Ciuman Pertama Aruna

III-73. Menjabarkan Iming-iming



III-73. Menjabarkan Iming-iming

0Hari ini begitu berbeda bagi Hendra, dia menghiasi raut wajahnya dengan senyuman tanpa henti, yang paling unik dari perilakunya hari ini ialah suara musik memenuhi ruang kerja CEO yang terkenal dingin dan suka ketenangan.     
0

Surya yang mengetuk pintunya berulang sampai-sampai terabaikan. Tampaknya alat pengeras suara yang usang tak pernah sempat di gunakan mampu menghasilkan suara nyaring sehingga tak bisa di tembus oleh ketukkan pintu Surya.     

"Tampaknya Musim semi hadir di ruangan ini?" Surya membuka pintu begitu saja setelah tahu dia terabaikan.     

Spontan sang pria yang sedang berbunga ini mengurai tawanya, dia mematikan musik dengan segera. Menghentikan pekerjaannya.     

"Bukan cuma musim semi," Hendra berdiri mendekati Surya yang kini memilih duduk pada sofa putih berpanoramakan punggung kota.     

"Lalu musim apa yang terjadi pada sahabatku?"     

"Musim.." Hendra yang kini duduk di sebelah surya mendekatkan bibir di telinga sahabatnya.     

"Hai! Geli ah' minggir sana," Rekan rasa kakak ini mendorong tubuh Mahendra.     

"Mau tahu, tidak?!" tampang tengil Hendra menjadikan lawan bicaranya penasaran.     

"Ya.. Boleh.. Boleh," sudah tahu tak berguna, nyatanya Surya penasaran juga.     

"Musim produksi," ucap Hendra yang sesaat berikutnya meledakkan tawa.     

"Gila kau!" hina Surya di barengi dengan tangan mendorong Hendra supaya menjauh segera.     

"Why??"     

Surya hanya meliriknya, jengah.     

"Benarkan? kau lebih dari tahu betapa beratnya aku menaklukkan Aruna, dan detik-detik ini kunikmati buah perjuanganku, dia luar biasa.."     

"Hais' hentikan ucapanmu!" Surya meminta lelaki berisik tersebut segera menutup mulutnya. Kalau tidak, Surya tahu Hendra akan mengganggunya dengan berbagai cara termasuk memamerkan kegilaannya terhadap sang istri yang tak hentinya di kagumi.     

"Apa kamu tidak menikmati masa-masa pengantin baru? Atau jangan-jangan kamu payah? Sini-sini ku tunjukan sesuatu?" Hendra meraih handphone-nya dan menggerakkan tangan di atas layar smart phone.     

"bicara apa kau..??" Surya menautkan alisnya. Alis itu kian menyatu tatkala Hendra si atasan sialan tersebut secara tidak langsung mengarahkan Surya untuk menamati layar handphone.     

"Yang berikut ini akan kucoba nanti malam," dia yang bicara menyajikan lesung pipi, "Ah' tak tahan.. rasanya ingin cepat-cepat bertemu Aruna," pemilik lesung pipi menyipitkan mata. Memerah di seputar pipi hingga telinga.     

"Bukannya tambah benar, kau ini kian tak waras,"     

"Hai.. kamu iri ya..,"     

"siapa pula yang iri, aku juga punya istri,"     

"Terus? Kenapa kamu baper? Hak ku, mesum pada istriku sendiri"     

"bagaimana aku tidak baper!! Aku bahkan belum mendapatkan izin berangkat Honeymoon, atasan penyiksa batin! Kau, Hais' ingin rasanya aku marah!!"     

"Hehe, aku lupa,"     

"lupa kau bilang??"     

"Jangan marah dong!"     

"Siapa yang tidak marah! kamu menikmati masa-masa indah padahal pengantin kedaluwarsa, dan aku?? pengantin baru tetapi haneymoon saja di persulit," tumben sekali Surya bisa marah.     

"kamu tahu sendiri jadwal kita padat," Hendra mengelus dada Surya pelan-pelan mereda kemarahan kawan, tapi tangan tersebut di tampik Surya.     

"kenapa kau ini?" Surya memandang aneh Hendra, sejak kapan dia jadi hangat dan punya cara berbeda dalam menunjukkan ekspresinya.     

"Aku hanya ikut-ikutan kakak iparku ketika sedang bertengkar, mereka kadang saling mengelus supaya tidak jadi marah," Hendra mengingat kejadian seru ketika bermalam di rumah mertuanya.     

"Kamu pasti senang, akhirnya mereka menerimamu," ungkapan Surya mendapatkan anggukan.     

"Oh' aku punya rencana untukmu,"     

"Rencana apa?"     

"honeymoon di pulau pribadi kami di Lombok, sangat indah, ada villa dengan fasilitas yang lebih dari cukup untuk melepas penat dan menikmati honeymoon," tawar Hendra.     

"Apa tak masalah aku manfaatkan? Dea sebenarnya ingin jalan-jalan ke Korea, dia amat sangat ingin berangkat ke sana, kau tahu kan idolanya oppa-oppa berkulit putih itu," tampaknya wajah Surya tak begitu setuju dengan ide istrinya.     

"lain kali saja ke Korea, kau tidak akan kecewa dengan Gili milik kami, bahkan keindahan bawah lautnya lebih dari yang kamu bayangkan, buat apa jauh-jauh ke Korea," kembali Hendra menjabarkan iming-imingnya. Di balik semua ucapan yang mengalun bagaikan rayuan menenangkan ada pikiran jahil yang terbesit. Hendra juga terinspirasi merencanakan honeymoon keduanya, kemungkinan dia akan mengekor diam-diam perjalanan Surya.     

"Nanti akan kudiskusikan bersama Dea,"     

"Bagus," mata biru tersenyum lebar.     

"oke sekarang kita bahas kedatangan kita di launching unicorn tarantula Group, Aku punya kabar baik, ternyata sebagian besar produknya ialah milik Anantha dan dia berkenan hadir bersama kita,"     

"Benarkah?" Mahendra mengangguk, "wah ini keberuntungan besar buat kita," kembali sang CEO mengiyakan lawan bicaranya. Dan memulai percakapan yang lebih serius.     

***     

Langkah malas di sajikan gadis muda, dia sudah mencoba berbagai gaun untuk hari besar perusahaan, begitu kata Lelaki yang tidak ia harapkan. Anehnya lelaki itu setia menemaninya memilih baju. Padahal sengaja sekali dia tidak cocok dengan yang ini maupun yang itu. Tujuannya supaya si lelaki menyerah untuk memintanya menemani pada agenda bisnis.     

"belum ada yang cocok?" Tanya Gibran dengan nada datar tak menunjukkan jengkel sama sekali.     

"Kak Gibran, kalau aku tidak menemukan baju yang cocok, Apa aku boleh.. em..." Syakila menghentikan ucapannya. Dia ingin membuat alasan tapi pikirannya terbentur, kesulitan menemukan kata yang tepat.     

"aku tahu kau tak suka ini Syakila, tapi kamu harus membiasakan dirimu sejak sekarang,"     

"tapi pernikahan kita nanti cuman bohongan,"     

"Iya aku tahu, sayangnya orang lain tidak akan berpikir begitu, dan tak boleh berpikir seperti itu. Jadi ikut ke dalam agenda kerjaku, sesungguhnya bagian dari tanggung jawabmu sebagai istriku di depan umum," suara ini konsisten datar, tanpa getaran kemarahan.     

Dengan terpaksa syakila memilih kembali bajunya, "bagaimana dengan yang ini kak?"     

"Boleh," lalu pria itu berjalan perlahan mendekati almari berlapis kaca, bersama pramuniaga yang mendekatinya sang pria menginginkan sebuah sepatu.     

Tak butuh waktu lama, sepatu yang ditunjuk telunjuk dikeluarkan oleh pramuniaga. sesaat kemudian dia letakkan sepatu tersebut di dekat perempuan yang kini berdiri di hadapan cermin sambil memutar-mutar tubuhnya.     

"Coba pakai," kalimat sederhana yang terlempar ringan dari bibir Gibran, sang pria yang memiliki pembawaan tenang tersebut tidak menjauh dari tepat gadis kurus itu berdiri. Dia menawarkan lengannya sebagai pegangan padahal telah dapat di duga Syakila pasti menolaknya.     

Dan perempuan itu mencobanya sepatu berhak tinggi yang di tunjukkan untuknya, "pegang lenganku Aku tahu kamu mudah terjatuh," si perempuan kurus mengerutkan keningnya. Dengan percaya diri menolak kebaikan si pria, dan tiba-tiba, "Ah'," Keluh syakila kehilangan keseimbangannya, untung sekali Gibran sudah menduga sejak semula. Tubuh Syakila dengan mudah di tangkap Gibran.     

"Kubilang juga apa, cobalah sekali-kali mendengarkan saran orang lain," Gibran membantu Syakila menemukan keseimbangannya.     

"aku tahu Kak ibran sengaja," ibran ialah panggilan yang sering digunakan syakila untuk lelaki yang menjabat sebagai CEO perusahaan tarantula.     

"Huuh, kau selalu punya pikiran buruk tentangku,"     

"sudah tahu aku mudah jatuh, Kenapa menyarankanku mengenakan sepatu berhak tinggi,"     

"Aku pernah melihatmu mengenakan sepatu semacam itu, dan ku pikir kamu sangat-" kalimat ini terhenti, Gibran mundur dan memilih pergi.     

_Cantik_     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.