Ciuman Pertama Aruna

Menanggalkan Keegoisan



Menanggalkan Keegoisan

0"Dimana uda ku disembunyikan?". Perempuan dengan celana kain berpadu mini jas terkesan formal untuk para penghuni base camp pecinta seni music. Jika yang datang artis berpenampilan menawan itu sangat biasa. Namun ketika yang datang ibu-ibu kantoran, terlalu asing.     
0

.     

"Danu ada perempuan ngamuk di bawah.. dia mencari mu". Damar menghentikan aktivitasnya membimbing seorang solois perempuan yang akan membawakan karya barunya.     

"Hah? Fans ku?".     

"Lihat saja dulu, dia memaki bang Bay". Danu Umar segera bergegas menuruni tangga dan mendapati sesuatu yang mencengangkan. Perempuan itu akan melemparkan benda ditangannya : "Bu HRD turunkan! Atau aku yang akan mengusir mu".      

"Udaaaa….". Perempuan itu berlari menaiki tangga yang belum usai di turuni putranya.     

_Ah' yang benar saja dia pasti akan memelukku_     

"Jangan.. Jangan memeluk ku". Damar mundur, namun apa daya langkah mundurnya naik ke tangga tidak lebih cepat dari lari gesit ibu HRD meraih punggungnya.     

_Sial.. memalukan_      

Adegannya di tangkap kumpulan musisi asuhan bang Bay. Mereka terbelalak bukan main.     

Dan sudah dapat di duga. Si perempuan berbaju formal menangis penuh drama sejadi-jadinya.     

"Uda! Anak nakal.. menghilang ke mana saja kau". Tangan sang ibu tak kuasa memukul ringan punggung yang baru di peluk. Rambut hitam terurai mengembang itu ikut bergerak berserakan mengikuti caranya memukul.     

"Kalau anda punya masalah dengan anak asuh ku. Mari kita selesaikan dengan baik-baik". Bang Bay masih belum paham kondisi sesungguhnya.     

"Tidak usah ikut campur!".     

"Anak ini harus mendapat hukuman karena hobi ngegantungin perasaan ku". Bicaranya cenderung berantakan begitulah ibu Hrd.     

Mata bang Bay menyorot tajam ke arah Danu, dia menganggap serius ucapan perempuan yang memukul anak asuhnya. Jangan-jangan pelantun Rona Kemerahan memiliki situasi kelam 'simpanan tante-tante'.     

Damar belum bisa menjelaskan karena ibunya masih memuaskan diri dengan melampiaskan kekesalan tiada jeda.     

.     

.     

"Jadi anda ibu.. eh siapa anda menyebutnya?". Bang Bay ikut gugup bertanya karena adegan sebelumnya sungguh membabi buta.     

"Uda ku.. Dia uda kesayangan ku". Balasnya sembari berapi-api. Emosi belum reda seutuhnya. Sembari memasang plaster kecil di dagu putranya. Terjatuh akibat di pukul ibunya.     

"Bisa tidak ngomongnya biasa saja". Damar nyengir antara sakit dan geli mendengar pernyataan cinta ambisius ibunya.     

"Nggak bisa.. aku setengah gila mencari putra ku yang kabarnya lenyap ditelan bumi". Masih emosi.     

"Tapi aku akhirnya bisa berhenti merokok". Kini dia malu-malu.     

"Hehe kalian berdua hampir mirip". Bang Bay ikut menyela berniat memberi nuansa akrab.     

"Tidak!!". Dua manusia berstatus ibu dan anak ini melontarkan kalimat 'tidak' bersamaan. Mendorong lawan bicara mereka tertawa.     

"Sungguh aku tidak rela di samakkan dengan dia.. dia berantakan".     

"Aku adalah ibu mu..". Belum usai bu HRD bicara.      

"Maksudnya sama adalah kalian memiliki raut muka yang sama, sama-sama menawan. Hehe". Bang Bay langsung melakukan klasifikasi dari ungkapan keceplosan yang tadi tadi lepas dari mulutnya.      

Maksud hati memang bukan tentang menawan, namun apa daya dari pada anak ibu di depannya bertengkar lagi.     

"Kalau itu tentu saja, putraku sangat tampan karena diri ku".      

"Yang benar saja?! aku harus mendengarnya lagi". Ungkapannya tidak berubah sejak Danu kecil.      

.     

.     

"Apa benar dia kehilangan gadis itu". Sang ibu kini berbicara dengan seseorang yang mengaku sebagai ayah angkat putranya.      

"Dua tahun terakhir aku tidak begitu mencari-carinya, karena teman-temannya terutama founder Surat Ajaib, markasnya bekerja sampingan selalu memberikan kabar dan perkembangannya".      

"Aku tahu, Uda sangat ketergantungan padanya.. ini pasti pukulan sangat berat". Mata Sintia mulai memerah.      

"Dia sedang berusaha pulih, anda tidak perlu khawatir". Bujang lapuk yang terbungkus kaus putih dan celana jeans, mulai ikut bersuara.      

"Aku takut dia akan sama dengan ku".      

"Aku hanya mencintai satu orang dalam hidupku dan kesulitan mencari pengganti.. walau ayah Danu tidak pernah ada baiknya".     

"Ajari dia beralih kelain hati". Sebuah permohonan mendalam.      

"sayangnya aku punya masalah yang sama. Itu sebabnya aku bahkan belum mampu menikah".      

"Apa?? Ya Tuhan.. anak ku akan mengalami nasib buruk yang sama?!". Sintia merasa terpuruk.      

"Tenang.. Bu.. tenangkan diri anda Bu".      

"aku bukan ibu mu.. panggil ibu.. ibu.. umur anda lebih tua".      

"Sepertinya saya tidak lebih dari 3 tahun dibanding anda.. eh? ini tidak penting?!.. yang pasti saya tidak akan membiarkan Danu mengalami nasib yang sama. Anda boleh percaya pada saya". Bayu meyakinkan ibu HRD yang menatapnya dengan tatapan penuh rasa tidak percaya.      

***     

"Kenapa kau ini? Aku bosan bertengkar terus".     

"Naluri Biologis ku sudah sampai ubun-ubun".     

"Ach'.. apa?? Argh….".      

Sang pria ikut tersungkur dilantai menangkap tubuh perempuan dari belakang.      

"Hen! Apa yang kau lakukan ini berbahaya untuk kita". Masih berusaha mencari-cari lotion di dalam koper.     

"Berbahaya kamu bilang.. hehe ternyata kamu memang tidak naif".      

Mata biru mulai menyusupkan kepalanya pada bahu perempuan mungil dari belakang. Dan dia tak menolak apalagi berontak.      

Padahal tangannya melilit berani perut sang istri. Diluar prediksi gadis itu tidak lari.      

"Aruna.. aku sudah memutuskan sesuatu yang penting untuk hubungan kita". Katanya sembari mengecup bahu sang istri.      

"Hen.. sebaiknya kau lepaskan aku..".      

"Sebentar saja dengarkan aku". Pria ini bahkan mulai mencuri leher Aruna.      

"Hen.. please jangan..". sang perempuan mengeluh.      

"Aku tidak akan memintamu apalagi mendesak mu menerima cinta ku".      

"Dulu aku datang dengan cara tidak baik, sering memaksa mu bahkan menjebak mu untuk menuruti keinginan ku".      

"Aku ingin memulai sesuatu yang baru sekarang. Membiarkan segalanya berjalan alami seperti cara mu berusaha bertahan dengan sikap ku dan akhirnya perlahan aku berubah menjadi tertarik pada mu".      

"Cukup beri aku kesempatan. Bagaimana sepakat?".      

Ungkapan Hendra seperti bukan dirinya. Seolah gadis kecil yang berada di bawah pengaruh pelukan perlu melihat wajahnya. Dia menoleh sesaat ke arah dagu mata biru di letakkan.      

Bukannya mendapat keyakinan, paras Malaikat malah berniat mengendus bibir gadisnya. Aruna berusaha menahan niat itu, dia meletakkan jemarinya di bibir Hendra.      

"Sudah cukup, atau kau akan melanggar janji dan kesepakatan yang kita buat". (Aruna)     

"Bagaimana dengan penawaran ku barusan.. kau setuju?? Aku hanya membutuhkan kesempatan memperbaiki semuanya dari awal?".      

"Akan aku jawab setelah kau melepaskan ku.  Aku harus menyelesaikan mandi ku".      

Hendra membuka tangannya dan gadis bernama Aruna berlari secepat kilat.      

.     

.     

Ketika dia telah usai, si kecil putri Lesmana menenggelamkan tubuhnya di ujung. Dan meringkuk di dalam selimut memunggungi mata biru.      

"kemarilah aku sudah menunggumu". Kata Mahendra yang sedari tadi mengharapkan kedatangan gadisnya.      

"Atau aku akan mendekat dan memeluk mu dari belakang".     

"Kau lupa aku butuh denyut nadi mu".      

Gadis berlabel perusak logika ini pasrah. Menggiring dirinya mendekati mata biru. Meringkuk di bawah dada sang CEO. Lebih tepatnya antara perut dan dada. Matanya terpejam dan tangan kanannya sengaja dia serahkan.      

Mata biru meraih pergelangan tangan penghantar tidur, dan tangannya yang lain mulai menyingkap rambut tipis berserakan menutupi wajah Aruna.      

"Kau punya hutang menjawab ku". Pintanya memburu.      

Lama didiamkan akhirnya gelombang suara lirih menyapa gendang telinga.      

"Seandainya aku memberikan mu kesempatan, dan ternyata hati ini memilih pergi atau berlabuh ke orang lain. Apa yang akan terjadi pada kita?".      

"Masing-masing dari kita tidak tahu seperti apa masa depan?". Aruna perlahan membuka matanya.      

"Tidak masalah, tidak ada cara lain selain meminta kesempatan untuk saat ini..?".      

"Atau.. Bagaimana jika kita menanggalkan perjanjian pernikahan kita?". (Hendra)     

"Tidak.. aku sudah memutuskan berpegang teguh pada MOU kita dan itu tidak bisa di usik lagi". (Aruna)     

"Kenapa kau begini?". (Hendra)     

"Ibu mu juga bilang kau gadis yang sulit di pahami. Aku tidak suka berbelit-belit. Beri tahu aku, apa alasannya! Mengapa kau tidak mau menanggalkannya!". (Hendra)     

"Andaikan dulu aku tidak berpegang teguh pada permintaan ayah ku.. mungkin saat ini kondisinya lebih buruk. Kau menikahi perempuan berkekasih, nyatanya karena aku menuruti ayah ku.. aku bisa menolong keluarga ku, dan bisa bertahan tanpa kehancuran seperti yang sempat terjadi pada kak Aliana". (Aruna)     

"Padahal permintaan ayah tak sesuai ekspektasi ku. Aku pikir itu seputar menjaga diri sebagai perempuan. Nyatanya karena ada perjanjian pernikahan yang mengikat keluarga kami". (Aruna)     

"Jadi aku yakin selalu ada makna di balik peristiwa.. apa pun itu, termasuk MOU pernikahan kita. Aku akan menurutinya sampai batas akhir". (Aruna)     

_Cara terakhir ku untuk pergi dari sini_     

Mahendra terdiam membeku.      

"Tidak masalah..". Dia telah menemukan konklusi dari saraf-saraf otak yang baru saja bekerja keras.      

"Kita mulai semuanya dari awal.. baik ada maupun tak ada kontrak pernikahan.. toh itu kesalahan ku, sudah selayaknya aku menanggung resikonya. Aku berharap kita bisa saling membantu satu sama lain. Mencoba mengawali semuanya dengan cara lebih baik". (Hendra)     

Keduanya membeku cukup lama. Menit dalam jarum jam mungkin telah bergeser lebih dari 60 kali.      

Tiba-tiba tubuh mungil mengeluarkan dukanya. Sesenggukan lirih tak mampu di bendung lagi.      

_apa yang sedang Aruna pikirkan??_     

Hendra berniat mendekat mencari wajahnya.      

Tapi dia memilih bersembunyi. Menarik lirih kaos suami perjanjian pernikahan dan membenamkan dirinya dalam dada Mahendra.      

Terdengar berusaha keras menelan suara sedihnya.      

Disambut dekapan hangat lelaki bermata biru yang berhasil menanggalkan banyak keegoisan karena dia jatuh cinta.      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.