Ciuman Pertama Aruna

III-80. Polemik Luar Biasa



III-80. Polemik Luar Biasa

0"Awalnya aku tidak tahu namanya seindah itu, Aku bahkan baru paham setelah dia berlari kepadaku membawa tugas sekolahnya, dia bertanya dengan riang, 'Ayah apa arti nama Aruna?' Waktu itu aku panik aku minta dia menunggu sebentar dan gadis kecilku seperti biasanya dia menuruti permintaanku, duduk riang mengayunkan kakinya karena kursi yang ia duduki terlalu tinggi," jelas sekali Lesmana sedang mengenang memori indahnya.     
0

"Aku menelepon teman-temanku yang kurasa bisa memberiku penjelasan makna nama Aruna. Waktu itu belum familier yang namanya mencari istilah di situs pencarian. Sayang sekali tak ada yang memberiku jawaban memuaskan. Tetapi ketika aku melihat wajah penuh harapnya, aku tak tega memberi tahu Aruna bahwa aku tak tahu makna namanya. Aku nekat, bertanya pada semua orang yang kusimpan nomornya. Ternyata jawaban kakekmu lah yang paling memuaskan, dia yang memberi tahuku arti nama Aruna, betapa bahagianya bisa melihat si bungsu mengerjakan PR dengan wajah riang itu," Lesmana terlihat menerbitkan ekspresi berbangga. Seiring rasa beruntungnya telah mendapatkan kesempatan berstatus ayah bagi putri kecil yang menenangkan hati.     

"Seperti apa rasanya jadi Ayah?" ini adalah pertanyaan Hendra. Mata biru penasaran sekali, sejujurnya ada gertak hati yang rasanya benar-benar luar biasa setelah tahu di rahim istrinya ada janin yang mengusung DNA-nya, darah dagingnya. Hendra menatap lamat-lamat mata ayah Lesmana dia menghasratkan penjelasan.     

"Pernah merasakan kehidupan tanpa arah? tanpa tujuan? dan hari-hari yang kita lalui berjalan begitu saja tiada makna," monolog Lesmana mendapatkan anggukan, artinya pria ini menyadari dia sering mengalami hal tersebut.     

"Kamu tidak akan menemukan lagi kondisi itu setelah menjadi ayah," penjelasan Lesmana berhenti sejenak dia mengamati ekspresi berbinar menantunya, "bayi-bayi mungil tersebut seperti alasan ke dua kita hidup selain di lahirkan, menjadi ayah seperti terlahir kembali,"     

"Betulkah?" Hendra menyahut penjelasan ayah Lesmana saking antusiasnya.     

Belum sempat ayah Lesmana mengiyakan, seorang dokter keluar dari ruang operasi VVIP.     

Dokter Martin mendekati Mahendra, mata biru terdiam demikian juga yang lainnya. Mereka tak mampu menerbitkan kalimat tanya. Pasrah menunggu penjelasan sang dokter.     

"Tidak ada kabar membahagiakan yang berasal dari tragedi, saya hanya bisa memastikan istri dan janin yang di kandungnya selamat," lega rasanya mendengarkan hal tersebut. Tidak ada yang lebih melegakan selain mengetahui orang-orang yang dicintai masih bisa bertahan.     

Dokter Martin menatap yang lain, mengisyaratkan 'mungkin ada yang ingin melihat sang pasien' dia tahu tuan muda di hadapannya tidak bisa melakukan itu.     

"Aku yang akan masuk ke dalam," mantap Mahendra.     

"Jangan memaksakan diri!" Kursi roda tetua Wiryo bergerak mendekati sang dokter, dia tak setuju keputusan cucunya     

"Ada yang punya penutup mata?" kalimat tanya berikut bukti bahwa mata biru tak akan peduli dengan peringatan tetua Wiryo.     

Spontan Surya yang berada dalam ruang yang sama bergerak gesit memenuhi permintaan kawannya. Pria yang sedang di landa penyesalan sebab dirinyalah yang terakhir berjumpa dengan nona Aruna, kini tertangkap mata menyerahkan sapu tangan Dan disambut telapak tangan Mahendra. Setelah tahu apa yang menjadi kehendak Hendra, Surya membantunya.     

Surya membantu mengikatkan sapu tangan di kepala Mahendra. Calon ayah tersebut memasuki ruangan dengan menutup mata. Getir, adalah definisi yang tepat untuk menggambarkan hati masing-masing individu yang mengamati perjuangan lelaki menaklukkan kelemahannya.     

Mahendra dituntun seorang suster memasuki ruangan, dan baju membungkus tubuh telah ia kenakan sebagai bagian dari prosedur medis. Sebelum akhirnya suara alat pendeteksi detak jantung menyusup di telinga kian lama kian dekat.     

Bip bip bip     

Semakin dekat suara pendeteksi detak jantung, Hendra tahu hal tersebut pertanda istrinya pun kian dekat dengannya. Lelaki ini berjalan sesuai arahan yang tuntunkan suster. Dia juga dibantu untuk duduk di di sebuah kursi dekat dengan ranjang pembaringan sang istri.     

Yang meraba mencari tangan perempuannya. Dia sempat dibantu suster untuk mendapatkan tangan itu. Betapa terharunya lelaki bermata biru. tanpa kata cara memegang tangan itu menimbulkan polemik tersendiri. Dipegang erat-erat, didekatinya dicium berulang kali.     

Mahendra mengerti ada alat yang terpasang di punggung telapak tangan sang istri, sehingga dirinya tak bisa menggerakkan tangan tersebut dengan leluasa.     

Masih dengan rasa terharunya, sang pria mengusung rabaan selanjutnya. Dia bergerak menyusuri lengan, terpaku sejenak, dan kian berhati-hati. Ada rasa kasat kain perban yang membungkus lengan.     

Jantungnya berdetak kencang, pikirannya melayang kemana-mana, luka macam apa di lengan istrinya. Dia menghentikan caranya meraba, "tolong bantu aku memegang wajah istriku," pintanya kepada suster.     

Tak butuh waktu lama tangan tersebut telah sampai di pipi perempuan.     

Betapa senangnya Mahendra bisa menyentuh wajah Aruna, _Maafkan aku, belum mampu menjagamu dengan baik, terima kasih sudah berjuang melawan rasa sakit untukku dan bayi kita_     

Hendra meraba wajah lebih lama, pria tersebut menikmati setiap sentuhan yang ia rasakan.     

Jantungnya tak mau diam, kian kencang berdetak tatkala menemukan hal-hal ganjil di sela-sela merasakan epidermis sang istri.     

Bagian pipi kiri dan kanan tidak seimbang, begitu juga ketika naik ke atas, pelipisnya terasa asing.     

"Tolong hati-hati," sang suster memperingatkan cara Hendra mencari pemahaman. Mata biru bertanya-tanya dalam hati. Seperti apa wajah istrinya saat ini.     

Saat tangan itu turun kemudian mengelus rambut perempuan. Hendra tahu rambut tersebut tak lagi panjang. Biasanya rambut ini memanjang, terurai berserakan sampai ke punggung. Kenyataannya tidak, perempuan yang tubuhnya di sadari sang peraba miring ke sebelah kiri alias menghadap ke padanya. Tidak di izinkan di raba punggungnya.     

"kenapa?" tanya Mahendra. Dokter martin memberitahu, luka terdalam berada di punggung tersebut. Hingga tubuh Sang pasien, belum diizinkan terbaring yang sempurna. Rasa-rasanya dada mata biru penuh dan sesak, menyerang serentak.     

Manusia macam apa yang tega menyerang tubuh Aruna hingga berakhir demikian parahnya. Hendra benar-benar penasaran, sebanyak apa luka yang diterima tubuh istrinya. Dan bagaimana dia akan melewati ini.     

Kondisi saat ini ialah hal baru yang teramat menyiksa baginya, bagaimana tidak, istrinya adalah alasan kesembuhan sekaligus faktor pemicu utama. Bersama rasa cinta yang mendalam di hati, pria ini tidak sanggup menghadapi kenyataan perempuannya dalam kondisi kritis.     

Ia tak bisa memungkiri luka yang menimpa sang istri akan menjadi ancaman bagi psikologisnya sendiri. Polemik luar biasa sesungguhnya ketika dirinya yang di nyatakan sembuh kembali mengalami gejala hyperarousal setelah melihat tanda-tanda terkait penganiayaan yang di terima orang yang iya kasihi, perempuan terpenting dalam hidupannya saat ini.     

Mahendra belum sempat menemui psikiaternya, Diana. Dia memilih berada di tempat ini dari pada berkonsultasi tentang keadaannya sendiri. Entah-lah yang terpenting baginya saat ini ialah istri dan janin di kandungan.     

"Anda ingin memegang apa?" sang suster yang mengamati menemukan rasa keprihatinannya.     

"Aku ingin memegang perut istriku," dan salah satu dari mereka membantu.     

Hendra mengelus sesuatu yang membuatnya merasa takjub bukan main. Sesuatu yang dulu tak berani dia impikan. Akan menjadi ayah, hatinya berdegup kencang dan berdebar-debar menyadari hal ini.     

Tidak ada yang tahu bahwa penutup mata itu basah di bagian tertentu. Hati lelaki bermata biru begitu rapuh hari ini, berkecamuk hebat antara duka mendalam dan bahagia.     

Walaupun dirinya tidak bisa melihat Aruna, dia paham dengan sangat perempuannya di penuhi luka, dia di serang secara brutal oleh seseorang. Dia tahu wajah Aruna-nya bengkak sebelah pelipisnya menonjol dan terasa basah, bisa jadi hasil di benturkan seseorang. Belum lagi lengannya mendapatkan sayatan, Hendra tahu istrinya di balut perban pada bagian tersebut.     

Yang Hendra tidak tahu, punggung gadis itu berada dalam kondisi cukup serius. Operasi yang dijalankan, hingga membutuhkan tambahan kantong darah di sebabkan punggung mungil Aruna mendapatkan luka serius, bekas di tancapkannya benda tajam. Gunting berlumuran darah ialah bagian dari alat yang digunakan untuk menyerangnya.     

"Sudah saatnya anda keluar," dokter Martin memperingatkan.     

Mahendra kembali meraih tangan sang istri lalu mengecupnya.     

.     

"kapan istriku di pindahkan ke kamar perawatan umum? Apakah keadaannya amat parah?" gerak langkah keluar ruangan di bumbui tanya jawab Mahendra dan dokter Martin.     

"Bersabarlah, ketika istri anda bangun dan kondisinya bisa di kategorikan stabil, kami akan segera memindahkannya di ruang perawatan umum," jelas Dokter Martin.     

"baik, ketika keadaan istriku lebih stabil aku mau memindahkan perawatannya di rumah induk,"     

"sejujurnya saya kurang setuju,"     

"apa kamu tak yakin aku bisa menghadirkan fasilitas yang setara dengan rumah sakit ini?"     

Dokter Martin tak bisa menerbitkan kalimat penolakan, dia terdiam.     

.     

Tepat ketika pintu ruang perawatan terbuka dan penutup mata di turunkan oleh Mahendra, dua orang asing hadir di antara mereka ... ...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.