Ciuman Pertama Aruna

II-163. Koleris



II-163. Koleris

0Sejenak kemudian dia melempar pertanyaan mendasar: "Tolong dijelaskan post traumatic syndrome disorder Apa yang diderita tergugat? Yang ke dua, Apakah hal tersebut 'benar' menghambat kehidupan rumah tangga? sesuai dengan penjabaran tuntutan yang memberatkan dilanjutkannya pernikahan kedua belah pihak"      

"Tidak ada yang perlu aku jelaskan Mahendra sudah melewati semuanya, dia lebih normal dari pada seseorang yang belum pernah datang kepadaku dan memeriksakan ke normal-an nya," Jelas Dokter Diana.      

"Jangan pertaruhkan reputasi Anda demi pasien anda, hanya karena anda dibayar mahal," dengan ekspresi datar, Fernando Caligis menyerang secara halus penjelasan Diana.     

"jangan pertaruhkan reputasi anda, dengan bicara sembarangan di hadapan majelis hakim," Diana bukan dokter sembarangan, perempuan paruh baya ini seorang psikiater yang jadi panutan dokter muda pada bidang yang sama. Dia cukup tenang bahkan sempat meneguk air minum lamat tanpa getaran. Sehingga terkesan Fernando-lah yang kurang sopan.      

"Boleh aku lanjutkan penjelasanku?" Izin Diana langsung disetujui majelis hakim.     

Perempuan ini kembali menjelaskan bahwa pasiennya cukup mampu untuk melanjutkan bahtera rumah tangga. Dia bisa menghandle perusahaan dengan sangat baik. Bisa jadi orang-orang normal pada umumnya belum tentu mampu menjalankan  tanggung jawab sebesar itu.      

Kalau mereka masih memerlukan bukti autentik, apakah pasiennya seseorang yang normal? Ataukah seseorang yang perlu dihindari?. Diana menantang siapa saja yang hadir di ruang sidang untuk melakukan pengamatan secara langsung, entah itu wawancara ke masing-masing  karyawannya atau memeriksa riwayat hubungan kerja tiap bawahan yang berada dalam satu kantor dengan CEO DM Group.      

Mereka bahkan tidak akan tahu dan tidak akan sadar kalau CEO mereka mengidap post traumatic syndrome disorder.      

Entah sampai mana pernyataan demi pernyataan ini terangkai, tiba-tiba Fernando menyebutkan kalimat yang tak layak dengar: "Kenyataannya klien kami masih virgin?!" desah nafas kekecewaan terbit dari beberapa orang yang turut serta hadir dalam ruang sidang. Bagaimana bisa hal setabu itu di gunakan sebagai senjata oleh kuasa hukum pihak tergugat.      

Mayoritas mereka yang hadir dalam ruang sidang cukup paham dengan situasi yang sebenarnya. Gadis yang duduk di kursi tergugat itu terpaksa dan di paksa berpisah dari suaminya oleh keluarganya. Hanya saja beberapa tidak tahu kalau ayah Lesmana tidak lagi seperti dulu, orang-orang Mahendra masih berpikir mantan kepercayaan tetua Wiryo ingin lepas sepenuhnya dari keluarga Djoyodiningrat. Karena tugas putrinya sudah usai dan tidak ingin terjerumus lagi ke dalam Dunia keluarga super power tersebut.      

Aruna menutupi wajahnya dengan menunduk malu dan sedih.      

_Tak apa Aruna kau bisa melewati ini, tak apa Aruna, tak apa,_ Gadis ini meneguhkan dirinya sendiri dengan membisikkan kalimat positif.      

Besit pikirannya sempat ingin berteriak dan melemparkan bara kemarahannya pada Anantha. Sayangnya ketika melirik kakaknya, Aruna tidak bisa melakukan itu.      

Laki-laki yang mengusung sifat tak jauh beda dengan suaminya alias Hendra dan Anantha sama-sama seorang koleris[1]. Akan tetapi koleris satu ini walaupun punya pilihan salah di alur hidupnya saat ini, dia tetaplah seorang pria bertanggungjawab, kakak mengagumkan dan manusia pertama yang tak pernah rela melihat adiknya menangis.      

Aruna punya hutang terlalu banyak pada Anantha, terlalu banyak cinta yang dia hadirkan menggantikan sang ayah yang lebih cinta pada pekerjaannya.      

Anantha kekaguman kedua Aruna terhadap laki-laki setelah posisi pertama di duduki ayah Lesmana. Walau sekarang keduanya mulai di geser oleh pria bermata biru yang kini di sampingnya. Aruna tidak akan pernah lupa seperti apa Anantha menaburkan benih-benih kekaguman.      

"Siapa yang membuat adikku menangis!! Kemari ku hajar kalian!" Aruna masih ingat betul kedatangan kakak lelakinya membuat seluruh lapangan kampung sebelah senyap di tinggal lari anak-anak yang biasanya bergumul bermain di sana.       

Aruna terjatuh tanpa sengaja, wajar gadis kecil itu akan menangis ketika kakinya tergores dan terluka. Tapi Anantha selalu mengusung sifat tidak terima, dia akan mencari pelakunya sampai dapat.      

Sampai-sampai teman-teman Aruna yang mayoritas lelaki, paling takut kalau terjadi sesuatu dengan Aruna. Bukan karena kasihan pada Aruna. Mereka takut di datangi Anantha.      

Pernah suatu ketika Aruna terjatuh, dan sekelompok kawan dengan wajah ketakutan sangat terpaksa mengantar Aruna pulang. Mereka gemetaran di hadapan pintu rumah Aruna. Dan ketika pintu terbuka menyajikan Anantha di sana. Mereka melakukan klarifikasi terbata-bata lalu berlari pulang, menghilang beberapa hari.      

Ini bukan seberapa di banding kelakuan Anantha yang membuat sekelompok gadis sekolah menengah pertama menangis sebab berani-beraninya membully adiknya yang kala itu sok-sok'an membela anak lemah bernama Arumi.      

Bukan hanya Aruna, Alia pun sama. Beberapa kali pacar backstreet Alia di tonjok Anantha sebab sang kakak menemukan adiknya di bikin menangis. Padahal belum tentu mereka bersalah, kadang kala yang bersalah ada di pihak Alia. Maklum ala-ala cinta monyet ABG labil.      

Dia menyabda dirinya sebagai tentara Kamikaze bagi adik-adik perempuannya (Legenda tentara berani mati Jepang)      

Bisikan di penghujung malam ketika Anantha baru pulang kerja lalu menyempatkan diri menyusup ke kamar Aruna. kala Aruna terpaksa menggantikan Alia menikahi pewaris tunggal Djoyodiningrat masih terngiang-ngiang di kepala gadis ini tiap saat: "Jika terjadi sesuatu padamu atau kamu ingin melarikan diri sejauh-jauhnya. Sampaikan pada kakak. Kakak akan lakukan segalanya untuk Aruna". Anantha mengucapkan itu berkali-kali pada adiknya "maafkan Kakak belum mampu menyelamatkanmu, tenanglah suatu saat kakak akan membebaskanmu". Anantha pernah berjanji akan menjadi tameng terdepan jika sesuatu terjadi pada Adik bungsunya. (Vol I, rekan kerja yang merepotkan)     

Kepala Aruna masih di penuhi tanda tanya tiap kali menatap dua orang yang mengusung jenis kepribadian serupa, Mahendra dan Anantha.      

Benarkah kata Rey, bahwa kakaknya ingin melepaskan dirinya dari keluarga Djoyodiningrat? yang tak mungkin merelakan para perempuannya hidup dengan kebebasan sebab mereka di penuhi ancaman.     

Mengapa Mahendra tidak pernah menceritakan kehidupan pribadinya? Keluarganya? Pekerjaannya?      

Selama ini Hendra selalu dan hanya mengatakan: "semua ini demi kebaikanmu," tanpa alasan dan tanpa penjelasan.     

Neuron di dalam kepala adis ini tak mau berhenti: Kebaikan yang bagaimana? Mengapa dia selalu menunjukkan ketakutan berlebih ketika terjadi sesuatu pada dirinya (Aruna)?     

Perjalanan singkat Aruna bersama Rey seperti batang korek api yang dinyalakan, memicu banyak tanda tanya yang terkunci pada dinding-dinding kastil Djoyodiningrat.      

Apa pewaris ini punya jalan hitam?      

Apakah benar bungker bawah tanah yang di takuti Rey itu ada?      

Mengapa para perempuan harus hidup seperti itu?      

[1]Koleris (Si Kuat) Tipe suka mengatur dan memerintah orang. Suka akan tantangan, sang suka berpetualang, mereka juga tegas. Tak heran banyak dari usahanya yang sukses karna memang sifatnya yang pantang menyerah dan juga pantang mengalah. Mereka suka akan kontoversi dan pertengkaran, bertolak belakang dengan dengan plegmatis yang cinta damai, sifat mereka juga terlihat kurang bersimpati dengan sesama walaupun punya rasa cinta berlebih.     

.     

.     

.     

__________        

Syarat jadi reader sejati CPA: \(^_^)/        

1. Lempar Power Stone terbaik ^^        

2. Gift, beri aku banyak Semangat!        

3. Jejak komentar ialah kebahagiaan        

Cinta tulus kalian yang membuat novel ini semakin menanjak :-D     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.