Ciuman Pertama Aruna

III-28. Obat Rindu Mujarab



III-28. Obat Rindu Mujarab

0Nana bilang pacarnya penghianat, dan membuatnya terluka. Menangis tersedu-sedu bahkan tak mau makan berhari-hari. Nana lupa siapa lawan bicaranya, lelaki remaja pengidap PTSD yang di tambuhkan dengan KPI (Key Performance Indicator) kegilaan kakeknya.     
0

Mahendra menghajarnya, memukulinya hingga babak belur dan menyeretnya menuju gudang di belakang sekolah mereka. Tubuh laki-laki belia remuk redam tersebut di kunci dan di sembunyikan di sana, yang paling gila dari kelakuan Mahendra, pria belia dengan mata biru tersebut mengirimkan foto hasil perilakunya pada Nana, agar Nana berhenti menangis.     

Hari itu juga Nana tidak mau lagi menemui Mahendra, gadis itu ketakutan luar biasa. Lalu melaporkan kelakuan Hendra yang kelewat batas pada kakek Wiryo. Sang kakek bukan sekedar marah tapi menghukum habis-habisan.     

Lebih menyediakan dari semua itu, Nana meminta agar dirinya di izinkan pergi, ikut keluarga saudara kandungnya yang di adopsi seseorang di luar negeri. Nana meninggalkan Hendra begitu saja ke negara tempat Leona tinggal.     

Sedangkan Mahendra yang mendapat hukuman dari kakeknya tampak terluka luar biasa. Dia benar-benar belum bisa mencerna kesalahannya apa?     

Dirinya hanya menuruti naluri yang di ajarkan orang-orang kakeknya. Orang-orang yang juga membuat para psikiater pasrah dan memilih membubarkan diri. Menyisakan Diana seorang diri yang sudah terlanjur terketuk hati pada cucu Wiryo.     

Bahkan setelah seharian menghadapi amukan keluarga korban. Hendra hanya bisa terdiam, lelaki belia ini punya catatan hukum yang cukup mengkhawatirkan. Remaja bermata biru lolos hukum, sebab usianya belum cukup umur untuk mendapatkan aksi hukum.     

Sebesar itu cara Hendra memenuhi keinginan Nana, sampai-sampai remaja ini lagi-lagi harus menjalani terapi panjang untuk ke sekian kali.     

Dan di dorong kembali ke kondisinya yang asli yakni sebagai pewaris tunggal Djoyodiningrat yang tentunya bersekolah di sekolah elite. Hendra kian pendiam, kasak-kusuk orang-orang di sekitarnya mengatakan dirinya punya kemarahan yang mengerikan dan pribadi yang berbahaya.     

Hendra di terapi untuk menghilangkan sisi kuat yang mengandung kekerasan yang sesungguhnya di ciptakan tetua Wiryo, termasuk menghilangkan Nana dari ingatannya. Dia mirip boneka yang pura-pura melupakan segalanya agar treatment panjang segera usai dari hidup kesepian yang mengenaskan.     

Sejak saat itu dirinya juga mulai memusuhi sang kakek dan seluruh keluarganya. Pembenci ulung yang lebih banyak diam. Sebab si remaja tahu kakeknya kian di curigai sebagai bagian yang memanfaatkan dirinya. Dulu dia menduga dan ternyata kini terbukti juga.     

Hendra tidak menduga Nana akan kembali ke dalam hidupnya. Di saat semuanya perlahan telah di rubah seseorang.     

Jadi kini tinggal Nana yang merasa dirinya berhak atas semua tentang Mahendra. Bagaimana pun juga dia yang mengisi banyak hal di masa lalu cucu Wiryo itu.     

Sayangnya Nana tidak tahu bahwa Mahendra sudah tertunduk oleh perempuan lain yang lebih ahli melemah segala saraf otot dan saraf otaknya.     

Selama ini sebenarnya Hendra bukan lupa, akan tetapi sengaja pura-pura lupa, serta tak berharap sedikit pun akan menaruh perasaannya pada perempuan yang pernah meninggalkannya dengan alasan kengerian.     

Nana juga punya alasan mendasar, yang masih di ketahu-i oleh dirinya sendiri, terkait mengapa kakak kandung Leona tersebut seolah berhasrat untuk kembali kepada Mahendra dalam waktu singkat.     

***     

[Sayang sebentar lagi aku sampai, kau di mana?] Mahendra membuat panggilan untuk istrinya setelah memarkir mobil hitam legam pada basement rumah sakit.     

Aruna buru-buru memberitahukan posisinya. Pria itu berjalan cepat ingin menemui perempuan yang jiwanya penuh maaf.     

.     

.     

Dia di sana berdiri memunggungi arahnya. Namanya Aruna, yang artinya merona kemerah-merahan mirip dirinya yang sering kali menghangatkan ruang dingin di dada.     

Itu istriku, bisik Hendra memacu langkah kakinya agar segera menemukan obat rindu paling mujarab.     

Baru juga semalam, mendapatkan jeda tak bisa menyentuhnya. Rasanya sudah demikian menyiksa. Akhir-akhir ini hasratnya tak bisa di kendalikan, dia harus memeluk Aruna dalam kungkungan baru bisa tidur dengan kelegaan. Intinya bukan lagi tentang hasil. Prosesnya juga kian menantang tiap malam.     

Hendra memeluk perempuannya dari belakang. Mencium rambutnya untuk menyapa. Dan gadis itu mendongak membalas senyuman. Wajahnya lusuh, tak secerah raut muka Nana si perempuan dengan make up sempurna yang tadi dia tinggalkan sedang berdiri kecewa.     

Akan tetapi, entah kenapa masih saja si Lusuh yang mampu merebut segala-segalanya dan menggetarkan dada berlipat-lipat kali.     

"Belum mandi?" kata Mahendra setelah mengendus tengkuk leher Aruna.     

"Hahaha iya," gadis ini malah tertawa tanpa dosa.     

"kenapa?" Tanya Hendra.     

"Membantu kak Alia ini itu sejak semalam, soalnya bunda tidak bisa mengiringi perempuan lahiran. Bunda punya sedikit trauma," kata Aruna memasang wajah cerianya. Gadis itu masih mengamati kaca membentang yang ternyata di dalamnya terdapat kumpulan keranjang bayi berbaris rapi.     

Tangan gadis ini menempel pada kaca seolah ingin menyentuh manusia-manusia mungil di dalam sana.     

"Hendra, tahu -nggak," Hendra kini berdiri di sampingnya, "yang berbalut kain hijau itu putra kak Alia," ungkapan Aruna.     

"Bulu matanya lentik mirip kak Aditya, tapi lincah sekali kayak kak Alia," Aruna bicara tanpa melihat suaminya.     

Aruna tidak menyadari bahwa lelaki di mata biru yang kini berdiri di sampingnya sedang tertegun diiringi mata berbinar menatap bayi-bayi di depannya.     

Tangan kanan Mahendra bergerak menangkap tangan kiri Aruna yang masih melekat di kaca. Tangan itu di geser ke sisi tertentu sesuai kemauan mata biru.     

"Aku ingin memiliki yang serupa dengan ini," mendengar Hendra, Aruna mencari bayi mana yang di maksudkan Mahendra.     

"Yang berbalut kain biru?" Tanya Aruna.     

"Bukan, samping kanannya," beritahu Mahendra menatap sisi samping wajah istrinya, Perempuan tersebut sedang mencari-cari bayi yang di maksudkan Mahendra.     

"Yang berbalut kain pink,"     

"Iya, ku yakin dia bayi perempuan,"     

"Jadi kamu ingin punya putri dari pada putra," Aruna membalas tatapan Mahendra.     

Mata itu saling bertautan, "Aku ingin di cintai lebih banyak perempuan. apa lagi jika dia mirip istriku," mata biru tersenyum cerah.     

"Apa kau akan adil membagi cintamu," anehnya mulut Aruna mencucuh.     

"Aku tidak tahu, tergantung siapa yang lebih mencintaiku," kata mata biru membuat godaan.     

"Yang mengandung dan melahirkan harus lebih di sayang, karena dia sudah berjuang," mantap Aruna membuat pernyataan yang menegaskan dia tidak mau jadi kedua bahkan untuk buah hatinya. Aruna belum tahu saja bagaimana rasanya ketika buah cinta mereka lahir nanti, ia pasti juga akan terebut cintanya untuk makhluk baru ter-anugerahi sebagai mencuri segala perhatian.     

"Jadi istriku sudah siap untuk mengandung dan melahirkan" Mahendra masih saja membuat godaan.     

"Kapan aku bilang nggak siap," dan kalimat ini menyulut senyuman dengan lesung pipi yang menawan. Pemiliknya pun bergerak mendekat, memberi sun sayang pada pipi istrinya yang belum mandi pagi ini.     

"Sepertinya kita harus mandi bersama," Hendra berbicara sambil tertawa, membanggakan ide yang tiba-tiba menyusup cemerlang di kepalanya.     

"Kau itu!" kata Aruna berjalan mendahului suaminya.     

"Kita butuh proses, untuk mewujudkan hasil," demikian penggoda melemaskan lidahnya.     

"Sejak kapan kau peduli dengan proses," Aruna sempat menghentikan langkahnya menatap cucu Wiryo yang sedang membuntuti langkah kakinya.     

"Sejak," dia yang berbicara tertangkap berpikir, "istriku mengakibatkan diriku tergila-gila dengan malam yang dia tawarkan."     

Ada gigi yang tersaji, hasil tarikan bibir tersenyum milik si perempuan yang merona sebab ucapan suaminya.     

Mahendra tidak lagi membuntuti, dia mengiringi langkah Aruna dengan memeluk pundaknya.     

Ah' mereka lupa dulu keduanya pernah uring-uringan gara-gara pundak terapit paksa (Volume I)     

***     

Setelah Aruna selesai mandi kedua pasangan suami istri mengunjungi kamar Aliana.     

Semburat senyum tanda saling menyapa di sajikan oleh pasangan Aliana dan Aditya, dia turut berbahagia melihat Aruna dan Mahendra kembali bersama.     

Ayah Lesmana segera bangkit dari duduknya menyapa Mahendra dengan cara terbaik, tertangkap usaha pria yang aslinya memang ramah tersebut berupaya menggiring langkah Hendra ... ... ...     

.     

.     

.     

__________     

Syarat jadi reader sejati CPA: \(^_^)/     

1. Lempar Power Stone terbaik ^^     

2. Gift, beri aku banyak Semangat!     

3. Jejak komentar ialah kebahagiaan     

Cinta tulus pembaca yang membuat novel ini semakin menanjak :-D     

Biar makin seru bacanya follow Instagram => bluehadyan     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.