Ciuman Pertama Aruna

Setan Bermata Biru



Setan Bermata Biru

0"Mas Hendra ku Sayaaa.. ah'.. Hen.."     
0

CEO dingin dan terlegitimasi arogan. Terlena, hanyut dan hilang kendali.     

Melumat dan menyusup kebagian terdalam Indra mengecap istri yang terikat pernikahan kontrak dengan dirinya.     

"Ah.. huh..". Beberapa kali terdengar suara perempuan mungil ini kewalahan. Dia mencoba menutup, mengunci rapat bibirnya. Mencoba dan terus mencoba. Bahkan berusaha keras melepaskan diri.     

Hendra terlalu kuat dan kokoh untuk dilawan.     

_Apa yang dia lakukan?! Hendra keterlaluan!!_ Tiap kali Aruna hampir berhasil mengunci bibirnya. Entah dari mana tangan CEO gila berasal. Meraih rahangnya, memberi tekanan dan mendesak memaksa terbuka.     

Mengabaikan gigitan yang bisanya dia takuti. Mendesak dan terus mendesak. Tak tahu sudah berapa lama denting jam dinding menyusuri tiap angka yang mengelilinginya.     

Aruna tak kuasa, gadis ini menyerah. Takut terbawa dorongan dalam dirinya untuk larut bersama nafas iblis berparas malaikat. Membuat tepukan pada dada mata biru beberapa kali dengan ritme cepat 'minta tolong'. Karena pukulan dan perlawanan tanda mengelak sudah tidak berfungsi untuk setan mata biru.     

"Huuh'.. huh..". Sekejab setelah dirinya di ijinkan terlepas. Nafas Aruna ikut melompat lompat tanpa kendali sama seperti pria dia depannya. Bergeser mundur selebar yang dia bisa.     

_Diamlah!.. (memegangi dada) sadar Aruna.. sadar_ Aruna merasa jantungnya berdegup terlalu kencang. Mungkin sudah copot, terjatuh dan ikut di terkam setan mata biru.     

"Hendra hentikan! Kau menyakiti bibir ku!". Mata biru terlihat hanyut, dia linglung, seperti bukan dirinya. Entah nyawanya terbang kemana.     

"Jangan mendekat..!". Aruna meraih sesuatu yang dia bisa. Menggenggam bulu-bulu angsa berserakan di atas seprai putih, melemparkannya pada iblis berparas malaikat yang bergerak perlahan lahan menuju kearahnya.     

"Hendra kau menakutkan!!".     

"Kau menakuti ku".     

"Hen..!!".     

"Ah.. lepaskan aku!!".     

Dia benar-benar menjelma menjadi setan bermata biru. Menatap dan mendorong tubuh Aruna.     

Istrinya tersungkur pada super king bed putih terhampar luas di hiasi bulu angsa.      

Sembari memejamkan mata setan itu memohon sesuatu.     

"Aruna boleh aku meminta lebih..?!".     

"Aku janji akan selembut mungkin".     

"Apa?? Apa maksudmu..?!".     

Aruna tahu Hendra sedang di puncak ke anehnya. Mumpung dia terpejam, gadis ini mundur perlahan berbalik berusaha merayap menjauh sejauh mungkin.     

"Argh.. Lepas! Lepaskan aku Hendra!". Pria terpejam memeluknya. Menangkap tubuh Aruna dari belakang. Dia berhasil mendapatkan punggung Aruna. Mengapit, mengendus dan meraba mencari wajah Aruna.     

Sungguh manusia aneh, matanya terpejam lekat.     

Namun dia sempat menyesap leher belakang dan telinga sisi kiri Aruna beberapa kali, termasuk menghembuskan nafas panas membuat godaan menggila.     

"Aruna apa kau tak ingin lebih?".     

"Ayo lah sayang.. aku akan lembut pada mu".     

Aruna melawan semampu yang dia bisa, ketika suami yang menjelma jadi setan mata biru berusaha membalik tubuhnya.     

"Aku benci kamu Hendra.. benci..!!".     

Sang suami berhasil mendapatkan sisi depan Aruna. Meraba wajahnya lalu memberikan kecupan tanda cinta di pipi, di mata, di dahi termasuk kembali memainkan bibir istrinya yang membengkak.     

"Aruna.. kau tak ingin lebih..".     

Sekali lagi dia mengajukan permohonan. Aruna bergerak-gerak berusaha melepaskan diri. Termasuk berupaya menendangnya. Walau matanya tertutup dia tetep tangkas menangkap kaki Aruna dan berani menindihnya.     

"Aruna maafkan aku.. aku akan lembut.. selembut mungkin".     

"Percayalah aku tak akan menyakiti mu".     

Setan ini mulai mengecup dagu dan perlahan kebawah menyesap leher Aruna. Aruna mati-matian menerjangnya. Memukul sekasar yang dia bisa bahkan menjambak rambutnya.     

Tak butuh waktu lama, tangan mungil itu dimatikan sang paras Malaikat yang terpejam. Dikunci tanpa sanggup bergerak.     

Malaikat berhati iblis itulah kini sebutan paling tepat untuk Hendra yang mulai mengoyak kancing teratas hem miliknya sendiri, namun menempel di tubuh Aruna.     

Gadis itu sudah tidak lagi melawan terdiam dalam ke hampa'an. Matanya mulai basah dan hatinya mati rasa.     

"Kau melukai hati ku". Hatinya hancur.     

"Orang terjahat yang pernah aku temui". Dia ngisak.     

"Kau membuat ku muak".     

"Aku tak tahan dengan mu".     

Detik berikutnya setan mata biru tiba-tiba terhenti. Tepat ketika kancing teratas mulai terlepas.     

("Jangan paksa dia melakukan sesuatu yang dia tidak mau, termasuk itu. Kau tahukan maksudku".     

"Akun akan bertindak, bahkan diluar kemampuan ku kalau perlu. Jika putri ku mengalami hal buruk".     

"Sekali saja dia mengutarakan kalimat tidak tahan, kami punya hak mengambilnya. Andai kamu tidak bisa berbuat baik padanya. Dorong dia mengungkapkan kalimat tersebut. Akan ku bantu kamu terbebas dari pernikahan ini, kakek mu sudah sepakat".)     

Kata demi kata dari ayah istrinya meluncur menyergap dirinya. Hendra kembali menemukan kesadaran.     

Ya, ini salah. Sangat salah kalau sampai dirinya menjadi pendorong bagi Aruna mengungkapkan kalimat 'tidak tahan'.     

"Kau tadi bilang apa? Kau tak tahan?". Secepat dia bisa, Cucu Wiryo mendudukan tubuh putri Lesmana. Membuka matanya. Menatap dan baru menyadari Aruna koyak, berantakan.     

Dia mencari-cari pita rambut Aruna. Mengelus merapikan rambut perempuan yang matanya basah dan sembab. Iblis berparas malaikat mendadak benar-benar menjadi seorang malaikat.     

Menguncir rambut Aruna.     

Mengucapkan kalimat maaf.     

"Maaf kan aku...".     

"Bagaimana pun juga aku adalah laki-laki normal, aku bisa kehilangan kendali terhadap naluri ku".     

Dia menghapus air mata Aruna.     

"Jangan menangis".     

Merapikan Hem-nya yang menempel kusut di tubuh Aruna karena ulahnya sendiri. Menutupinya rapat-rapat walau tak mungkin tertutup sempurna kembali. Kancing Hem telah terlepas, entah melompat kemana.     

"Percayalah kejadian seperti ini tidak akan terulang kembali".     

"Tapi ingat!". Dia berwajah khawatir dan sempat membuang nafas.     

"Jangan pernah orang lain mendengar perkataan kau tidak tahan dengan ku. Apalagi tidak tahan dengan pernikahan ini".     

"Kamu mengerti!". Menekan setiap kata yang meluncur darinya dan memaksa Aruna mengangguk.     

Sempat menatap Aruna dari ujung rambut sampai kaki. Sang istri membalasnya dengan tatapan tajam penuh kemuakkan.     

"Apa ini sakit?". Hendra menyentuh leher Aruna yang memerah karena dirinya menyesap terlalu kuat.     

"Plak!". Tangan itu di tolak, tamparan kasar menggores hati.     

"Pergi!.. pergi dari HADAPAN KU!". Aruna berteriak dalam amarah, memintanya menjauh sejauh mungkin.     

Hendra sempat memejamkan mata, memahami situasi yang rumit dalam ikatan pernikahannya.     

Merelakan Aruna, dan mulai menuruni ranjang.     

Suara tangisan gadis itu masih terdengar lirih samar-samar. Dalam langkah lambatnya.     

"Ayah.. hiks.. ayah.. aku ingin pulang.. hiks hiks..".     

"Oh'.. Oh' ya tuhan..". Kalimatnya begitu menakutkan tertangkap seksama, lirih tapi telinga Hendra cukup awas. Berbalik berusaha mendekati Aruna kembali.     

"Kenapa kau kembali.. aku bilang PERGI!".     

"Baik! Aku akan pergi! Tapi kau harus janji!".     

Aruna mundur, menyingkir ketakutan terhadap suaminya sendiri. Getir rasanya melihat perilaku tersebut.     

"Aku tak mau dengar apa pun!".     

"Kau harus mendengarnya!". Hendra sama ketakutannya. Dia takut kehilangan istrinya.     

"Jangan sampai ayah mu menerima informasi tentang kejadian malam ini. Apalagi sampai dia tahu kamu tak tahan dengan pernikahan kita".     

"Aku akan kata kan apa pun yang aku inginkan. Kau tak akan bisa mengekang ku!".     

"Kau lupa aku siapa?!".     

"Jangan lupa aku pewaris tunggal Djoyodiningrat". Hendra dengan sengaja menunjukkan kekuatan dan kekuasaan tanpa batas yang dia miliki. Sangat sengaja supaya Aruna terbungkam.     

"Keluarga mu tak akan mungkin mengirimkan diri mu pada ku, kalau aku orang biasa saja".     

"Sekarang sadari posisi mu dan ikuti perintah ku".     

"Mengerti!!".     

Hendra membanting kasar pintu kamar, menyisakan Aruna yang terbungkus selimut. Hancur, sehancur hancurnya. Baik hati dan pikirannya. Dia salah tentang prediksinya tadi pagi, dirinya sempat larut terbawa suasana tepat setelah ikrar terucap. Sang lelaki bermata biru terlihat manis dan sangat menyayanginya.     

Semua hanya kepalsuan didepan publik. Iya, dia sangat ahli bermain peran di depan publik. Citra dan persoalan branding-nya lebih penting dari apapun.     

Saat matanya ingin terpejam, pintu hasil bantingan Hendra yang menutup tak sempurna tanpa sengaja memberinya suara-suara mengerikan.     

"Ada apa di luar??". Gadis ini mengendap penasaran, menempelkan telinga dan matanya pada celah yang hanya seukuran 2 sampai 3 centi.     

"Haha.. kalian ingin menghentikan ku?!.. kemari lah aku ladeni kalian!".     

_Itu kan..?? Suara Hendra. Ada apa dengan nya?"_     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.