak perusahaan Djoyo Makmur grup, sejujurnya DM food and drink telah mengajukan desain mereka, akan tetapi para direksi menolaknya. Menurut mereka desain tersebut belum mewakili hasil riset pasar," Timi secara isyarat meminta para mahasiswa di depannya membuka email mereka Masing-masing.     

"Coba kalian perhatikan, desain yang di kirimkan DM food& drink. Tampak sangat bagus, bukan? Sayangnya kami tidak butuh bagus, yang kami butuh kan; pertama, tentu saja mampu menarik konsumen dan yang kedua sejalan dengan hasil riset pasar. Apa yang aku paparkan terkirim dalam satu folder di email kalian masing-masing, aku tidak tahu kalian suka bekerja sama dalam sebuah tim atau bekerja sendiri-sendiri," anak-anak ini mulai berbisik.     

"Kalau kalian mau berkelompok aku sarankan dua orang saja, pas sekali jumlah kalian ada enam." Kata Timi mengamati ke enam-enamnya.     

"Dan.. andai karya kalian layak kami ajukan ke direksi, kalian punya kesempatan presentasi secara langsung dihadapkan mereka. Sehingga, mudah untuk kalian mendapatkan nilai terbaik di tempat magang ini.. termasuk surat rekomendasi dari human resource development kami," maksud Tian bisa melamar kembali sebagai pegawai perusahaan Djoyo makmur grup ketika lulus kuliah nanti sembari memanfaatkan surat sakti tersebut.     

Mata tiap-tiap mahasiswa magang berbinar mendengarnya, kecuali Aruna yang fokus membaca email pada layar monitor, "Aruna mau satu tim denganku," lelaki dari kelas sebalah mendekati Aruna.     

"Maaf aku lupa namamu siapa namamu?" tanya Aruna.     

"Erik," jawabnya.     

"Sama aku aja Aruna," lelaki dari kelas lain atas nama Hasan turut membuat penawaran. Anak-anak ini tahu perempuan yang mereka tawari punya kemampuan yang mumpuni di bidang design.     

"Ih' kalian mau sama Aruna karena dia mantan istri CEO?" Vira bercelatuk lagi.     

Aruna menolehkan wajahnya dengan geram, "maaf teman-teman aku sama Dea saja, lumayan kan kita punya koneksi kuat di sini, satunya istri CEO dan satunya adalah istri pimpinan corporate secretary," Aruna tersenyum mencibir Vira dan temannya.     

Pemuda-pemuda magang dari kelas lain duduk di tempatnya kembali, mukanya terlihat lesu di tolak Aruna.     

"Kami sangat objektif dalam penilaian, kredibilitas kami jauh lebih penting," gumam Tian mereda suasana. Dan menatap Aruna memintanya lebih bersabar. Tian lagi-lagi di buat bingung dengan nona yang sekarang punya sikap lebih agresif pembawaannya.     

***     

Jam makan siang sudah datang, betapa irinya melihat Dea mengeluarkan sebuah tas yang cukup menarik, tas berisikan bekal makan siang.     

"Kau bawa apa banyak sekali," kata Aruna mengamati.     

Dea tersenyum, "Aku tahu kamu pasti mau, walau suamimu kaya tapi dia belum tentu bisa membuatkan ini," Dea membuka bento cantik buatannya.     

Aruna langsung memeluk kotak bento tersebut, "Terus, kotak paling besar itu apa?" tanya Aruna penasaran.     

"ini khusus buat Kak Surya," terlihat sekali dia mengangkatnya sambil tersenyum. Memamerkan rasa sayangnya kepada sang suami.     

"Boleh aku intip," kata Aruna penasaran. Giliran kotak tersebut dibuka, Aruna malah berduka.     

-Kenapa tidak terpikirkan olehku, membuatkan hal-hal semacam ini untuk Hendra- gumam Aruna dalam hati.     

Ternyata masih ada kotak lain yang dikhususkan buat Pak Surya. Dea membukanya kotak kedua dengan riang gembira, dan isi kotak tersebut adalah salat buah.     

Makin mengerut kecil hati Aruna, "kenapa kamu se-ribet ini sih," perempuan yang belum pernah membawakan bekal macam begini untuk suaminya sejujurnya merasa amat sangat iri.     

"Kata ibu, supaya suami kita sayang pada kita ada sepuluh cara," Dea kembali menutup perlahan bekal makanan untuk Surya, "Selain berias diri supaya menyenangkan di pandang. Jangan sampai kita tercium kecuali wewangian, dan yang terpenting," Dea menyentuhkan sendok di pucuk hidup Aruna, "Perhatikanlah waktu makan dan tenangkanlah ia tatkala tidur. Pastikan racikan masakan kita mampu memikat hatinya, ini penting," sendok tersebut berayun menyentuh hidung Aruna beberapa kali.     

Aruna mangut-mangut, "Apa ibu, menggunakan sendok seperti ini ketika menasihatimu,"     

"Enggak, hehe, supaya dramatis saja," kekeh Dea     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.