Ciuman Pertama Aruna

III-71. Lambaian Tangan



III-71. Lambaian Tangan

0Di balik hiruk pikuk suasana pagi hari keluarga Lesmana, ada yang masih berdiam diri di dalam kamar mandi, belum ngapa-ngapain sejak tadi, "Aruna.." dia yang di dalam membuat panggilan lirih mengendap-endap untuk istrinya.     
0

"Sayang kesini.. cepat.."     

"Ada apa Hen.." akhirnya setelah berulang kali di panggil Aruna datang juga. Sedikit membingungkan ketika pria yang hanya menggunakan bawahan tersebut mengarahkan telunjuknya pada sebuah bak berisikan cucian.     

"Aku tidak bisa mandi, ada itu.. apa itu.. kenapa bajunya di rendam dan aneh begitu," kata Hendra dengan polosnya.     

"Oh' heem..." Aruna berdehem, dia mendekati bak berisikan rendaman baju, "Apakah kamu baru menemukan hal semacam ini dalam hidupmu?" Aruna bertanya pada Hendra.     

Dan laki-laki tersebut menangguk mirip orang yang berasal dari planet lain.     

Aruna masuk memeriksanya, memeriksa kira-kira milik siapa.     

"Kak Anantha! Bajumu kamu rendam berapa hari?" perempuan itu berteriak memunculkan kepalanya dari dalam kamar mandi.     

"Hehe.." mendengar kekeh anak lelakinya, bunda Indah segera memeriksa isi kamar mandi. Beliau langsung mendatangi Anantha dan mengomelinya tanpa ampun.     

Sangat lucu sebenarnya, Tapi lama-lama kasihan juga, "lain kali kalau tidak berniat mencuci jangan ditaruh di situ, titipkan bik Linda, biar di laundry saja,"     

"Sudah saatnya punya istri tuh Bun," sambil memondong bayinya, Aliana turun.     

Baby Alan ternyata sudah dimandikan dengan tampan, kini yang lain pun merapat di meja makan. Tinggal menunggu menantu yang mandinya paling lama.     

Dan ketika Hendra keluar, semua orang memandanginya. Tak semuanya berada di meja makan, soalnya yang lain berbaur di depan sofa televisi sebab kursi meja makan tak cukup.     

Yang duduk pada meja makan hanya sebagian, salah satunya tentu saja Mahendra dan Aruna. Hendra konsisten dengan cara makannya, dia tak banyak bicara dan tak banyak mengeluh. walau sejujurnya Hendra tak terbiasa makan nasi di pagi hari. Akan tetapi dia coba cara baru ala keluarga istrinya.     

Saat yang tersaji di meja makan mulai diundurkan oleh para perempuan. Menantu itu berbicara dengan cara terbaiknya, "ayah, Apakah saya boleh mengusulkan suatu," Hendra mencari celah supaya bisa memberikan masukan kepada ayah Lesmana terkait tempat tinggal yang lebih layak.     

"silakan, semua orang boleh bicara di rumah ini," ungkap Lesmana menatap mata Mahendra.     

"Rumah yang anda tinggali dulu, masih kosong, Apakah anda tidak merindukannya," mendengar ini Lesmana tersenyum ringan. Dia sadar kemana arah pembicaraan menantunya.     

"akan aku pikirkan, dan tanyakan kepada putra putriku," Hendra tak berani memaksa lagi. Kalimat sederhana tersebut sudah mewakili jawaban panjang terkait sang ayah butuh waktu untuk memutuskan apa yang akan dia pilih.     

.     

.     

Bersama langit yang masih mendung, dan rintik hujan membasahi pelataran rumah mungil di tepian kota metropolitan pasang suami istri berpamitan kepada kedua orang tuanya. Mereka juga berencana akan datang lagi dalam waktu dekat, Aruna mengikuti Hendra sambil membawa oleh-oleh dari bunda. Sepaket bekal makan siang, dan sepaket lagi snack sederhana yang ditujukan untuk keluarga Djoyodiningrat.     

Jendela mobil Bentley Continental black, perlahan ditutup masih setia menyajikan lambaian tangan dari gadis bungsu yang kini sudah menjadi perempuan dewasa.     

Di mobil yang sama, kakak ipar mereka alias Aditya turut serta ikut berangkat bersama.     

Dan jalan basah tersebut menyajikan bekas roda yang sama menariknya dengan bekas kenangan baru nan indah di benak seseorang.     

_istriku membawa banyak hal luar biasa pada dunia repetitifku, tak lagi kutemukan rasa bosan_     

***     

pagi itu karena Mahendra dan Aruna tidak membawa baju selain yang dia kenakan semalam, sang pria memilih berhenti di butik langganannya. Dan kakak ipar mereka memutuskan menaiki mobil satunya untuk berangkat lebih dahulu.     

Hendra meminta Aruna memilih baju yang dia suka, sedangkan dirinya berganti dengan pakaian yang baru.     

"Hen.. Apa benar bajuku diambil Kak Nana? Kau tahu itu?"     

Hendra mengangguk, setelah mendengarkan pertanyaan dari Aruna, "akan aku siapkan lagi yang lebih banyak, yang sesuai dengan keinginanmu"     

"Tidak... Aku mau baju-bajuku sesuai seleramu," perempuan tersebut memasuki kamar pas dan mulai mengganti bajunya. Belum juga keluar sang lelaki memaksa masuk ke dalam.     

"Kenapa kau menggangguku?"     

"aku tidak berniat mengganggu, Aku ingin dibantu,"     

"Dasi mu?"     

"kau mau benda ini dipasang perempuan lain?" Aruna menggeleng, tanpa bicara dia cekatan membantu Mahendra.     

"Kenapa kamu menginginkan baju yang sesuai selera ku, bijak sekali akhir-akhir ini,"     

"Giliran jadi istri baik kamu cadain,"     

"Hehe.." sang lelaki terkekeh, "kau takut aku lebih tertarik dengan yang lain?"     

"enggak.."     

"harusnya jawab iya, supaya aku bahagia,"     

"Aku tahu kamu nggak akan bisa berpaling dariku,"     

"percaya diri sekali,"     

"ya.. aku harus percaya diri," perempuan tersebut sudah menyelesaikan ikatan dasinya.     

Kini giliran dia menghadap cermin, dan sang pria membantu menarik resleting midi dress dari ujung punggung menuju leher belakang.     

"aku tidak bisa secantik cewek-cewek yang mengitarimu setiap saat, tapi aku yakin tidak ada bisa membuatmu tidur dengan nyaman tiap malam kecuali denganku," Mahendra menunjukkan lesung pipinya untuk kesekian kali, ucapan Aruna dia benar kan tanpa berkata 'iya'.     

"Sayangnya aku masih punya keraguan, kenapa aku tidak diizinkan ikut serta mendampingimu dalam agenda kerja," kalimat ini cukup berbahaya, kemarahan Aruna Beberapa hari lalu berawal dari salah paham atas berita yang ditulis beberapa media.     

"tenanglah, mulai sekarang, kau yang akan aku bawa kemana-mana,"     

"janji,"     

"aku tidak bisa berjanji, yang bisa aku lakukan mengupayakan yang terbaik untukmu,"     

Dan sang istri bergerak merapat, menarik dasi laki-lakinya lalu mengecup bibirnya, ini kompensasi termin pertama, Kata Aruna sebelum dia pergi keluar dari kamar pas.     

Apa yang dilakukan perempuan mungil tersebut, mengakibatkan lelaki bermata biru membeku sekian detik sebelum akhirnya dia menyadari dirinya tertinggal sendiri di dalam ruang persegi.     

"Lama sekali tuan Hendra tidak datang kemari," pemilik butik menemui Hendra secara khusus, perempuan glamor tersebut buru-buru menuju butiknya setelah tahu Mahendra datang.     

Hendra hanya tersenyum mengimbangi ucapannya, "Apakah nona Tania tidak ikut hari ini?"     

"oh jadi kak Tania sering mengunjungi tempat ini ya," ini suara Aruna mendekati kasir. pria yang menggesek kartunya terdiam seribu bahasa.     

"lain kali aku tidak mau datang lagi ke toko ini," ketus Aruna memandangi pemilik butik.      

"Ini bukan toko ya.. tempat yang anda datangi saat ini namanya butik, butik dengan kualitas premium yang tidak ada duanya," si perempuan glamour nampak tak suka pada Aruna.      

"Baiklah, apapun itu namanya Aku tak mau datang lagi ke tempat ini," Aruna mengintimidasi Mahendra.      

"Iya.. " sang lelaki pasrah, mengelus punggung perempuannya.      

Mata pemilik butik mengerjap-ngerjap, kebingungan dengan perilaku yang di tampakkan Mahendra.      

"E.. dia..??" dengan sedikit berhati-hati perempuan glamour mengurai pertanyaan minim kata.      

"Istriku," jawab Hendra, sama-sama minim katanya.     

"Ah' yang benar??"      

"Apakah karena aku jarang menonton televisi aku, sehingga aku tak tahu??" si perempuan glamor terlihat panik, dengan basa-basi dia melempar senyum pada Aruna.      

"Akun official Anda tak pernah menampilkan istri anda?" Kembali perempuan glamor bertanya, dia mencoba membuat konfirmasi.      

"Sengaja," jawab singkat Mahendra, merengkuh Aruna mengiringinya berjalan keluar dari butik.      

.     

"Aku tak suka!" Aruna tertangkap jengkel, "kenapa ekspresi mereka selalu begitu,"      

"Tenang lah.."      

"Mulai sekarang aku mau punya seseorang yang membantu ku make up dan memilih baju tiap saat,"      

"Iya,"      

"Lalu.. aku juga mau.. BLA BLA BLA.." Sang Perempuan membuat banyak permintaan.      

.     

.     

{Jika mendapati kalimat tertumpuk, mohon keluar dari novel/webnovel untuk di refresh ulang}     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.