Ciuman Pertama Aruna

III-92. Kopi Pahit & Malam Gelap



III-92. Kopi Pahit & Malam Gelap

0"Kopi low sugar, -mungkin," Nabila berbicara asal saja, dia sekedar mengingat secangkir kopi pahit ke sukaan almarhum ayahnya.     
0

"Aku mau minum itu," sedangkan Anantha fokus pada kata 'keren' bukan 'low sugar'.     

Setelah cukup lama berdiam diri di ruang tamu yang juga berfungsi sebagai ruang nonton TV. Perempuan bernama Nabila datang. Perempuan tersebut membawa kopi hitam pahit tanpa gula. Meletakkannya di hadapan Anantha yang lebih sibuk memindahkan channel TV menggunakan remote pada tangan kanannya.     

Matanya masih fokus di layar televisi, akan tetapi isi kepalanya sedang terpenuhi tanda tanya, "Apa yang dilakukan mantan pacarmu setelah minum kopi?" pertanyaan macam apa ini.     

"mantan pacarku tidak pernah minum kopi," Nabila memutar matanya, mencari cara supaya pikirannya bisa sinkron dengan cara berpikir kakak atasannya, Bu Alia.     

"Oh' dia bukan golongan lelaki keren," konklusi Anantha terlalu saklek. Anantha mungkin saja masih terperangkap dalam dunia kerjanya. Mana ada kesimpulan dari hubungan antar manusia, serta persepsi-persepsi yang tumbuh di dalamnya sesederhana pikiran Anantha.     

Hubungan manusia lebih rumit, Tak akan sejalan dengan logika coding, ketika menyusun kode-kode tertentu serta merta akan muncul fungsi-fungsi baru yang dibutuhkan perangkainya.     

'Simbol minum kopi dari kata keren bukan berarti mantan pacar Nabila tidak keren' neuron di dalam kepala Nabila bertubrukan satu sama lain akibat sudut pandang pria unik di hadapannya. Ingin rasanya Nabila menjelaskan panjang kali lebar tapi ekspresi Anantha terlalu percaya diri, jadi gadis tersebut sengaja membiarkan saja kesalah kaprahan yang Anantha simpulkan.     

"Kenapa diam?"     

"Hee.." Nabila hanya bisa tersenyum, _bagaimana mungkin aku bicara?, Sepertinya kak Anantha sedikit aneh_     

_apa aku harus minum kopi ya?_ batin Ananta menduga-duga.     

Tepat ketika kopi itu diseruput, ada yang terbatuk-batuk. Hingga mukanya merah, kopi buatan Nabila sangat pahit, tentu saja namanya juga tanpa gula. Sayangnya demi kata 'keren' Ananta meneguk secangkir kopi pahit tak bersisa. Lalu buru-buru izin ke belakang. Pria ini muntah-muntah di kamar mandi Nabila.     

Ada-ada saja ulah Anantha     

"Hah! Bodohnya! Bodoh bodoh," putra tertua keluarga Lesmana sedang mengumpati dirinya sendiri.     

"Sudah kuduga, punya pacar menyusahkan," lelaki ini menggerutu. Memarahi dirinya. Mantap, berniat pulang! Giliran membuka pintu kamar mandi. Nabila sudah berdiri di sana memegang tisu pada tangan katanya.     

"Kak Anantha nggak apa-apa?"     

"Tentu saja aku apa-apa! Masa iya kamu nggak menyadari ini?!" sifat aslinya muncul juga.     

"maaf, Aku tidak tahu kakak nggak suka kopi pahit," tisu di tangan Nabila, rampas cekatan oleh Anantha.     

"Walau aku nggak suka kopi! Aku tetap keren, iya -kan'?" Ananta memaksakan sesuatu yang absurd. Si polos Nabila mengangguk, interaksi dua orang manusia ini kian kacau balau.     

***     

Gerbang utama cluster perumahan mewah, tak bisa dilewati dua manusia yang mengupayakan trik jitunya. Cara terakhir untuk melewati gerbang tersebut, mereka menunggu hingga larut malam dan salah satu satpam yang sedang berjaga tanpa sengaja tertidur pulas ketika ditinggalkan rekannya untuk berpatroli sejenak.     

Thomas buru-buru menepuk pundak Kiki, perempuan tersebut sudah hilang dibawa mimpi. Padahal posisinya duduk memeluk lututnya sehingga iya bisa menyembunyikan kepalanya di sana.     

"Kiki bangun lah.." Thomas memelankan suaranya. Setelah ia kembali dari pengintaian yang cukup lama. Kiki menguap, lalu berdiri dari rerumputan tepatnya terduduk tadi.     

"ayo ikut aku," suara Thomas masih rendah.     

"motorku gimana?"     

"Tinggalkan saja?"     

"Nanti kalau hilang gimana?"     

"aku akan membelikannya, kunci dengan benar motormu,"     

"Ah' aku nggak mau, makan saja masih numpang pada ku, mana mungkin membelikan motor,"     

"tenang, asal kita sampai di clusterku, aku janji, akan ku ganti semua kebaikan keluargamu," Kiki memasang wajah jengkal, antara kesal dibangunkan pada posisi yang amat sangat ngantuk, dan kesal mendengarkan bualan Thomas.     

.     

.     

Sayangnya, ucapan demi ucapan yang tadi Thomas layangkan benar adanya. Setelah keduanya berhasil melewati gerbang utama. Dua anak manusia ini berjalan ber iringan di antara jejeran cluster rumah yang teramat mewah pada pelupuk mata Kiki.     

Sehingga panorama malam yang langitnya Tanpa bintang, menyajikan seorang pria tertatih-tatih dibuntuti perempuan terbengong-bengong.     

Bip bip bip. Ping!     

Itulah bunyi pintu salah satu cluster termewah yang berjajar diantara cluster-cluster besar lainnya.     

Kiki Masih melongo, kian tak menyangka ketika pria tertatih itu masuk ke dalam pintu kaca. Lampu perlahan menyala tanpa disentuh pemiliknya. Maksudnya, Thomas bahkan tidak menyentuh apa pun selain menekan password pada kotak di sebelah pintu. tampaknya kiki tidak tahu bahwa hal semacam itu namanya adalah sistem otomatis yang terpasang di hunian bertemakan urban modern.     

Mana mungkin Kiki tahu, hal semacam ini bukan dunianya. Masih dengan ke tertegunannya Kiki menamati seluruh isi cluster hunian mewah Thomas. Pantas saja pria ini kabarnya mendapat ancaman pembunuhan, mungkin dia terlalu kaya sampai hartanya diburu seorang penjahat.     

Kiki teramat standar dalam memahami polemik yang diusung pria yang saat ini sibuk mengeluarkan makanan dari dalam pintu kulkasnya.     

"Sekarang, makan dulu," Thomas menyodorkan kota es krim, minuman ringan, termasuk bungkusan-bungkusan yang dituang pria itu ke dalam panci kecil. Tidak berapa lama panci panas tersebut dihidangkan Thomas di atas mangkok.     

"Aku tidak suka makan ini!" Kiki menatap aneh.     

"Makan saja!" sebenarnya Thomas menyajikan oatmeal bercampur susu yang tersisa di kulkasnya. Perempuan ini menekuk mulutnya, tapi dia butuh sesuatu yang hangat untuk mengisi perutnya, terpaksa Kiki makanan apa yang dihidangkan. Tampaknya Thomas terlihat buru-buru bahkan cenderung terkesan rakus. Ia menyendok dan memasukkan cepat-cepat outmeal ke dalam mulutnya.     

Setelah usai lelaki berambut sebahu itu bersusah payah menaiki, tangga yang melingkar indah pada seputaran ruangan yang mengusung kesan modern sekaligus klasik. Kiki tak bisa melukiskannya. Intinya terlalu luar biasa dalam benaknya.     

Melihat Thomas yang sempat tidak tepat meletakkan penyangga tubuhnya. Membuat Kiki berlari untuk membantunya. Kiki memegangi lengan pria itu. Menuntunnya menuju tempat yang dia inginkan.     

"Apakah ini kamarmu?" sang perempuan sedang tertegun untuk kesekian kalinya. Kamar Thomas lebih dari setengah rumahnya. Padahal Kiki belum tahu ada ruang yang tersembunyi dibalik pintu-pintu pada kamar Thomas. Ketika Thomas mulai membukanya. Sudah dapat dibayangkan. Kiki hampir ambruk melihatnya.     

Perempuan itu berpikir keras, bisa jadi dirinya saat ini masih berada dalam mimpi. Tubuhnya masih di atas rumput. Dan alam mimpinya membawa ke dalam ruang yang menyajikan deretan baju tergantung rapi. termasuk aksesoris yang tertata pada kaca kaca etalase indah.     

Dalam alam mimpi itu Thomas mengambil salah satu tas. Lalu memunguti aksesoris beserta kotak di bawah laci. Tampaknya Thomas akan melangsungkan pencurian di dalam alam mimpi ini.     

Kemungkinan besar mimpi aneh ini terjadi sebab tadi Thomas mencuri baju yang masih setia dia kenakan. Kalau nanti dirinya bangun, siap-siap saja Thomas akan dapat segudang kemarahan.     

"Kau ini kenapa Kiki?" tanya Thomas menamati perempuan yang terbengong-bengong, "jangan duduk di lantai," Kiki terduduk di lantai masih dengan ekspresi kebingungan     

"Thomas! Aku yakin aku sedang bermimpi. Bagaimana caranya supaya aku cepat bangun?"     

"kau ini bicara apa??" giliran Thomas membalas pukulan sendok siang tadi. Lelaki tersebut mengayunkan ... ...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.