Ciuman Pertama Aruna

III-52. Rebranding Unicorn



III-52. Rebranding Unicorn

0"Matilah kau Jou," kata salah satu dari mereka.     
0

"Apakah aku perlu mengajukan pengunduran diri?" Gelisah Jou yang kian di tertawakan orang-orang sekitarnya.     

.     

.     

Mahendra kini berjalan menuju ruang kerjanya, pria itu membuka pintu dan seperti biasa keterlambatannya menghasilkan tumpukan berkas di hadapan meja. Pukul 12.00 dia ingin kembali menjenguk keadaan istrinya jadi sisa satu setengah jam perlu di manfaatkan sebaik-baiknya.     

Lelaki bermata biru mulai mendekam di antara berkas-berkas yang ingin dia tanda tangani akan tetapi tangannya masih kelu untuk melakukan ini itu. Beberapa kali Mahendra membuat uji coba menggunakan tangan kirinya akan tetapi tak sempurna. Butuh waktu untuk membuat tanda tangan yang benar seperti biasanya. Idenya sedikit unik. Yang bergerak bukan lagi tangan melainkan kertas di bawahnya.     

Melihat keanehan itu Surya yang berdiri lama menatap kelakuan Mahendra mengerutkan keningnya, "Apa yang terjadi padamu?" kata Surya penasaran.     

"Ah' kau mengagetkanku," balas Hendra meletakkan bolpoin.     

"ada apa dengan tanganmu?" fokus pertanyaan Surya masih sama, dia duduk di hadapan bos rasa teman.     

"sedikit bencana," Mahendra menimpali.     

Surya menyerobot lengan dan membuka Hem yang membungkus lengan kanan Hendra.     

"Gila!! Sakit tahu!!" keluh Mahendra berikutnya.     

"Yang benar saja, kau bilang sedikit bencana? Bencana macam apa ini?!" gelisah Surya meletakkan tangan Mahendra yang terbungkus perban pada beberapa bagian.     

"Haaah kau ini," Hendra menarik tangannya berdesah mengurai rasa sakit, "minimal aku yang di serang. Bukan istriku," kata Hendra berikutnya, pria ini mengingat kembali kejadian semalam yang menimpa dirinya.     

Dan pikirannya di giring pula untuk ingat istrinya, dia perlu mengunjungi Aruna di lantai atas pada jam istirahat. Jadi lelaki ini memilih kembali menyahut berkas untuk di baca dan di pahami sehingga bisa secepatnya mempertimbangkan berbagai menawarkan yang perlu dia putuskan.     

"Kau sudah menemukan pelakunya?" tanya Surya di landa khawatir.     

"Kejadiannya baru semalam, aku belum sempat memikirkan akan aku ungkap atau kah tidak kejadian ini," kata Hendra yang akhirnya tak kuasa mengabaikan Surya.     

"Ada apa kamu datang kemari?" tanya Hendra lagi.     

"Oh' itu.." Surya terlihat berpikir, setelah menata keputusan. Surya mengurungkan niatnya, "Apakah benar dentuman seminggu yang lalu berasal dari lantai D?" niatnya izin honeymoon di urungkan setelah mendapati Hendra dalam kondisi kurang baik.     

"Aku sempat mendapat kabar ada beberapa ambulance menuju basement gedung perkantoran utama Djoyo Makmur Grup (gedung pusat tiap-tiap anak perusahaan DM group kecuali Nara&TV)" mata Surya fokus menatap Mahendra, "dentumannya terasa sampai sini? Sangat Tidak masuk akal," Surya yang bertanya dia pulang yang membuat jawaban sendiri.     

"Andai ini kejadian nyata terkait dentuman akibat korsleting listrik pada dua buah mobil yang mengakibatkan ledakan, terjadi di dua tempat dalam waktu serempak," Surya geleng-geleng. Sangat tidak masuk akal.     

"Kan aneh ketika di Djoyo Rizt hotel dentumannya kuat akan tetapi tak ada korban, pada gedung utama perkantoran Djoyo Makmur Grup tidak ada satu pun yang mendengar dan merasakan, namun korbannya banyak. Aneh bukan??" Hendra hanya tersenyum mendengar spekulasi sahabatnya.     

"Menurutmu apa yang terjadi? Bagaimana kabar yang tersusun di antara para karyawan hotel ini maupun karyawan gedung utama Djoyo Makmur Grup?" Mata biru penasaran oleh sudut pandang khalayak umum. Terutama karyawan dua tower milik Djoyo Makmur Grup     

"mereka percaya dengan adanya mobil meledak di basement. Tapi aku tidak! Janggal sekali. Aku yakin ada peran lantai D di sini," Hendra kian menarik bibirnya mendengar Surya begitu gigih membangun spekulasinya.     

"Tepat sekali, lantai D yang berdentum dan pelakunya telah bunuh diri, Thomas bahkan belum di temukan jasadnya setelah melempar dirinya dari atas jembatan," Alis Surya menaut jadi satu mendengar kegelisahan Mahendra.     

"Kami tidak bisa menggali motifnya, aku pun tak yakin dalam kondisi mental penghuni lantai D yang masih terpuruk seperti saat ini. Aku bisa membuka kasus penyerangan semalam," Hendra bangkit dari duduknya dan mulai berpindah pada sofa putih memanjang.     

"mungkin kah bagian dari Tarantula?" tanya Surya.     

"semua kian Abu-abu, yang membuat kakek tak bisa berjalan ternyata bukan perbuatan Tarantula. Melainkan Pengki, suruhan wakil walikota Riswan," jelas Mahendra.     

"Dan kau bermaksud menyembunyikan kejadian semalam??," Surya kurang setuju.     

"Mau bagaimana lagi Surya," sahut Mata biru membalas tatapan mata khawatiran Surya.     

"Aku juga memiliki kabar kurang menyenangkan," Surya menatap wajah ibu kota yang terhampar di hadapannya.     

"kabar yang beredar belakangan dari khalayak bisnis, Tarantula mendapatkan banyak investor dari dalam dan luar negeri, mereka berhasil mengakuisisi perusahaan Unicorn yang diprediksi punya masa depan cerah," jelas Surya.     

"Kau tahu perusahaan yang di akuisisi apa? Mereka bergerak di bidang apa?" Surya geleng kepala.     

"Sial, andai Thomas ada, dia dipastikan sudah melangkah cepat memburu informasi semacam ini," keluh Mahendra.     

"Kita mendapatkan undangan untuk hadir dalam peluncuran re-branding Unicorn tersebut,"     

"Bisa-bisanya mereka berani mengundang kita,"     

"Sepertinya terdapat maksud tertentu di balik undangan," Surya menyerahkan handphone berisikan surel undangan resmi mereka, "semacam meminta kita bersaing dengan mereka secara tersirat,"     

"Haha.. aku yakin semua ini ide Gibran," tawa Hendra mengiringi ingatannya, betapa Gibran terlihat lebih baik dari dugaannya.     

"Entahlah." Surya dilanda rasa bingung yang sama, "benar katamu, semua kian Abu-abu," Surya menarik kembali handphonenya dari tangan Mahendra.     

"Aku kian penasaran, seandainya kita tahu Unicorn apa yang akan mereka re-brand aku.." secara mengejutkan Mahendra berdiri dan terlihat lincah, dia meraih handphonenya dan menghubungi lantai D dia meminta Pradita menemuinya.     

"Kau? Apa yang kamu pikirkan?" Surya turut penasaran.     

"Belakangan mereka melangsungkan banyak akuisisi, benar -bukan?" Tanya Mahendra pada Surya.     

"Ya," Surya mengangguk.     

"Kita cari profil para founder yang mereka rebut paksa start up-nya, kita lobi mereka dan kita buat hal serupa, kau tahu sakit hati bisa menghasilkan energi besar. Aku yakin ide dan otak para Founder yang asli masih bernaung di kepala mereka," Surya tersenyum mendengar ide gila CEO yang dia ikuti bertahun-tahun ini.     

"Kalau perlu kita cari informasi secepatnya terkait unicron yang akan mereka luncurkan, kalau memang itu adalah hasil akuisisi sepihak, tak akan ter bayangkan ketika founder asli kita hadirkan di sana, pasti dia kian terbakar dan setuju bergabung dengan kita," Surya menyumbangkan idenya yang sejalan dengan cara berpikir Hendra.     

"Masalahnya tim Thomas.." Hendra kembali terngiang betapa Thomas sangat tangkas dalam bidang ini.     

"Hendra sudahlah," Surya berusaha mereda kegelisahan.     

"tadi aku menghubungi Pradita, memintanya mengumpulkan tim Thomas, aku berharap berjumpa mereka dan mulai memimpin sementara sebelum di putuskan siapa penggantinya, kamu mau ikut serta bersamaku?"     

"Apa mereka bisa meeting di lantai atas saja?" pinta Surya supaya dia nyaman mendampingi Mahendra.     

"akan kucoba menyampaikan permintaanmu, Ah' idemu juga masuk akal, supaya mereka tidak tersugesti dengan kondisi kerusakan bangunan," Hendra setuju usulan Surya.     

***     

[3 jam sebelumnya]     

"Apa-apaan ini!!" Mata Nana melebar mendapati foto pernikahan Mahendra yang terpajang demikian sempurna di belakang meja kerja lelaki yang dia gilai.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.