Ciuman Pertama Aruna

Utun Itu Apa



Utun Itu Apa

0"Kasiani lah laki laki malang ini hiks hiks". Masih memasang mimik wajah melas.     
0

"hahaha..". Aruna dibuat tertawa cekikikan melihat kelakukan aneh Mahendra. Dia sedang memohon untuk mendapatkan ciuman bibir kesukaannya. Yang pernah dinyatakan sebagai tujuan jangka pendek, sedang bahkan jangka panjang hidupnya.     

"Boleh ya.. sekali aja.. Please". Dia sedang buncin sampai ubun ubun.      

"Janji nggak akan bringas".      

"Iya janji.. pakai ala Aruna kan".      

"He eh..". Sang gadis mengangguk angguk dan pria ini merayap mendekati letak bibir menggoda paling mutakhir.      

"Bentar!". Aruna memegangi dadanya, menahan kehendak pria yang sudah menyentuhkan dahinya ke dahi Aruna.      

"Syarat ke dua ingat waktu! okey".      

"IYAA… tapi jangan pakai alarm, aku bisa stress di buatnya". Keluh mata biru sembari menyuguhkan tatapan lekat.      

Kini dendang surga mulai menyeruak, bersama gerakan mengendus dan menghirup nafas istrinya. Sang pria akhirnya berhasil mengulum perlahan bibir bawah dia yang nyata nyata menjadi kokain penghilang kesadaran. Aruna punya daya berbeda kalau sudah masalah bibir. Bisa jadi karena gadis ini rasa pertamanya, maka dari itu dia seolah olah tak punya hasrat terhadap yang lainnya. Apalagi yang di damba berkenan membalas bahkan lidahnya sudah diizinkan bermain di dalam sana. Walau si kokain masih malu malu, kadang berhenti tiba tiba. Hendra tak lagi kecewa dia menyadari demikian lah ritme perempuannya.      

"Kau ingin bernafas". Hendra memberikan kesempatan dia yang terhenti tiba tiba. Aruna berupaya menetralkan dirinya.      

"Huuh uh uh". Nafasnya melompat lompat, Hendra tahu dia mulai tersiksa. Entah apa yang terjadi, gadis ini sendiri yang meraih lehernya. minta diberi lagi, tentu saja mata biru makin bersemangat.      

"Kamu mau sesuatu yang berbeda?".      

"Hem…". Sembari masih mengendus cucu Wiryo merayunya.      

"Coba keluarkan lidah mu.. aku sempat mempelajari sesuatu" (Seperti biasanya membaca artikel di Google, 'Jenis jenis ciuman dengan sensasi menggoda'). Tatapan lekat mata biru menawarkan sesuatu.      

"Mau..?". Rayunya tanpa jeda.     

"Kamu malu ya.. lihat pipi mu merah". Canda Mahendra semakin menghangatkan tungku yang sudah panas. Gadis ini menutup wajahnya dengan kedua tangan.      

"Tak apa apa.. kau sangat cantik saat seperti ini". Sang pria lebih banyak bicara agar gadisnya yang naif ini mau membuka diri.      

Tangan itu diturunkan Hendra, dia bukan hanya menikmati bibirnya tapi lebih kepada ungkapan sayang. Mata biru kini mengagumi matanya, beberapa kali mata bulat coklat itu menutup karena sentuhan bibir seorang pria yang sedang bertumpu pada kedua tangannya, takut menindih. Sudut pelipisnya, keningnya, pucuk hidungnya dan dia menahan diri berhenti tiap kali ingin menyusup di sela sela leher, ada  kernyitan tidak setuju terlukis di wajah perempuannya.      

Ketika batasan itu tidak dilanggar, secara mengejutkan Aruna yang dari tadi tidak bersuara, berkenan mengucapkan kalimat luar biasanya : "Terimakasih Sayang".      

"Hee..". Dia sang pria tersenyum senang, untuk pertama kalinya dipanggil sayang oleh istrinya.      

Kebahagiaan itu bahkan tertangkap nyata oleh perusak logika. Gadis ini ikut larut dan tersentuh, meraba rambut Hendra seperti caranya memperlakukan Damar. Menyusupkan jari mungilnya di sela sela rambut dan mengelusnya, Damar bisanya memohon habis habisnya untuk mendapatkan ini.      

"Kamu.. kenapa menyukai ku?".      

"Bukan sekedar menyukai, aku tahu aku bodoh dalam hal ini. tapi aku benar benar sudah melakukan analisis terhadap diri ku sendiri".      

"hehe". Jawaban aneh Mahendra memicu tawa istrinya.      

"Terus? apa hasilnya?". Aruna penasaran.      

"Aku tergila gila sama kamu". Jujur apa adanya.     

"Kau ini! selalu punya jawaban aneh". Aruna dibuatnya tersipu sipu walau kata kata Hendra cenderung tidak romantis dia selalu mengungkapkan apa saja yang dirasakan dengan tegas dan percaya diri, seaneh apapun itu kadang sampai lupa memfilternya.      

"Emm.. apa aku boleh tahu, mengapa kamu tertarik pada ku?". Perusak logika sedang terbawa rasa penasaran dengan pernyataan cinta to the point CEO DM Grup.      

"Apa ya..?'. Dia bingung sendiri.      

"Oh aku tahu". Si pria seolah mendapat pencerahan, berseru semangat.      

"Karena bibir mu nikmat, hee". Seperti baru saja menyelesaikan kolom terakhir teka teki silang, Mahendra girang.      

"Ih.. kok jawabannya begitu sih?!".      

"Hanya itu yang ada di otak ku".     

"Dasar kau ini kalau masalah mesum memang nomor satu". Aruna ingin bangkit menyudahi, namun si pria tidak mengizinkan dia menahan perempuannya.      

"Karena kau menjelma jadi harta berharga satu satunya yang aku miliki saat ini, itu sebabnya bukan cuma suka atau sekedar tergila gila. Aku tidak bisa kehilangan dirimu". Langkah selanjutnya si pria kembali mengendus mengharapkan sesuatu, apalagi kalau bukan kokainnya.      

"Sudah cukup Hendra kau sudah dapat banyak hari ini".      

"Sekali lagi saja".      

"Sudah.. Aku ingin isti.. Ah'". Dia yang belum usai mengutarakan ungkapannya sudah di tangkap kembali.      

"PLAK!!". Kepala pria di timpuk kasar.      

"HAIS' BERANINYA..". Suara melengking jengkel "mengganggu ku". Lalu rendah mendesah tak berdaya.      

"Kakak?!". Istri mungil membuat dorongan kasar kepada suaminya.      

"Kau tahu?! bunda sangat khawatir memikirkan mu.. dia sering murung sendiri karena kau sempat bilang ingin pulang ke rumah Ayah!!". Alia menangkap mereka.      

_Oh Aruna benar benar ingin pulang meninggalkan ku kemarin_. Mata biru memahami sesuatu.      

"Benarkah kak.. aku harus minta maaf pada bunda". Aruna sedang sangat malu, merapikan dirinya buru buru dan bangkit dari ranjang.      

"Nggak tahunya kamu enak enak 'begituan terus'". Entah apa maksud perkataan Aliana.      

"Begituan terus??".     

 _Apa maksudnya?_. Aruna kosong melompong, tak paham sama sekali.      

"Dan KAU!! KALAU ADIK KU KELELAHAN JANGAN TERUS TERUSAN MINTA JATAH!!". Alia menimpuk kasar pundak Mahendra beberapa kali. Aruna hanya bisa tersenyum canggung melihatnya, kasian juga dia diperlakukan seperti itu.      

"Aku curiga.. sangat curiga.. adik ku jatuh pingsan di kamar bridal chamber pasti kelakuan mu. NGAKU!". Desak Alia penuh ancaman.     

"Ya.. ya.. memang aku perlakuannya siapa lagi?!". Hendra pasrah, terlanjur ditangkap basah dan sakit Aruna memang karenanya.      

"Cih! Bule! Iih.. aku gak bisa banyangin kau 'menggitukan' adik ku semalaman sampai dia pingsan di kamar mandi". Alia salah kaprah.      

"Hai aku tak 'menggitukan' ya..". Mahendra tercengang di tuduh sembarang, Omongan aneh sesungguh salah kaprah.      

_Aku hanya menyentuh 'itunya' beberapa detik dan bencana datang. Hais' nasib ku malang_ Mata biru meratap dan masih saja kena pukul kakak Aruna.      

"Kak jangan.. hentikan.. Hendra nggak salah..". Aruna berusaha menyelamatkan suaminya.      

"Kau juga! Pasti sudah kena enaknya.. jadi lupa diri". Sergap Alia.      

"Enggak! Nggak gitu!". Aruna gelagapan ikut di tuduh yang enggak enggak.      

"Hai Adit!.. kendalikan cewek mu..". Hendra jengkel dengan tuduhan palsu. Memanggil leader marketingnya di kantor yang sekaligus cowok Alia, yang dari tadi terlihat menikmati adegan dirinya di pukuli.      

"Maaf CEO.. sebaiknya Anda memanggil saya kakak ipar". Dia tersenyum ramah menyebalkan.      

"Kak cukup ya.. kasihan suami ku".  Aruna mengelus tangan kakaknya yang terbawa emosi. Entah kesurupan apa Aliana hari ini.      

Di sisi lain cara seorang istri membela suaminya membuat suami buncin memerah.      

"Iya.. sayang ini tidak baik untuk mu.. redakan emosi mu..". Aditya mendekat dan menenangkan Aliana.      

"Sini! Kita makan, bunda membawakan banyak bekal untuk kalian". Perkataan Aliana disambut gerakan Ke tiganya, seperti kumpulan anak kecil yang sedang di giring mengikuti induknya, duduk melingkar di sofa. Perlahan mulai sibuk menata hidangan.      

"Ah.. makanan bunda, aku jadi kangen rumah". Seru putri bungsu Lesmana. Sedangkan laki laki di sampingnya terlihat sibuk meniup suapan untuk istrinya.      

"Makanya makan yang banyak nanti kita menginap di rumah bunda, oke". Satu sendok nasi berhasil menyusup ke dalam bibir yang tadi memberinya kenikmatan. Mahendra tersenyum senang, tidak mudah membujuk istrinya untuk makan. Sudah tiga hari pria ini menjelma bagaikan baby sitter merawat anak asuhnya.      

"Hendra aku makan sendiri aja.. biar kamu juga makan masakan bunda".      

"Nggak masalah, lihat! Aku juga makan". Mahendra mempertontonkan caranya makan dan kembali menyajikan sendok ke dua untuk Aruna, dia tertangkap berlebih dalam memberikan perhatiannya.      

"Aku tak menyangka kalian sudah sedekat ini". Aliana tertegun.      

"Aku lebih terpana lagi CEO dingin di kantor ku punya kehidupan pribadi yang berkebalikan". Aditya ikut terpana.      

Ucapan itu membuat pipi pasangan suami istri baru  memerah.      

"Apa menikah itu tidak menambah beban?". Tanya Aliana.      

"Iya.. itu pasti. Tanggung jawab kita bertambah. Namun seiring bertambahnya tanggung jawab, kebahagiaan juga bertambah". Mahendra menjelaskan dengan bijak.      

"Dengar itu sayang.. kita menikah saja demi utun". Aditya memberikan dorongan kepada pacarnya.      

"Ini tidak semudah itu sayang.. ayah akan marah besar pada kita.. kalau kita mengaku.. aduh stresnya aku". Aliana tampak kacau.      

"ingat sayang kamu nggak boleh stres.. tarik nafas mu". Aditya terlihat khawatir.      

"Kalian cih' cih' lebih parah. Tadi memukuli ku tak tahunya kau.. ah jangan jangan itu cara mu menumpahkan ke resahan mu". Hendra menyentil mereka.      

"Memang iya.. kenapa?". Aliana tak tahu diri mengiyakan dugaan Hendra.      

"Untung bukan kamu yang jadi istri ku. Bersyukurnya aku". Hina Hendra.      

"Aku juga beruntung.. adik ku sudah seminggu belum sembuh, pasti dia kelelahan karena tiap hari kau minta jatah, kau sama ngerinya". Sangkal Aliana.     

"Apa?? Kau.. Beraninya menghina ku.. lihatlah kalian! Berani 'melakukan itu' diluar ikatan pernikahan". Mahendra tidak terima.      

"Hai Adik ipar.. tolong jangan hina kekasih ku, kondisi emosinya perlu di jaga". Aditya meringkus punggung Aliana menenangkannya : "bersabarlah sayang".      

"Kau juga.. ih.. laki laki sopan dan kelihatan baik baik.. ternyata eerh.. ngeri!". Cela Mahendra.      

Aliana terlihat makin galau, bertolak belakang dengan perempuan yang dari tadi sedang nyaman menerima suapan.      

"Em.. sebenarnya apa yang kalian ributkan? Utun itu apa sich?". Tanya gadis ini polos.      

"Apa? Kamu belum tahu? Ha ha". Hendra tertawa, pantas saja Aruna tidak ikutan heboh. Aditya memegangi kepalanya.      

"Utun itu janin di kandungan, kakak mu sedang mengandung, itu artinya dia hamil di luar nikah?!". Jelas mata biru.      

"APA??".      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.