Ciuman Pertama Aruna

III-88. Presdir Baru



III-88. Presdir Baru

0"Yang tadi?! Yang di hadapan bunda dan adik iparku," ternyata laki-laki ini masih mempersalahkan hal sepele. Tentang perempuan yang sempat mengatakan 'enggak juga' ketika ditanya; Apakah dia jatuh cinta.     
0

Dan Anantha membawanya kembali ke tempat semula. Tempat dirinya bergulat dengan Mahendra, yakni di depan ruang perawatan si bungsu yang kini menyajikan pria sialan hobi menghina ke jomlo-an nya.     

Anantha mendekat, membawa Nabila di dalam genggaman tangan, dia menyapa Mahendra yang terdiam, "Lihat! Dia sekarang benar-benar kekasihku," sepenting itu meralat sesuatu yang sebenarnya hanyalah permainan selingan di antaran hibuk kegelisahan seorang pria dewasa.     

Dan lelaki bermata biru seraya menjawab dengan tiga kata, "Iya, aku tahu,"     

"Hanya begitu?" tak sesuai prediksi Anantha, yang berhasrat ingin menunjukkan rasa berbangga menanggalkan label bujang lapuknya.     

Namun, ketika pria ini mengulang sikap ke kanak-kanak yang sempat mereka saling tunjukkan. Anantha malah tertegun dalam diam, ia melepas tangan Nabila dan mulai menepuk pundak Mahendra.     

Anantha sadar adik iparnya kembali kosong seperti semalam, ketika pertama kali membuka mata dari tidurnya akibat gejala hyperarousal.     

Baru saja Anantha membuka mulutnya, "Hen.." bukannya mendengarkan dia yang di sapa keburu berdiri. Berjalan cepat membuat panggilan via telepon, di ikuti ajudan setia yang selalu mengekor langkahnya.     

Lamat-lamat Anantha mendengar kalimat perintah adik iparnya, "Herry, pastikan Roland dan Alvin menjaga istriku, segera beritahu andai dia membutuhkan sesuatu. Pinta mereka langsung menghubungiku," Ajudan yang mengekornya manggut-manggut.     

"Dan jangan biarkan siapa pun melihat Aruna, bahkan keluarganya," lalu keduanya menuruni tangga.     

Anantha sempat berdiri Ingin rasanya mengkonfirmasi, 'bahkan keluarganya' apa maksud Mahendra?. Akan tetapi, hasrat tak terima tersebut terkalahkan oleh rasa iba. Mata biru secara nyata amat terpukul dengan kejadian yang menimpa Aruna. Buat apa dirinya (Anantha) tak mempercayai cara maupun keputusan-keputusan Hendra terkait menjaga adik bungsunya.     

.     

.     

[Andos] kalimat awalan dari telepon Hendra bukan hallo maupun salam sapa. Dia langsung memanggil nama, itu artinya sang tuan muda sedang terburu oleh sesuatu.     

[Ambilkan aku dokumen perpindahan kekuasaan dari tetua Wiryo menjadi atas namaku]     

[Maaf, boleh saya tahu untuk apa] dua orang yang saling memahami keadaan sedang melakukan konfirmasi terkait tidak mudahnya meminta izin tetua untuk mengeluarkan dokumen tersebut dari brangkas ruang kerja Wiryo di rumah induk.     

[Aku akan melangsungkan rapat pada ruang utama lantai D. Jika kakekku bertanya minta dia menghubungiku] suara Mahendra tegas dan lugas.     

[Baik]     

Dan lelaki yang telah memasukkan handphone-nya pada saku berjalan lebih cepat dari sebelumnya. Mahendra bahkan memacu mobilnya sendiri, mengabaikan keberadaan Herry. Dia juga meminta Herry menghubungi seluruh pimpinan lantai D. Entah apa yang di mau lelaki ini, Herry tak berani bertanya. Hal tersebut bukan kapasitasnya, tugasnya ialah menghubungi Raka, Pradita dan Vian. Sambil terus mengikuti kemauan arah langkah tuannya.     

Keduanya berakhir di lantai D, sebuah tempat yang renovasinya perlahan tampak menuju usai. Tidak ada pekerja bangunan dari luar, yang menyelesaikan tempat ini orang-orang dalam sendiri. Salah satunya para pengawal di bawah pimpinan Raka. Dan para pekerja dadakan tersebut berhenti melakukan aktivitas, guna sekedar menyapa pewaris tunggal Djoyodiningrat yang melintas di hadapan mereka.     

Seperti biasa tanpa balas sudah di anggap wajar oleh siapa pun. Mahendra tak menoleh, sebelum akhirnya masuk pada bagian dari pintu khusus yang Herry tak diizinkan mengikutinya lagi.     

"Herry,"     

"Ya, Tuan,"     

"Telepon Surya, beritahu padanya untuk menyelesaikan tugas kantorku hari ini, katakan bahwa dia berhak membuat keputusan yang setara denganku," Herry mengangguk.     

.     

.     

Mahendra datang paling awal di ruang dengan atap setengah lingkaran tersebut. Dia memainkan meja yang ada di bawah telapak tangannya. Kembali membaca biografi para pendiri tarantula, mengamati siapa saja keluarganya. Sesaat terlihat terhenti setelah menemukan nama Intan Sasmita Salim, sempat tersenyum per- sekian detik. Lalu dia kembali membuat gerakan pada jemarinya sejalan kemudian mata itu tertegun oleh foto keluarga yang menampilkan sosok lelaki paling kecil keluarga Diningrat.     

Kedua alisnya bertautan. Seolah mengenal anak kecil yang wajahnya familier. Dia memeriksa nama-nama anggota keluarga yang dipimpin perempuan bernama Clara serta putranya Rio.     

Wajah Clara sengaja di zoom oleh Mahendra, sesaat kemudian pria ini memahami bahwa Wiryo kakeknya serta perempuan yang ada dalam foto memang punya kemiripan.     

Pengamatan mata biru yang mendalam membuatnya tak sadar satu persatu penghuni kursi telah datang. Dan terbangun tatkala Pradita menyapanya, "Boleh saya tahu apa agenda kita hari ini?"     

Mahendra kemudian mengusung tatapan, "tunggu Andos datang," kembali pria itu larut membaca apa saja bisnis yang dimiliki Para dewan tarantula.     

Semuanya, dia membaca semuanya. Hingga lelaki yang dimaksudkan Mahendra masuk tergesa-gesa sembari menyerahkan dokumen yang dia inginkan, "Maaf saya terlambat, cukup berat meminta kepercayaan dari tetua Wiryo supaya diizinkan membawa dokumen ini,"     

Semua orang mengamati dokumen yang kini dibuka Mahendra, "mulai sekarang panggil aku presdir," dia bicara tanpa melihat siapa pun kecuali mengamati Aerograf di atas materai.     

Pria ini meletakkan dokumen terbuka yang menyajikan perjanjian pihak pertama atas nama Wiryo kepada pihak kedua atas nama Mahendra, tempat di tengah-tengah meja sehingga semuanya bisa mengamati.     

"mulai hari ini aku yang akan memimpin siapapun di bawah naungan Djaya Makmur Grup, baik yang di atas maupun di bawah tanah, Aku tidak mau keinginanku di nomor dua-kan, selama ini kalian memenuhi permintaan tetua melebihi apa pun, mulai detik ini juga permintaanku melebihi kehendak kakekku sendiri, tolong tancapkan itu di otak kalian masing-masing" pemberi monolog berbicara masih dengan memainkan jari-jarinya di atas meja, dia tidak melihat kumpulan orang yang sedang menatapnya. Mahendra masih memeriksa biografi para dewan tarantula.     

"Aku berencana membubarkan lantai ini," kalimat Mahendra membuat semua yang berada menyajikan ekspresi sentimen, ada yang menautkan alisnya, menyajikan urat ototnya bahkan Pradita memutar bola matanya seolah mencari pemahaman.     

"kalau kalian tak bisa kukendalikan, dan tak bisa bekerja sesuai ekspektasi ku," Mahendra baru menegakkan kepalanya, pria ini menggeser dokumen yang tadi ia diletakkan di tengah meja, kemudian jarinya menggerakkan foto para dewan tarantula.     

"Aku ingin menghancurkan mereka satu persatu," tidak sewajarnya mereka menunjukkan ekspresi bahagia ketika rencana gila mulai tersusun. anehnya masing-masing dari individu yang kini sedang duduk melingkari sebuah meja menerbitkan roman cerah pada raut wajahnya.     

Dan yang paling terlihat berhasrat ialah Andos, kepalan tangan itu tertangkap di atas meja. Walaupun tak banyak yang menyadari hal tersebut, termasuk Hendra yang lebih fokus mengamati bagaimana tanggapan Raka Pradipta dan Vian atas rencananya. Sebab dia tahu Andos tentu saja akan mendukungnya 100%.     

"Pertama aku berencana menggelar sidang penyuapan yang dilakukan wakil walikota Riswan. Aku ingin kalian mencari bukti yang disimpan Tim Thomas," bukti yang dimaksudkan Hendra ialah cek atas nama tarantula.     

"yang kedua, Aku inginkan pengki bersaksi pada sidang tersebut. Dia masih dikurung di lantai ini, -kan'?" Raka lekas mengangguk. Karena pengki merupakan tahanan Raka.     

"sasaran kita yang utama, menjebloskan Nugraha ke penjara," Nugraha ialah nama wakil walikota Riswan, "Tapi dibalik itu semua yang paling kita soroti dan sengaja kita sebarkan secara massal tentu saja keganjilan cek tarantula yang menjadi bukti utama kasus tersebut," tampaknya Mahendra akan membidik tarantula secara langsung.     

"anda tidak ingin mengangkat cek tarantula dalam persidangan?" Mahendra menggelengkan kepalanya nya, mendengar pertanyaan Pradita.     

"aku rasa keberadaan cek tersebut cukup kuat untuk menyeret tarantula ke dalam persidangan," berikut suara Raka.     

"Lalu hukumannya model apa?" senyum Mahendra sangat aneh.     

"aku yakin bisnis tarantula turut ditinjau," kembali raka menyuarakan hasil pemikirannya.     

"hanya ditinjau, hanya diawasi, apa gunanya punishment semacam itu. Tidak ada efek berarti, mau tak mau kita harus sadar tarantula lebih punya power dalam mengendalikan structure, sedangkan kita?" pertanyaan Mahendra tak terjawab.     

"Apakah anda mulai menginginkan turut serta bergabung pada perhelatan power structure?" ini pertanyaan Vian setelah mengamati tiap kata yang keluar dari bibir Mahendra.     

"Iya. Kalau pekerjaan kalian tidak berjalan sesuai ekspektasiku," penghuni lantai D saling memandang satu sama lain. Jadi ini maksudnya, presidir baru. Dia punya misi dengan pertaruhan besar, yakni keberadaan lantai D beserta penghuninya.     

"Em.. mas,"     

"panggil aku presdir," Mahendra memenggal ucapan Raka.     

"Oh' maaf Presdir,"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.