Ciuman Pertama Aruna

III-101. Lagi-lagi Tertipu



III-101. Lagi-lagi Tertipu

0Keluarga Lesmana datang, tepat disaat gerbang utama perlahan terbuka salah seorang dari mereka berlari memberi informasi kepada asisten rumah induk melalui sambungan telepon. tentu saja asisten bagian dalam rumah mulai melaksanakan penyambutannya, memberitahu nyonya besar alias Oma Sukma dan tentu saja Gayatri nona utama keluarga ini.     
0

Mereka yang di dapur sibuk seketika, sedangkan Gayatri lekas menuju kamar Putra dan menantunya. Hendra sempat memberi kabar, akan tetapi tuan muda Djoyodiningrat mengatakan keluarga istrinya akan datang sore hari. Kenyataannya belum lama setelah mereka datang dari rumah sakit. Keluarga Lesmana sudah tiba, hibuk wira-wiri mereka yang bertugas menjamu tak terelakkan.     

Pintu ukir yang menjulang dan lebar itu perlahan terbuka. Belum ada tuan rumah yang menyambutnya. Sebab Hendra baru saja turun dari tangga dan berlari menuju keluarga ayah Lesmana.     

Ada 5 orang yang datang dan seorang bayi kecil digendong oleh pengasuhnya, mbak Linda.     

"Wah.. jadi seperti ini di dalam," ini suara Aliana, ibu muda tersebut terkagum-kagum pada langkah pertamanya memasuki rumah keluarga Djoyodiningrat. Dia pernah datang ke rumah induk, tetapi belum pernah masuk ke dalam, dicukupkan sejenak menghadiri pernikahan adiknya pada pelataran taman, yang kalah itu amat sangat ia tentang.     

Rasa terkagum tersebut bukan sekedar dirasakan Aliana. Bunda Indah termasuk mbak Linda sampai lupa mengerjakan mata. Berbeda dengan Ayah Lesmana dan Aditya yang tampaknya tidak begitu terkejut terhadap apa-apa yang dia lihat pada ruang terima tamu rumah induk keluarga joyodiningrat.     

Ayah Lesmana dulu pernah bekerja di tempat ini, membuntuti Wiryo kemana pun dia pergi. Sedangkan Aditya semewah apa pun yang dia lihat tak mungkin terkejut. Djoya Makmur Grup tempatnya bekerja menaungi beberapa anak perusahaan skala nasional. Bahkan sudah merambah mancanegara. Profitnya tentu saja di luar prediksi orang umum seperti karyawan sekelas Aditya. Untuk itu pria ini biasa saja tatkala mengamati tiap hal yang disajikan rumah Presdir perusahaannya.     

"Tau gini aku dulu mau-mau saja nikah sama pewaris..,"     

"Huuss.." Aditya menatap Aliana. Dan perempuan berstatus istri, nyengir.     

Betapa terkejutnya Aliana ketika Mahendra datang, sejenak berikutnya mengantar rombongan keluarga Lesmana menuju keberadaan si bungsu. Setiap sisi yang di tawarkan rumah induk hampir mirip negeri dongeng. Indah, memukau dan wow.     

Mahendra yang sedang memimpin perjalanan sambil bercakap-cakap dengan ayah Lesmana pun begitu memukau dengan outfit nya yang terlihat bukan sekedar baju sembarangan. Anehnya si bungsu tidak pernah menceritakan tentang dia yang tinggal di tempat seperti ini.     

Dan ketika keluarga ini akan naik menuju lantai 2. Tertangkap istri pemilik rumah tergopoh-gopoh menemui besannya. Oma Sukma memeluk serta saling berjabat tangan dengan bunda indah termasuk Aliana. Menyapa ramah, sesaat kemudian perempuan paruh baya tersebut terpukau melihat baby Alan. Sayangnya baby Alan menangis ketika Oma Sukma berhasrat menggendongnya.     

Binar matanya mirip Mahendra ketika melihat baby Alan. Tampaknya keluarga ini begitu berminat terhadap bayi. Walaupun Alan menangis Sukma tidak hilang akal. Dia menarik mbak Linda sekalian, Supaya bisa lebih lama bercengkerama dengan Alan. Sehingga bayi kecil itu terpisah dari ayah dan bundanya. Sebab Aditya dan Aliana memilih membuntuti Ayah Lesmana dan bunda Indah menemui si bungsu.     

Detik terbukanya pintu, serta senyum bahagia keluarga Lesmana. Ada pria yang memperhatikan dengan Lamat dua perempuan di ujung sana. Aruna yang duduk di meja riasnya, serta mommy Gayatri yang tampak sibuk membereskan sesuatu.     

Mata biru lega, menyadari Aruna menyembunyikan wajah membiru dan lebam. Kelihatan sekali Gayatri lah yang membantunya.     

Di dalam hati Mahendra, dia menyadari masih ada rasa canggung yang belum sempat ter uraikan. 24 tahun tidak pernah menyapa ibunya sendiri, walaupun tinggal dalam satu rumah. Duduk dalam satu meja atau di mobil yang sama. Sebab perempuan tersebut terlalu tenang dan seperti mayat hidup. Sejujurnya Mahendra amat terkejut, Apa yang mengakibatkan mommy-nya mau menjalani terapi intensif bersama dokter Diana.     

Sungguh teramat berbeda, dia bisa menyapa ibu indah dan keluarga besannya dengan baik. senyum menyenangkan tak lagi kosong atau tinggal di dunianya sendiri.     

.     

Tepat ketika para orang tua memutuskan untuk turun ke lantai bawah setelah melihat aruna yang mulai lelah. Kini kamar itu menyisakan Aditya dan Aliana. sedangkan Mahendra sibuk menuntun istrinya menginginkan kembali terbaring.     

"Minum.." suara ini suara Aruna. Cekatan Mahendra meraih minum, membantunya.     

"sebenarnya kecelakaan seperti Apa yang terjadi padamu dek?" Aliana tampak penasaran.     

"Huss.. yang penting Aruna sudah kembali sehat, kan," Aditya yang memahami tragedi serta rumor yang terjadi di kantor pusat jaya Makmur Group membungkam kalimat tanya istrinya. Ketika diperhatikan, tidak akan ada yang tahu bahwa punggung masih dibalut perban berlapis sampai menutupi tubuhnya bagian depan. Atau tangan kiri Aruna yang juga masih dibungkus. istri Mahendra menutupinya menggunakan baju lengan panjang.     

Hendra terdiam, fokus merapikan selimut istrinya. Kian lama kian terlihat matanya meredup.     

"Wah gila.. selimutnya.." celetuk Ariana mendekati si bungsu. Terdengar lirih kalimat kesal Aditya 'apa lagi sih', sejak dulu Aliana memang suka hal-hal yang berbau brand ternama, dia mendekat menyentuh selimut berwarna biru dongker motif kotak bersimbol H. Tentu saja Aliana terkejut, Mahendra menyelimuti istrinya dengan benda yang harganya fantastis. Brand yang sama biasanya menjual tas dengan harga selangit.     

"Kakak mau? kado pernikahanku belum sempat aku sentuh, ada di ruang sebelah. Kalau ada yang suka bawa saja," suara ini konsisten lemah, volumenya kian rendah.     

"Benarkah?" Aruna melirik suaminya, Mahendra buru-buru bangkit membuat panggilan, tak lama asisten rumah induk datang membantu mengarahkan Aliana.     

Sejalan dengan menghilangnya punggung sepasang suami istri, sejujurnya ada yang menyimpan rasa panik.     

"Sayang ada apa?" Mahendra mendekatkan wajahnya pada Aruna, mengamati istrinya yang kian jelas mulai melemah.     

Dia hanya menggeleng, sayangnya di susul mata memejam.     

Buru-buru pria tersebut bangkit dari duduknya. Membuka pintu kamar, dia berdiri di tengah tepian pembatas lantai dua yang berada tepat di atas tengah-tengah ruang utama lantai pertama. "Siapa pun yang dengar, bawa kemari suster yang bertugas di rumah ini," dia panik.     

"Sayang.." Hendra kembali masuk, mendekat, dia berulang mengelus wajah.     

Di sisi lain ada bunda dan ayah Lesmana tertangkap resah, spontan di tenangkan Gayatri serta Oma Sukma. Di beritahu bahwa Mahendra selalu berlebih terkait istrinya.     

Berbeda dengan apa yang terjadi di kamar pasangan pewaris tersebut. Para suster kembali memasang infus, baju yang menutupi luka yang rencananya akan dibuka dengan cara normal, lekas diminta oleh Mahendra untuk dipotong saja agar cepat sigap. Giliran dipotong dan perban mulai terbuka, luka di punggung yang membuat Mahendra memejam tersebut kembali berdarah.     

.     

Tak lama dokter datang, bersama cara para suster memberi pertolongan pertama. Punggung koyak yang dieratkan dengan Lem fibrin otologus pada beberapa sisi tersebut, memang masih menyajikan luka yang rumit untuk tertutup kecuali secara bertahap pada operasi berikutnya.     

"siapa yang mengizinkan pasien banyak bergerak? infusnya sampai tidak terpasang. Jadi pulang dari rumah sakit obat yang kami berikan belum ada yang masuk," suara dokter terdengar kecewa. Mahendra mendesah lelah dan mulai sulit menghadapi istrinya yang belum menunjukkan tanda-tanda kembali sehat seperti semula.     

Peralatan medis tertata mengitari seputar tubuh Aruna, Perban kasa dan baju yang terpotong paksa jatuh di mana-mana. Termasuk Hendra, terlihat duduk di dekat Aruna sambil terus merunduk mengelusi rambut dan berbisik supaya istrinya bangun.     

Ada yang terlupa, dibalik hiruk-pikuk ini Aliana yang berada di ruang sebelah. Bergerak cepat menuju keberadaan Mahendra dan Aruna. Niatnya sekedar memberi tahu kelucuan yang terjadi pada Kakak tertua mereka, Anantha. Nyatanya dia malah mematung melihat keadaan Aruna, tas yang baru saja dibuka dari pembungkusnya jatuh menyentuh lantai.     

"Apa yang sebenarnya terjadi pada adikku?" Aliana menoleh, melirik suaminya.     

Bukannya menjawab Aditya menarik tubuh istrinya, "kita keluar saja,"     

.     

.     

"anda tahu resiko semacam ini sudah pernah kita perdebatkan," monolog dokter Martin.     

"apa yang terjadi pada istriku?"     

"Saat ini dia sedang tidur, terlalu lama menahan sakit ketika duduk,"     

Mahendra baru sadar, Aruna berusaha terlihat baik-baik saja di hadapan keluarganya. Berbicara dengan nada ceria serta hangat. Bahkan Hendra turut larut, lagi-lagi tertipu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.