Ciuman Pertama Aruna

Kertas Kalkir



Kertas Kalkir

0_Aaah... Memalukan.. kenapa aku tertangkap konyol seperti ini dihadapan pejabat yang aku idolakan_ Aruna pengen nangis.     
0

"Kalian tak apa-apa". Tanya Camilla ramah.      

"Hehe…". Aruna tertawa. Wajahnya memerah malu. Hendra segera meringkuk memeluknya, membantu gadis itu berdiri.     

"Kamu baik-baik saja Aruna?". Pertanyaan Hendra dibalas anggukan. Mata biru spontan merapikan rambut calon istrinya, terlihat manis.      

"Kalian manis sekali". Pujian Camilla membuat pipi gadis ini memerah. Dia sangat terkesan bisa berjumpa dengan istri walikota.     

Ke-empatnya sempat minum teh bersama dan basa-basi.     

"Hendra kapan aku bisa foto sama mereka". Bisik Aruna merengek.      

"Nanti sabarlah.. lihat ajudannya mengambil foto kebersamaan kita. Nanti ku minta padanya". Hendra menenangkannya.     

"Terimakasih".     

_Ah' senyum Aruna begitu melegakan_     

.     

.     

Ketika para lelaki mulai berbicara lebih serius, seolah ada intruksi yang tersirat. Dua perempuan ini menjauh. Istri walikota mempersilahkan Aruna melihat-lihat rumah dinas mereka. Begitu menawan dengan bunga-bunga hidup nan indah, Aruna tahu bunga-bungan tersebut ditanam langsung oleh perempuan anggun disampingnya. Dia mengikuti Instagr*m Camilla.     

"Boleh saya foto bersama anda?". Aruna minta ijin.     

"Ya tentu". Perempuan ini ramah. Mereka mencari spot yang menarik diantara tanaman bunga Camilla.     

"Saya pernah bertemu anda sebelum ini?". Aruna membuka obrolan ringan.     

"Benarkah?".     

"Ya.. saya salah satu anak muda yang mendapat kesempatan jamuan spesial dari anda, ketika saya turut aktif sebagai relawan komunitas pengajar anak pinggiran".     

"Saya masih menyimpan foto anda". Aruna menunjukkan foto kebersamaan keduanya. Dan mereka mulai asik dalam diskusi ringan. di iringi tawa.     

Dari kejauhan Hendra mengamati Aruna, dia baru menyadari gadis ini mudah sekali akrab dengan orang lain. Dia sudah bisa tertawa dan mencuri perhatian perempuan yang dia bilang idolanya.     

Lelaki bermata biru masih ingat betapa tadi disepanjang perjalanan calon istrinya banyak sekali bicara.     

*Aku harus ngomong apa nanti?     

*Hendra apa penampilanku sudah oke?     

*Masih jauh enggak sich rumahnya?     

Dan pertanyaan lain yang sesungguhnya tidak perlu dijawab.     

Kalimat terakhir yang sedikit mencengangkan, gadis pengaduk-aduk hati dan fikiran ini berbisik : "Semangat! aku pergi dulu, semoga berhasil (mengepalkan dua tangan)". Ditelinganya tepat sebelum dia mengikuti Camilla.     

.     

.     

"Anda melihatnya sudah cukup lama, bisakah mata anda berkedip". Gurau Riswan. Dua laki-laki ini terlalu serius sejak ditinggal pergi para perempuannya.     

"Aku tidak tahu apakah kita bisa akrab seperti mereka". Hendra mulai meletakkan kaki kanannya diatas kaki kiri. Dan dia tidak lagi menatap Riswan dengan tatapan ramah seperti tadi.     

"Ah' kalau anda sudah begini saya jadi ingat kakek anda yang menakutkan itu". Walikota ini berusaha lebih santai meletakkan secangkir minuman hangat dimeja.     

"Membuat keributan disalah satu anak perusahaan Djoyodiningrat. Sungguh menggelikan teman-temanmu itu. Apa yang mereka harapkan dari laki-laki sepertimu?".     

"Hemm…". Riswan tersenyum.     

"Tuan muda, bisakah anda memberi saya sedikit waktu untuk menjelaskan". Riswan masuk dan kembali dengan gulungan kertas Kalkir (kertas yang dibuat memiliki opasitas rendah. Dikembangkan untuk para Arsitektur dan Insinyur desain). Dibukalah lebar Kalkir diatas meja membentang dihadapan CEO DM Grup.     

"Harapan mereka desain ini terealisasikan". Riswan kembali tersenyum, melihat mata biru pimpinan DM Grup memandangi karyanya dengan lekat. Menelisik dan memeganginya pada beberapa sudut.     

"Anda tahu?! Sesama Arsitek memiliki naluri yang  selaras tentang desain. Mereka mendukungku tanpa banyak kata. Karena kami bicara dengan gambar". Walikota mengimbuhkan.     

"Mengapa perusahan kami yang kau pilih?, Susah payah membujuk DM Grup yang jelas-jelas tak punya ketertarikan untuk berurusan dengan pemerintah. Kau bisa gunakan ratusan perusahaan lain dari pada membuat gaduh DM Construction". CEO ini masih memandangi tiap sudut kertas kalkir.     

"Karena hanya kalian yang akan berkerja dengan bersih. Aku sudah mencobanya, dan aku sadari tempatku bekerja dulu adalah tempat yang sangat mengagumkan". Walikota itu mulai melayangkan bujukan.     

"Jangan coba membual!". Hendra suka bicara to the point'.     

"Itulah kenyataannya, APBD kami cukup untuk membangun tempat ini. Tapi tidak akan cukup jika kami menggunakan Construction lain, kebocoran akan terjadi dimana-mana seperti menggenggam air".     

"Saya tahu kalian menghindari proyek-proyek pemerintah karena muak dengan hal-hal semacam itu". Tambahnya.     

"Ah' mulutmu manis sekali, aku takut aku akan terbawa suasana dan terkesan padamu". Hendra masih kasar seperti biasanya.     

"Ah' mas Hendra, Ternyata anda masih belum banyak berubah".     

"Langsung saja, tak usah basa basi. Selain gambar ini apa tujuanmu. Aku lebih muak dengan orang yang suka mengulur waktu". Pewaris Djoyodiningrat selalu dominan dalam urusan bisnis.     

"Jika aku bicara jujur, aku ragu anda akan tetap menganggapku pembual. Walau ini kenyataan".     

Hendra mengetuk-ngetukan jarinya tidak tahan.     

"Baiklah..". Lawan bicara Hendra tahu kebiasaan itu pertanda apa. Dia pernah jadi bagaian dari anak buah cucu Wiryo. CEO muda DM Grup, walaupun tidak lebih dari satu tahun.     

"Aku mau tempat ini menjadi percontohan, Roh model fasilitas umum yang akan membuat kota-kota lain tertarik mengikutinya. Masyarakat membutuhkan tempat yang nyaman untuk saling berinteraksi dan menikmati sosial budaya Indonesia yang guyup rukun dalam keanekaragaman".     

"Dari pada anggaran habis untuk program yang berisikan bualan. Mengapa kita tidak membangun sebuah tempat yang bisa menggerakkan laju ekonomi, yang peduli terhadap semua kalangan baik itu lansia atau difabel. Termasuk menguatkan semangat bineka tunggal ika, semboyan tersebut tidak bisa sekedar ditanamkan, harusnya difasilitasi". Riswan terlihat tangkas mengarahkan tulunjuknya ke beberapa titik pada kertas kalkir.     

Dia juga menyelipkan penjelasan. Mengapa tempat ibadah A lebih dekat dengan pemeluk agama B dari pada yang satunya. Pentingnya keberadaan pasar. Dan posisi taman harus berada ditengah-tengah. Termasuk penjelasan simbol-simbol tipis hampir tidak terlihat. Simbol jalan setapak untuk tuna netra, pagar dan dudukan sederhana untuk lansia dll, sehingga mereka bisa dekat dengan tuhan mereka hingga tutup usia.     

"Kau kurang satu hal". Hendra menambahkan. Riswan menatapnya penasaran.     

"Tamanmu belum ramah anak. Aku lebih suka membangun fasilitasi area bermain anak, hal itu mendukung tumbuh kembang mereka secara nyata. Dari pada terlalu fokus pada remaja milenial. Yach… Kecuali kau gunakan mereka sebagai bahan bakarmu menuju lingkaran kursi persiden". (dua tahun lagi)     

Ungkapan Hendra menusuk tepat sasaran.     

"Ah' pikiran anda terlalu jauh kedepan". Riswan paham arah obrolan lawan bicaranya.     

"Tidak ada yang tidak mungkin untuk seorang politikus bukan?". Hendra memasang senyuman reseknya.     

"Jujur aku belum berani berfikir kearah sana. Walau beberapa kali namaku ikut disebut".     

"Ah' yang benar?. Bukankah bangunan ini bisa menjadi pendorong sempurna menuju tujuan tertinggi?". Sekali lagi senyuman itu demikian menyiksa lawan bicaranya.     

"Saya boleh jujur?". Riswan menatap lekat Mahendra.     

"Saya akan melangkah kesana jika seorang pemilik kekuasaan seperti anda mendukung saya".     

"Ha. Haha". Hendra tertawa menertawakan diskusi panjang yang berbuntut tawaran sampah.     

"Saya bicara jujur mas Hendra, kau boleh tertawa".     

"Lihat itu". Hendra mengarahkan tatapannya pada Aruna.     

"Bahkan calon istriku begitu polosnya menyukaimu, Kau bisa berangkat kekursi tertinggi dengan memanfaatkan mereka, Maaf DM Grup terlalu berharga untuk ikut campur urusan politik".     

Walikota itu terdiam sesaat. Lalu menanggalkan kopiahnya didepan Hendra.     

"Kau tahu, benda ini aku dapatkan dengan independen. Hampir tanpa modal, hanya swadaya masyarakat. Bahkan seseorang yang membuatku menjadi bersinar kala itu secara tidak langsung adalah kakek anda".     

Mata Hendra memicing.     

_Dia barusan ngomong apa??_     

"Anda sudah pernah lihat lantai D?"     

"Kabarnya anda akan dinobatkan sebagai presdir. Aku yakin anda sudah melihatnya".     

"Jika anda sudah mengetahui secara menyeluruh tiap fungsi pada ruangan D, Anda baru akan sadar seberapa menakjubkannya tempat tersebut. Karena akulah arsiteknya".     

"Dari situ aku mendapatkan hadiah, aku minta kakek anda untuk mendukung program SFI (Sanitation for  Indonesia) yang aku rancang. Ternyata program tersebut begitu menggugah masyarakat dan mendorongku mendapatkan benda didepan anada (simbol jabatan)".     

"Jadi siapa yang mendukung saya??".     

Seorang gadis muda berlari pada Hendra ditengah perbincangan hangat, memecah konsentrasi.     

"Hendra lihat! Foto-foto ku cantik kan?".     

"Ya.. Sangat cantik".     

Tanpa disadari pipi gadis itu merona kemerahan seperti arti namanya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.