Ciuman Pertama Aruna

Butiran Pasir



Butiran Pasir

0Pelukan ini sesungguhnya sebuah tanda bahwa dia mulai ragu terhadap perasaannya sendiri. Perasaan menolak kenyataan cucu Wiryo perlahan mengisi hati Putri Lesmana.      
0

Sang pria tentu saja menyambutnya dengan senang hati, mengangkat tubuh Aruna yang enteng dengan senyuman nakalnya. Hendra membuat gadisnya naik ke atas, di atas kepalanya mengakibatkan wajah terkejut menganga. Lalu dia turunkan perlahan dan di curi pucuk hidungnya.      

"Hehe" sang pria tertawa nakal tidak mau menurunkan Aruna.     

"Beri aku cinta mu akan aku turunkan" ungkapnya terang-terangan khas Hendra.      

"Baik" Aruna meringkuk dan secara tidak terduga gadis itu mendekati leher Hendra dan menggigitnya kuat kuat. Lebih tepatnya bukan menggigit, Aruna hanya sedang menirukan cara Hendra membuat tanda merah di lehernya. Secara kasar wujud balas dendam.      

Bukannya merasa diancam, cucu Wiryo tersenyum bahkan tertawa kecil : "kau tidak akan melukai ku hanya dengan seperti itu"     

"ini hanya permulaan" selanjutnya Putri Lesmana benar-benar menggigitnya.     

"Hais' lepas!" Keluh Hendra spontan menurunkan Aruna.     

"He he" kini suara tertawa kecil itu dari mulut Aruna. Melenggang pergi  mendahului Mahendra.     

"mengapa kau tak lanjutkan saja caramu menyesap tadi, aku menikmatinya sayang" si jahil berusaha mengganggu lagi.      

"Sengaja" Aruna sempat berhenti sebentar kemudian mengejek Hendra.     

"sengaja supaya kita nanti bisa melanjutkannya di pantai, begitu ya" Hendra senyum-senyum mengganggu istrinya sekali lagi, gadis yang menutup diri dan enggan dengan apa pun tentang hubungan suami istri merasa terusik.     

 Aruna tersulut, merampas botol yang sedang dipegang Hendra dan menimpuk punggung pria itu beberapa kali lalu mengejarnya karena Mahendra berlari menuruni tangga.      

Tapi entah mengapa punggung itu tiba-tiba berhenti membuat Aruna menubruknya dari belakang. Aruna ikut penasaran Apa yang sedang membuat mata biru mendadak terpukau.     

Ketika sama-sama menatapnya gadis ini lebih terpukau lagi, bukan membantu seperti Mahendra, dia ternganga dan menutup mulutnya dengan kedua tangan.     

Dua pasang suami istri saling bertatapan mengerti apa yang buat mereka begitu terkesan.     

Gadis itu segera mencopot alas kakinya, menyerahkannya pada Mahendra lalu berlari seperti peri kecil yang baru saja dilepas dari botol kaca tempatnya dibelenggu.     

"Aaaaaa...." Aruna berteriak dan berlarian bahagia. Merasakan pasir putih yang menjadi pijakannya termasuk udara pantai yang ikut menghempas seluruh tubuhnya seolah dia bisa terbang. Pantai ini begitu sempurna, laut yang jernih diawali dari tepian berwarna hijau menuju biru terang kemudian biru pekat menyajikan warna indah untuk  di tangkap mata.      

Sepi hampir tidak berpenghuni, Aruna pikir rumput kehijauan dipadu padankan dengan lautan adalah keindahan utama dari pantai gunung payung. Nyatanya itu belum seberapa ketika mendekatinya.      

Dan Hendra mulai membuka kameranya menangkap gerak-gerik istrinya, dia perlu melakukan itu untuk dinikmati suatu saat sebagai kenangan yang indah.      

Aruna yang bahagia menunjukkan sisi cerahnya, dulu pria ini menemukan aura itu ketika menyusup pada seminar startup yang  menjadikan calon istrinya sebagai salah satu pembicara.      

"Hallo semuanya.. Selamat siang". Sapa gadis kuncir kuda lincah dan periang.      

Mahendra tersenyum mengingat sesuatu di masa lalu.      

"Hai.. Kita sedang berada di pantai gunung payung, indah banget. jadi kapan-kapan kita main ke sini lagi". Dia melambaikan tangan pada kamera dan menyapanya. Hendra menangkap setiap hal yang dilakukan Aruna membuntuti gadis yang sedang berputar putar menikmati udara kebebasan.      

Langkah kakinya mengecup butiran pasir di bibir pantai tertangkap indah dan menawan ketika diamati, bahkan beberapa kali Hendra hanya fokus pada langkah kakinya.      

Yang kemudian berhenti lalu berbalik, sang pria menyorot dari bawah ke atas dan menemukan istrinya sedang  cemberut menangkapnya.      

"Bisakah kau berhenti memainkan kamera! Kamu juga harus menikmati ini!" protes gadis mungil di hadapan Hendra masih dalam tangkapan kamera. Pria itu tersenyum dan berkenan menghentikan aktivitasnya.      

.     

"Apa yang akan kau rindukan ketika tiba-tiba kita harus jauh?". Tanya Aruna ketika keduanya tiduran di atas pasir.     

"semuanya" Balas Hendra singkat padat.     

"Harus spesifik satu atau dua yang paling dominan menurutmu?"     

"Semua tentangmu adalah paket utuh yang dominan di kepalaku, bahkan otakku tidak bisa berpikir ketika harus dihadapkan apa saja yang berhubungan dengan mu"     

"kamu tahu Hendra, hari ini Aku merasa kamu sudah banyak berubah. Aku  yakin hampir semua ke arah positif kecuali kata-kata mu yang lama-kelamaan semakin lebay"     

"Haha" sang pria terkekeh.     

"Mungkin karena makin kesini aku makin berani menunjukkan perasaanku" malu-malu mata biru berbicara dari hati.     

"Kenapa wajahmu?, telinga mu memerah.. ih' pipimu juga hehe" Aruna menyipitkan matanya, guratan senyum nakal ingin mengganggu tertangkap jelas.     

"Aku malu tahu!" begitulah Hendra, ungkapan malu pun dia sampaikan terang-terangan sesuai isi hatinya.     

"Hehe CEO DM group, pria bermulut tajam hobi bikin karyawannya tertekan sampai sesak nafas.. haha bisa malu juga" Arena tertawa Sampai menutup mulutnya, dia tidak ingin Hendra makin malu tapi apa daya perutnya terasa geli.     

"bisa nggak kita membahas yang lain" si telinga merah protes.      

"hahaha kau beneran malu ya.." Aruna tidak bisa menahan tawanya.     

"Sekarang giliranmu apa yang akan kau rindukan seandainya jauh dariku?!"     

"nggak ada"      

"Beraninya kamu! Kau sedang mengerjaiku!" Hendra merasa dipermainkan, menyentuhkan jari telunjuknya pada perut Aruna seolah ingin mengancam dengan menggelitik. Sebuah ancaman yang sering membuat gadisnya menyerah.      

"Ampun.. ada.. ada.. hee.."     

"aku akan rindu perilaku aneh mu" imbuh Aruna.     

"Huuh kenapa tidak ada bagus-bagusnya?" Hendra tidak terima.     

"Siapa bilang?! Menurut ku cukup menarik, contohnya aku akan merindukan lelaki yang suka memegangi denyut nadiku. Sejujurnya waktu pertama kali kamu bilang ingin tidur sambil memegang denyut nadi aku sempat baper. Hee.. waktu itu aku berfikir kau sangat takut aku kenapa-napa sehingga kamu perlu memeriksa bahwa jantungku selalu berdetak"      

"kenapa enggak kau tunjukkan saja bapermu padaku"     

"Hal itu tak boleh aku lakukan"     

"Siapa yang melarangnya?! Kau istri ku"     

~     

~     

[FLASHBACK, Bait Pertama. Chapter 118]     

***     

"Nona apa yang anda lakukan sendiri di sini?". Laki-laki dengan kaos hitam dan celana jeans mendekati Aruna. Gadis ini sedang berjalan santai menikmati indahnya Danau milik keluarga Djoyodiningratdiningrat. Sedang menghibur dirinya karena tak diperkenankan ikut Hendra bekerja.     

Aruna hanya membalas pemuda itu dengan senyuman.     

"Ajudan? Atau apa?". Baju yang dikenakan style baru para pengawal Hendra. tapi lucunya ajudan baru ini mengenakan snikres branded. Berapa ya? gaji para ajudan Djoyodiningrat.     

"Hehe iya.. saya orang baru.. baru lolos recruitment".  Balasnya, dia juga punya lesung pipi.     

"Apa anda yang bernama nona Aruna?".     

.     

.     

__________________________     

Syarat jadi reader sejati CPA: \(^_^)/     

Bantu Author mendapatkan Power Stone terbaik ^^     

Hadiah anda adalah motivasi untuk kreasi saya. Beri aku lebih banyak motivasi!     

Silahkan tinggalkan jejak komentar, aku selalu membacanya.     

Review bintang 5     

Cinta tulus kalian yang membuat novel ini semakin menanjak     

INFO : Instagram bluehadyan, fansbase CPA (Hendra, Aruna, Damar)     

Nikmati Cuplikan seru, spoiler dan visualisasi CPA     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.