Ciuman Pertama Aruna

III-94. Kain Menjulur Ke Bawah



III-94. Kain Menjulur Ke Bawah

0"Apa aku perlu mengucapkannya 100 kali sampai kau sadar!" kesal Thomas dirundung pertanyaan yang sama.     
0

"Lalu kenapa di bawah sana ada orang asing? seolah sedang memeriksa sesuatu?" kedua tangan Kiki terangkat, sejajar bahunya, dengan ujung kedua telunjuk yang menunjuk ke arah pintu terbuka di belakang punggung.     

Thomas bergegas mengambil langkah cepat, sempat menyenggol lengan Kiki.     

Mata pria berambut sebahu menerawang lantai bawah, berburu pemahaman, "Sial!" umpatnya kembali mengambil langkah cepat, mengusahakan suara alat bantu jalan tidak tertangkap pria di luar sana, di depan pintu rumahnya. Dia buru-buru memasuki kamar dan menutup pintu rapat-rapat. Seraya tertangkap gerakan mengunci hendel pintu yang ia pegang.     

"Thomas ada apa?" kata Kiki mendapati tubuhnya di dorong Thomas.     

"Apa keberadaanmu tadi diketahui lelaki yang memeriksa pintu rumahku?" tanya Thomas masih konsisten mendorong punggung Kiki menuju ruang baju.     

"Tidak," Kiki membalas pertanyaan dengan nada panik sebab pria yang menuntun langkah paksaan juga terlihat panik, "aku langsung berjalan kemari. Aku masih berpikir kamu pencuri, kenapa ada orang yang mencoba memeriksa rumah ini," kerutan di dahi Kiki tertangkap.     

"Sudah! Diamlah," pria ini mematikan lampu ruang baju, meminta Kiki merunduk pada salah satu pojokkan ruangan di antara gantungan ham dan celana.     

"Husst," Thomas meletakan jari telunjuknya di atas bibir Kiki, "Diam di sini sampai aku kembali dan memastikan semuanya aman," Thomas memahami kesalahannya, dia membiarkan cluster-nya yang cenderung terbuka dengan material kaca di beberapa bagian, tengah menyajikan lampu menyala. Cluster seseorang yang di duga telah meninggal, tiba-tiba terang benderang di malam hari. Bisa jadi salah satu tetangganya atau para pelayan yang menjadi bagian dari fasilitas perumahan mewah ini sedang membuat pengamatan.     

"Gawat!" gerutu lirih Thomas, dia sedang kecewa atas tindakan berupa kebodohan termutakhirnya. yang memeriksa pintu cluster nya seseorang yang tak asing. si pria bertubuh kurus, jangkung dengan sudut-sudut lancip tiap sisi wajahnya. Siapa lagi kalau bukan Vian. Hunian Vian tepat di depan hunian Thomas.     

Thomas semakin awas menamati pria yang kini mengayunkan tangannya, Vian terlihat membuat panggilan dengan handphone-nya.     

Jantung seseorang berdetak kencang, naik menurun seiring langkah berputar-putar Vian yang sedang membuat panggilan. Kalau sampai Vian bisa masuk ke dalam rumahnya, tamat sudah riwayatnya. Terlebih pria itu bisa menghubungi siapa saja termasuk Pradita, mudah baginya untuk melakukan tindakan pembobolan password cluster ini.     

_Apa yang harus aku lakukan?_ mata Thomas menerawang ke sana kemari dia tidak mungkin pergi dari rumah ini lewat jalan depan. Pintu lain pun harus menuruni tangga yang mudah tertangkap mata Vian.     

[Hallo!]     

[Jangan menggangguku?]     

[Keluarlah! Coba lihatlah kluster Thomas]     

[Aku masih di lantai D Vian,]     

[Raka juga?]     

[Tentu, apa yang terjadi?]     

[Lampu kluster Thomas nyala sendiri]     

[Mungkin sedang dibersihkan petugas]     

[Menurutku hal itu mustahil, pintunya tidak ada orang di dalam]     

[Maksudmu, di dalam tidak ada siapa pun, tapi sensor lampunya menyala tiba-tiba?]     

[Aku rasa ada orang yang masuk ke dalam, pintu ini terkunci dari dalam]     

[Apa kau melihat tanda-tandanya?]     

[Sejauh ini aku tidak melihat siapa pun di dalam?]     

[Apa aku perlu mengirimkan anak buahku?]     

[ menurutku itu ide bagus, supaya aku bisa memeriksa Apakah sensornya yang rusak, atau memang ada seseorang yang menyusup ke dalam]     

[Oke, baik]     

.     

.     

"Kiki.. Kiki.. ikutlah aku sekarang," Thomas menarik lengan Kiki.     

"Ada apa lagi Thomas? Dalam kegelapan gadis itu mulai berdiri, meraba mengikuti tarikan tangan Thomas.     

"aku rasa Vian akan memeriksa bagian dalam rumah ini, Aku tidak mau tertangkap olehnya," Thomas menyerahkan tas punggung untuk Kiki, tas punggung yang dia isi benda-benda berharga miliknya. Dirinya sendiri juga memanggul tas berisikan beberapa benda pribadinya seperti baju yang ingin ia kenakan.     

"siapa Vian?" tanya Kiki mengikuti Thomas yang kini sedang membuka jendela kamarnya.     

"saudaraku,"     

"lalu kenapa kamu menghindarinya Thomas?"     

"Kalau aku muncul sekarang, Aku masih buta perkembangan kasusku. bisa jadi, karena aku memang bersalah, aku akan berakhir dihukum, dan tidak sempat balas dendam. Aku butuh fisikku pulih terlebih dahulu baru membuat strategi yang tepat," Thomas menarik kasar kain yang membungkus alas ranjang tidurnya, membuat ikatan tali kuat pada tiang penyangga di antara jendela. Dia bahkan mencari kain Lain, laki-laki tersebut menarik gorden supaya tali yang dia buat semakin panjang.     

"Thomas, Aku nggak tahu cara menuruni lantai 2 dengan tali" keluh Kiki, menatap permukaan tanah di bawah sana. Entah apa yang terjadi bulu kuduknya merinding sendiri. Gadis tersebut, kumpulan manusia biasa yang tidak pernah membayangkan dirinya akan menuruni jendela lantai dua rumah mewah setelah memanggul satu ransel berisikan benda-benda berharga. Hal berikut mirip adegan komplotan pencuri, Kiki Masih dilema, sebenarnya seperti apa manusia bernama Thomas ini.     

Dengan cekatan Thomas membuat ikatan demi ikatan, hingga kain di tangannya menyajikan gumpalan pada jarak tertentu, "lihat caraku turun, setelah itu lakukan seperti yang aku tunjukkan. Jangan khawatir, kakiku yang seperti ini saja mampu, aku yakin kamu bisa," tanpa banyak bicara lagi Thomas menurunkan perlahan kain bersama alat bantu jalan yang diikat di ujung kain tersebut.     

Terlihat dengan jelas kain itu menjulur, menyentuh tanah di bawah sana.     

Disusul Thomas memanfaatkan tangan kekarnya mencengkeram kuat kain, dan merosot perlahan-lahan sesuai pola gumpalan-gumpalan ikatan kain yang berjarak. Kaki pria itu menunjukkan cara mengapit kain yang melintas di kakinya.     

Setelah Thomas berhasil mencapai pertengahan, dengan derai air mata gadis galak tersebut turun gemetaran, dia amat sangat takut. Kiki sempat berpikir dirinya tidak akan turun menggunakan kain itu. Namun apa yang akan terjadi Andai dirinya tertinggal di tempat tersebut? Kiki sama takutnya. Sehingga mau tidak mau gadis tersebut menuruti keinginan Thomas.     

Dia sempat merosot, sungguh menakutkan, hingga ada teriakan kecil, teriakan yang disembunyikan dan ditekan supaya orang yang di hindari Thomas tidak curiga. sebelum akhirnya kain tersebut kembali di dekap kuat-kuat.     

Dalam kondisi ketakutan gadis yang terlihat garang di sepanjang perkenalannya, ternyata bisa menangis gemetaran juga.     

"Sudah.." elus Thomas menyentuh rambut Kiki, "kamu sudah berhasil, kita selamat, kamu hebat," sempat tertangkap pelukan Thomas kepada Kiki, supaya gadis dari lingkungan biasa itu lebih tenang.     

Keduanya berjalan mengendap-ngendap, dan mulai melangkah cepat ketika kian jauh dari cluster Thomas. Mencoba kembali menemukan motor yang terparkir di luar perumahan yang terlampau mewah untuk perempuan yang kini memegangi tangan Thomas supaya pria itu berjalan lebih gesit.     

***     

Ketukan pintu, diperdengarkan pengawal yang ada di luar. Mahendra bangkit, menyadari hari telah pagi. Ternyata ketukan itu ialah tanda bahwa suster yang bergantian menjaga Aruna berharap bisa memeriksa pasiennya.     

"Dia masih tidur," suara rendah Mata biru memberi tahu perempuan berbaju putih dengan topi di kepala.     

"Iya saya tahu, saya hanya ingin memeriksa infus," suster yang berjalan masuk dibuntuti mata biru, sambil menguap.     

"Bagaimana malam anda tuan?" sang suster membuka percakapan, sekedar untuk mencairkan suasana.     

"Istriku mudah terbangun dan sering mengeluh gatal," balas Hendra, duduk di sela ranjang istrinya.     

"Lukanya perlahan mengering, pasti rasanya tidak nyaman, jadi hari ini kami berencana memandikannya?" suster tersebut terlihat cekatan mengganti infus Aruna, dan mulai mengatur suhu ruangan.     

"sudah boleh mandi?" wajah Mahendra menunjukkan keraguan.     

"kami hanya akan membasuhnya di beberapa bagian, supaya nona merasa segar,"     

"Oh.. sekalian aku berharap ada seseorang yang merapikan rambutnya," suster tersebut tertangkap mengangguk menyetujui ide Mahendra.     

"Apa kamu akan memandikan istriku sekarang?" Hendra menatap perilaku suster yang perlahan menyajikan baju ganti Aruna, dia mengeluarkan beberapa benda dari dalam almari kamar VIP. Perempuan berbaju putih turut serta meletakkan handuk, pelembab kulit dan lain sebagainya, berjajar di atas nakas.     

"Saya sedang menunggu rekan saya, supaya lebih mudah membantu nona," lengkap suster sambil menundukkan wajahnya, meminta waktu.     

"Jangan sentuh istriku sampai dia terbangun sendiri, seingatku belum lama dia akhirnya tidur dengan nyaman," Mahendra bangkit dari duduknya, meraih handphone dan sejalan berikutnya membuat panggilan. Sambil bercakap-cakap pria ini sempat menitipkan istrinya pada suster yang setia menunggu. Dan perempuan berbalik pakaian putih Mengiyakan permintaannya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.