Ciuman Pertama Aruna

II-68. Gengsiku



II-68. Gengsiku

0"Anna keluarlah.." sungguh mengejutkan bagi Nana. Setiap kata-kata perempuan yang tampak biasa saja itu layaknya mantra mantra penyihir, mampu mengendalikan lelaki bermata biru.     
0

Sejenak kedua pasangan suami istri ini saling menatap satu sama lain, dan lelaki bermata biru menghambur dalam pelukan perempuan sekali lagi : "aku takut kehilanganmu, sangat takut "     

Siapa sangka pria yang tadi pagi menganalogikan kisah mereka layaknya 2 pasang manusia yang akan naik perahu layar. Dan berniat untuk membatasi diri agar Aruna merasa dirinya pun juga penting. Malah terbuat sebaliknya, dia terang-terangan ketakutan kehilangan gadis kecil yang terlanjur merebut banyak perhatiannya.      

Seiring mata biru mendapatkan pelukan hangat perempuan mungil, ada yang bicara di sela-sela telinganya. Dia bilang tentang undangan ayahnya agar segera hadir  ke rumah keluarga Lesmana, Aruna pun juga meminta sabar ketika nanti bertemu kakaknya.      

Hendra memeluk perempuannya lebih kuat. Seperti ada harapan walau itu kecil.     

"jangan ada emosi, kau harus gunakan telingamu dulu untuk mendengar sebelum marah"      

"iya maaf.. " sekali lagi ada yang menghantarkan penyesalan mendalam.      

"Kau pasti mengalami banyak kesulitan, menghadapi kakak mu yang keras kepala itu. Dan menghadapiku yang punya emosi buruk"      

"Kamu harus banyak belajar mengendalikan emosimu, Mahendra" sekali lagi suara gadis mungil ini mampu meruntuhkan keegoisan pewaris tunggal jaya Makmur group.     

"itu kelemahanku, kelemahan manusia yang ditumbuhkan dengan cara berbeda"     

"bukan masalah kelemahan, sekali-kali ketika menyelesaikan masalah gunakan juga hatimu. Kalau bisa jangan melulu tentang otak. Atau kita akan sangat stres ketika tidak sesuai prediksi"      

Mereka berbicara satu sama lain lebih banyak kali ini. Melebar ke mana-mana, bahkan sampai membahas tentang lebih suka mana bayi laki-laki atau bayi perempuan sebagai anak pertama.      

Dan Hendra begitu menginginkan perempuan, dia bilang dia ingin punya banyak perempuan yang bisa membuatnya bahagia.      

Sedangkan Aruna menginginkan laki-laki, dia takut Hendra akan lebih sayang kepada putrinya daripada Aruna.     

Sejujurnya Putri Lesmana membiarkan Hendra lebih banyak bicara dan bersabar mengikuti arah obrolan yang didominasi lelaki bermata biru. Tujuannya sederhana supaya pria yang baru saja lepas kendali karena emosinya, bisa mereda dan memiliki harapan yang lebih positif untuk bahan bakar bertahan dari kondisi krisis ini.      

Sedikit banyak Aruna tahu, Hendra sangat stres digempur habis-habisan oleh pekerjaannya, oleh ancaman dari pembunuhan yang belum tertangkap, belum lagi perceraian ini.      

***     

"hadeh kenapa aku jadi bodoh! Menuruti Lily.. Ya Allah istighfar istighfar" Desah Dea mendapati dirinya terbaring di ranjang rumah sakit. Melirik temannya yang terlihat lebih parah, balutan luka di tangan dan kaki terlihat menyedihkan untuk Lily yang juga terbaring di samping kanan.      

Awalnya mereka berdua berada di kamar umum rumah sakit ini. Tapi setelah laki-laki bernama Surya datang, pria itu meminta suster memindahkan mereka di ruangan spesial ini berdua. Sekarang laki-laki itu bahkan sedang mengurus administrasi.      

Dea bersikukuh menolak bantuan surya yang belum jadi apa apa dalam hidupnya. Dia hanya sang calon, tanggal pernikahan pun masih berupa bulan. Tapi Surya lebih pandai melobi, dia bilang semua biaya ini bukan dia yang mengeluarkan. Tapi dia memang punya fasilitas asuransi dari perusahaan untuk menanggung beberapa hal termasuk biaya rumah sakit.      

Jelas Dea kalah berdebat dengan surya, gadis ini pasrah saja daripada diskusi berlarut-larut yang bikin kepalanya tambah pusing.      

"Dea.. kenapa timi belum menjengukku?" Lili terlihat menyedihkan bahkan ucapannya pun bikin tambah sedih lagi.      

"Pikirkan dulu dirimu.. kalau kamu ingin dijenguk cepat, beritahu dia kamu jatuh karena membuntutinya"      

"nggak mau ah, gengsi"     

"Biasanya kamu kan malu-maluin, tumben sekarang gengsi"     

"gengsiku tumbuh setelah melihat pak Surya.." Entah otak Lily kenapa. Mungkin saja ikut kebentur. Bicaranya sungguh tidak nyambung.      

"ih.. bagaimana bisa seperti itu?!"      

"waktu aku dimarahin Timi, anak itu cara ngomongnya mirip banget sama pak Surya, formal dan terlihat dewasa. Aku pernah dengar dari Aruna, kalau Kak Aditya kakak iparnya Aruna, dulu teman satu kantor Timi. Jadi Timi sebelumnya bekerja di kantor pusat DM grup. Sama seperti pak Surya juga"      

"terus.. Timi kemungkinan aslinya mirip pak Surya?" Dea bingung sendiri Lily ngomong apa.      

"Yup. Maksudku itu, lihat saja ketika dia buka kacamata dia tidak terlihat sama seperti usia kita. Parahnya (kecewa pada diri sendiri) aku mendekatinya dengan caraku yang bar bar.."      

"hehe" Dea inginnya ikutan sedih tapi tidak tahan untuk tidak tertawa.     

"teganya kau menari tawakan ku. Arrrgh.. pasti dia ilfil banget denganku.. bodoh bodoh..!"     

"Walau Timi tidak mirip pak Surya pun. Dia pasti ilfil banget denganmu kali..."     

"Dea.. kamu jahat!!"     

"Hahaha.."     

"Jangan lah keburu sedih.. belum tentu juga Timi mirip pak Surya.. ya kan?" hibur Dea.     

"Enggak..  enggak... Aku yakin mereka sejenis.. suaminya Aruna juga begitu"     

"terus kalau mereka sejenis apa yang akan kamu lakukan??"     

"aku akan berguru kepadamu dan Aruna.."     

"hahaha.. Lily kau gila.. aku saja nggak tahu kenapa pak Surya melamarku??"     

"Ah yang benar?"     

"beneran.."      

"Apa yang beneran..?" suara Surya mengalihkan perhatian mereka. Membuat Lily membeku dan kembali terbaring.      

"hehe Lily.." Dea sengaja menyentil Lily.      

"Dea hus..!" ada yang tampak malu dan berharap rahasianya tersimpan.      

"Em.. di mana ibu" tanya Surya, yang tak melihat calon mertuanya. Padahal perempuan santun itu sangat setia mendampingi putrinya.      

"kasihan adik kalau terus-terusan ditinggal, toh luka ku juga ringan aku bisa sendiri, Jadi aku minta ibu istirahat, pulang"      

"Yaah.. sayang sekali, padahal sebentar lagi ibu dan adik-adikku datang?"     

"APA??"       

"KENAPA HARUS DATANG DI SINI?? SEKARANG?? ARGH.." ada yang tiba-tiba syok dan stres.      

"Dea.. sabar.. sabar.. jangan kayak aku.." Lily ikut ikutan.      

"La memang kenapa?" Surya selalu sulit memahami kemarahan Dea.      

"Apa kamu tidak sadar betapa konyolnya aku sekarang. kalau nanti Mereka bertanya, nak Dea kenapa jatuh?.. Aku harus ngomong apa??"     

"Ya.. bicara aja yang sesungguhnya"      

"Bicara yang sesungguhnya?? Yang benar saja?! Aku harus mengatakan kalau aku jatuh karena ngebut buntutin cowok, gara-gara temanku terkena sindrom bucin.. wah, akan sangat memalukan"     

"hehe" Surya terkekeh melihat Dea uring-uringan.      

"Dea.. tenang.. tarik nafas dalam-dalam hembuskan.." Lily ikut memberi saran.     

"Lily jangan membuatku tambah panik.. ini semua karena kekonyolan mu.. bantu aku mikir!!" desak Dea.      

"Dea bagaimana kalau kamu jatuh karena melamun? Memikirkan pak Surya" Lily absurd. Dan Surya tertawa makin lepas.      

"itu sih sama saja kale.. yang ada aku yang bucin" Dea menepuk jidatnya.      

Tok     

Tok      

Tok     

"APA?? Mereka sudah datang.. argh cepat sekali.. bagaimana ini?" Perempuan panik itu bergerak turun dari ranjang.      

"Hai.. kamu mau ke mana Dea?" Surya jadi bingung antara membuka pintu atau membantu Dea.      

"Aku mau bersembunyi di kamar mandi, aku belum sanggup untuk bertemu adik-adik bapak"     

"Cuma adik kenapa malu segala??" Gerutu lirih Lily.      

"Hai.. hai.. keputusan apa itu??" tempat ketika dia berhasil menyusup di kamar. Dan Surya membujuknya, pintu kamar ini telah terbuka. Menghadirkan tiga perempuan sekaligus. Dan Lily baru sadar kenapa dia butuh mental yang bagus untuk bertemu mereka.      

Adik-adik pak Surya jauh lebih dewasa dari perkiraan. Bahkan salah satunya membawa putra kecil berusia tiga tahun.      

Yang di hadapan Lili saat ini adalah satu perempuan ramah berumur,  satunya ibu muda yang tampak sama ramahnya. Dan yang terakhir perempuan berseragam putih, bisa jadi dia seorang suster atau dokter.     

Anehnya tiga perempuan ini spontan menjabat tangan Lili bahkan memeluk dan cipika-cipiki dengan Lily.      

"jadi ini calon kakak ipar kita?" yang berbaju putih tersenyum.      

"Imut ya..." yang membawa putra menurunkan putranya dan laki-laki kecil itu berlarian.      

Lily bengong sambil berkata : "saya??"     

.     

.     

__________________________     

Syarat jadi reader sejati CPA: \(^_^)/     

Bantu Author mendapatkan Power Stone terbaik ^^     

Gift anda adalah semangat ku untuk berkreasi. Beri aku lebih banyak Semangat!     

Silahkan tinggalkan jejak komentar, aku selalu membacanya.     

Review bintang 5, berupa kalimat lebih aku sukai     

Cinta tulus kalian yang membuat novel ini semakin menanjak     

-->     

(^_^) love you All, intip juga novel saya yang lain [IPK : Inilah Perjanjian Kita, Antara Aku Dan Kamu] dan [YBS: You Are Beauty Selaras]. Dengan gaya menulis berbeda dimasing masing novel.     

INFO : Instagram bluehadyan, fansbase CPA (Hendra, Aruna, Damar)     

Nikmati Cuplikan seru, spoiler dan visualisasi CPA     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.