Ciuman Pertama Aruna

II-145. Deja Vu



II-145. Deja Vu

0"Ah!" pria berhoodie mendesahkan gelisahnya. Dia melepas tangan Aruna. Melompat, lalu menendang salah satu lelaki suruhan Rey yang hampir menyentuh ujung baju perempuan yang kesakitan memegangi kaki.      
0

Pria itu tersungkur dan terjatuh ke lantai. Melihat temannya mendapatkan serangan, pengejar lain yang masih bagian dari pesuruh Rey meluncurkan tinju kepada lelaki berjaket hoodie dan kini giliran lelaki terbalut pakaian serba hitam itu tersungkur di hadapan Aruna. Dia tidak siap mendapatkan serangan tiba-tiba dari arah berbeda. Spontan gadis ini berteriak, mendapati tubuh si Hoodie menggelangsar di hadapannya.     

Ketika serangan berikutnya datang si Hoodie mampu menangkasnya, lincah membalas para penerjang. Cara paling ampuh di luar dugaan ialah dia gunakan sepatu Wedges Heel milik sang nona yang tergeletak nakal, sebab mengakibatkan keduanya hampir celaka.      

Benda keras nan tebal tersebut di fungsikan sebagai senjata untuk memukul kepala salah satu dari mereka. Di sisi lain, buru-buru istri Mahendra lepas sepatu sebelah, gadis ini memberanikan diri melempar wedges nya pada seseorang yang akan mengeroyok sang Hoodie.      

Ketika kedua pemburu kesusahan mencari keseimbangan. lelaki terbalut pakaian hitam pekat menawarkan punggungnya, "Nona ayo. Naik!" Aruna lebih percaya diri untuk mengambil keputusan setelah si misterius tampak berusaha menjaganya, bahkan rela  bersusah payah melindunginya. Selain itu, dari arah belakang ternyata pesuruh Oliver dan Nakula mulai menyadari dan menemukan keberadaan Aruna, bisa jadi teriakkan gadis ini penyebabnya.       

Kini tubuh lunglai di atas punggung seseorang pria, seolah terhempas, terbang ke alam Deja vu[1] -nya.      

"Aku merasa pernah mengalami ini, tubuhku melemah dan bersandar di punggung seseorang sambil di bawa lari," dia tidak menjawab suara timbul tenggelam Aruna. Masih setia membawa gadis ini berlarian selebar kemampuan langkahnya. Tak menoleh ke belakang dan tak bergeming dengan segala teriakan lawan. Pertanda pria misterius ini benar-benar sedang berharap terbebas dari para pengincar atau membebaskan gadis yang kini bersandar di punggungnya.     

"Apa aku mengenalmu?" tanya berikutnya di balas anggukan singkat.     

"Sepertinya aku mengingatmu," ini kata terakhir istri Mahendra sebelum terlelap dalam kepayahan yang tak lagi mampu dia lawan.      

"Nona.. nonaa.. bertahanlah. Hais' sial!"     

***     

Hendra dan kedua ajudannya, termasuk Surya yang masih berat hati. Rekan Hendra sedang berjuang keras menerima tiap kenyataan yang terlukis di hadapannya.      

Berjalan mengetuk wallpaper yang di maksud. Giliran bunyi 'bug bug' tembok bata berubah menjadi deting melengking suara besi, buru-buru gerakan mendobrak di pertontonkan.      

Tampak mustahil, mereka sudah mencoba memeriksa. Pintu itu tebal dan terkunci dari dalam. Tapi, bukan orang Mahendra jika mereka tak punya cara. Salah satu mengeluarkan sesuatu dari dalam saku. Sejenak memainkan lubang kecil yang terselip samar, tentu saja dapat di duga. Benda sederhana yang di mainkan dengan cara sempurna mampu memenuhi kehendak penggunanya.      

Ke empatnya segera menuruni tangga dengan langkah cepat.      

***     

_Harus kubawa ke mana dia?_      

Jeep ini bergerak kebingungan, belum punya tujuan. Dia sudah berhasil melarikan dari para manusia sialan yang memanfaatkan gadis tak berdaya dan tak berdosa, untuk di jadikan bulan-bulanan permainan saham.      

Lampu merah di depan memberinya jeda dalam melengkapi daya berpikirnya. Melirik sejenak sang nona yang tak punya tenaga, sepertinya dia pingsan. Gadis ini pasti syok dengan kejadian barusan. Atau jangan-jangan kemampuan tubuhnya masih lemah seperti dulu. Kala dia pernah mengalami keracunan akut, hingga imunitasnya melemah.     

 Ah' dia lupa apa istilahnya, yang terpahami oleh si penatap sebatas gadis ini tak boleh telat makan, kelelahan atau terlalu banyak beraktivitas.      

Lamunan manusia misterius ini masih menjelajah ke sana kemari, antara senang bisa menyelamatkan. Dan bingung di mana tempat memulangkan gadis malang ini.     

Rumah suaminya? Sangat mustahil. Dia sendiri belum tentu terselamatkan jika membawa gadis ini sembarangan ke hadapan Djoyodiningrat.     

Keluarganya? Di mana tempat keluarganya tinggal? Si Hoodie tak menemukan benda apa pun yang di bawa Aruna, sehingga tak ada apa pun yang bisa di andalkan untuk menemukan rumahnya.      

Tunggu! Dia ingat sesuatu!      

"Bip! Bip!" suara mobil di belakang meraung-raung minta Jeep nya segera melaju.      

Sambil bergerak perlahan, si Hoodie lekas merogoh handphone di sakunya, dia membuat panggilan kepada seseorang.     

***     

Telah sampai mata biru di dasar tangga. Sayang sekali tidak menemukan apa-apa. Salah satu ajudannya menyerahkan alat pendengaran. Meminta tuan muda Djoyodiningrat memahami instruksi yang di sampaikan tim lain di luar sana.      

"Tuan, polisi datang," tepat ketika Hendra mendengarkan instruksi Pradita dari pusat informasi. Suara sirene polisi mendengungkan kericuhan yang berasal dari luar sana. "Anak buah Raka sudah mundur dengan rapi. Semua korban tersembunyi rapat dalam satu tempat dan sisi TV akan kami aktifkan kembali. Pastikan anda keluar dengan aman,"      

"Kau pikir aku bisa keluar begitu saja, tanpa menemukan istriku?!" Dia tidak bisa menerima intruksi kemunduran orang-orangnya, "Apalagi manusia-manusia sialan itu masih bebas berkeliaran," Hendra belum puasa, tujuannya  tidak tercapai, istrinya belum di temukan.      

"Drone kami menangkap tiga pria yang diduga putra Tarantula. sayang sekali, kami belum bisa menangkapnya, karena kepergian mereka bersamaan dengan kedatangan para polisi. Tenang saja, mobil yang membawa ketiganya sedang dibuntuti tim Raka."      

"Apakah istriku ada bersama mereka?"      

"Sepertinya tidak,"      

"Lalu apa gunanya informasi yang kau berikan?!" suara amarah cucu Wiryo kembali terdengar.      

"Minimal kita tahu tempat persembunyian mereka," Pradita mencoba meluluhkan hati Hendra yang masih di penuhi muram durja sebab tak kunjung menemukan istrinya.      

"Keluarlah dengan aman supaya anda bisa melanjutkan pencarian,"     

***     

[Di mana kamu? Aku membutuhkanmu?] Ini suara si Hoodie di tunjukan kepada pemuda di ujung sana.      

[Di rumah, lagi boring]      

[Aku butuh bantuanmu]     

[Kau menghilang dan tiba-tiba membutuhkanku, percaya diri sekali dirimu. Yakin.. aku mau membantumu] si pemuda yang jadi lawan bicaranya membalas dengan ucapan santai.     

[Aruna bersamaku]     

[Bagaimana bisa? Kau? Setahuku kau tak lagi bekerja di sana?] Kini si santai berubah penasaran.     

[Ceritanya panjang. Yang pasti, nona sedang sakit, aku tidak tahu ke mana aku harus menyembunyikannya]     

[Tunggu! Kenapa harus di sembunyikan?] Dia yang penasaran bangkit dari rebahan. Mengais jaketnya secara spontan.     

[Jawab dulu, kau bisa memberinya tempat sementara atau tidak?]      

[Tentu saja! Aku bisa menyiapkan apa pun untuk Aruna]     

[1] Deja vu adalah perasaan misterius di mana waktu tampaknya berjalan dengan gerak lambat, atau dengan kata lain kamu berada dalam situasi atau lingkungan yang sama sekali baru, tetapi rasanya pernah mengalami hal serupa sebelumnya.     

.     

.     

__________       

Syarat jadi reader sejati CPA: \(^_^)/       

1. Lempar Power Stone terbaik ^^       

2. Gift, beri aku banyak Semangat!       

3. Jejak komentar ialah kebahagiaan       

Cinta tulus kalian yang membuat novel ini semakin menanjak :-D     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.