Ciuman Pertama Aruna

Begitu Indah



Begitu Indah

0"Apa tidak ada satu pun yang bisa membantu ku mendapatkan baju?!". Aruna membuat permohonan sekali lagi.     
0

"terima saja yang ada..". Hendra menurunkan dasinya disusul jasnya.      

"Kau dulu saja". Gelisah Aruna, dia juga perlu menemukan benda tertinggal.      

Tangkas pria ini bangkit, dia masih sempat mencuri pipi Aruna sebelum melenggang pergi.      

Tahu Hendra sudah masuk ke kamar mandi, gadis ini segera menyelinap keluar dan memutuskan berlari secepat mungkin untuk memperpendek waktu tempuh.      

Aruna membuka pintu menjulang tinggi yang tadi menjadi tempat dirinya dan Damar berjumpa. Seolah sedang mengais-ngais sesuatu gadis ini mencari kado ulang tahun dari Damar yang tak lagi berada ditempatnya. Kadonya tidak ada. Kemana? Apa ada yang mengambilnya?.      

Gadis ini tidak punya banyak waktu dia memilih untuk kembali. Dia tahu harusnya benda tersebut ditinggalkan dalam posisi terbuka tidak mungkin terselip secara tiba-tiba kecuali : _apa mungkin di ambil Juan atau Damar lagi? Mereka yang terakhir di sini_     

Dengan gaunnya yang mengembang dan sulit di kendalikan Aruna kembali berlari secepat dia bisa. Dia harus memastikan dirinya sudah di Bridal Chamber sebelum Mahendra keluar kamar mandi.      

Nyatanya hal mengejutkan yang dia dapati, tepat setelah membuka pintu perlahan. Hendra duduk santai memandanginya : "Dari mana saja sayang..". Ucapannya dibarengi senyuman.      

"em.. itu.. eh' Anu.. aku.. aku tadi nyari baju. Ku pikir ada yang bisa ku mintai tolong tapi ternyata semua sibuk". Berbohong.     

"Oh' begitu".      

"Kemarilah.. aku punya sesuatu yang harus kita coba". Hendra berdiri, mendekat dan meraih tangannya. Menggiring gadisnya menuju sebuah ruang yang dia maksud, sempat langkahnya terhenti sesaat : "Kenapa nafas mu ngos-ngosan? Kau habis berlari?".      

"Ah' enggak kok aku hanya tergesa-gesa". Gadis ini mengelak lagi.      

"Tunggu kita mau masuk kamar mandi? Kenapa?". Aruna mulai ngeri, Hendra merangkuhnya memasuki kamar mandi.      

"Tenang sayang aku mau nunjukin sesuatu".      

"Nah lihat! Keren kan?! Aku nggak tega mau mandi.. ntar jadi rusak nih decoration nya?!". Hendra tersenyum pada istrinya.  Bunga, lilin dan segala hal yang mengerikan terhampar di hadapan Aruna.      

"Kau tak ingin mencobanya bersama ku?". Mata biru memeluk manja istrinya dari belakang, bahkan sempat menyesap pundak terbuka Aruna.      

"Hehe.. kau tak boleh melanggar janji mu..". Gadis ini tersenyum dan mulai mendorong Mahendra.     

"Ayolah pakai baju nggak papa?!". Keluh mata biru, mukanya udah mirip kucing yang ngarep banget dikasih makan majikannya.     

"Nggak.. nggak ada mandi pakai baju". Aruna mendorong tubuh Sang suami lebih kuat mengeluarkannya dari pintu kamar mandi.      

"enggak ada harapan nich buat aku??".      

"Enggak.. maaf ya.. kita sudah sepakat". Aruna tersenyum manis dan menutup pintu kamar mandi.      

.     

.     

Ketika Aruna keluar dari kamar mandi si suami yang lagi butuh cinta, Mahendra segera berlari mandi. Entah apa yang sedang di pikirkannya, dia terlihat bersemangat.      

Sedangkan sang gadis, Aruna masih tertegun memandangi baju yang disiapkan untuknya. Dia sangat ragu, malu, tak ingin memakainya. Dia masih mengenakan piama kamar mandi.      

_Tunggu, bukankah aku bisa berganti lalu bersembunyi dibalik bedcover?!_ Aruna segera merealisasikan idenya. Gadis itu menggulung dirinya kedalam bedcover dan segera pura pura tidur.      

Hingga akhirnya mata biru datang dan memeluknya dari belakang, sembari mengelus nadinya dan menghisap rambut halus istrinya. Pria ini membisikan harapan mustahil tentang dia sebagai laki-laki normal secara alamiah : "Kau tahu?! apa harapan setia laki-laki ketika dia sudah menikah secara sah?".      

Aruna berharap dia benar-benar tertidur, dan sedang berusaha keras tertidur. Tapi bisikan Hendra menghangatkan telinganya.      

"Kadang aku juga punya keinginan. kapan bisa mandi bersama mu.. di mangkuk mie kuah kamar mandi kita. Hehe, kamu menyebut bathtub kita demikian kan?". Gadisnya tidak membalas, tapi ada telinga yang di hendus Hendra.      

Aruna mulai meringsek bergeser menjauh, gadis ini perlu memastikan dirinya aman. Hendra menyadarinya, dia menarik tubuh mungil itu merapat pada dadanya. Mendekapnya lebih erat.      

"Walau kau masih kuliah, sejujurnya aku ingin segera punya baby bersama mu. Melihat keluarga mu yang begitu indah aku sering membayangkan bagaimana rasanya memiliki keluarga seperti itu". Mata biru seolah terhipnotis oleh keadaan, dia lupa bahwa pernikahan memiliki kelemamahan.      

"Aku selalu tertarik ketika melihatmu begitu sayang pada Ayah Lesmana. Aku juga ingin tahu rasanya disayangi.. pasti sangat luar biasa jika kita punya baby dan menyayangi kita". Hendra benar-benar sedang mengutarakan isi hatinya.      

"Bagaimana dengan mu? Apa kamu juga menginginkannya?". Hendra ikut menyusup dalam selimut yang sama.      

Aruna, gadis ini tetap dalam keadaannya semula. Konsisten tidak membalas.      

"jangan pura-pura tidur. Kau pikir aku bisa kamu bohongi". Suami jahil menggelitik perut Aruna.      

"Haha.. Hendra jangan lakukan". Gadis ini menggeliat dan tak lagi memunggunginya, mata biru menangkap tubuh tersingkap dari dalam selimut. Pajamasnya berupa sutra yang mampu menghadirkan lekukan menggiurkan perempuan perusak logika.      

_Oh' dia begitu indah.._     

"Boleh aku mencicipi sekali lagi". Belum sempat ungkapannya terjawab pria ini sudah tenggelam dalam perburuan. Memegang erat kedua pergelangan tangan Aruna dan mulai kehilangan kendalinya.      

"Ah'. Ciuman tak berbalas ini menimbulkan keluhan. Aruna mulai gelisah berusaha melepas tangan terikat jemari Mahendra. Harus segera lolos atau semakin tak terkendali.      

Gadis ini menggelengkan kepala secepat dia bisa, mencari celah keluar dari belunggu Hendra.      

"Hendra aku tak suka tangan ku terkunci. Kau boleh meneruskan keinginan mu, tapi tolong lepaskan tangan ku".      

Suami di mabuk wangi wangian dan nuansa bridal Chambe mendorongnya berbuat lebih dalam. Lumatannya lebih intens dan celakanya tak tahu dari arah mana tangan itu berasal, Hendra sudah meraih salah satu dari dua lingkaran di dada Aruna. Menyusup dan memngelus, memijat lembut.      

Mata biru menggelap dan lupa banyak hal kecuali nalurinya sebagai laki-laki normal. Mata gadisnya membuka lebar melotot penuh kemarahan, sebuah tanda keberatan dia buncahkan. Namun si dia yang larut tak bisa melihatnya.      

"PLAK!". Tangan terlepas menampar pipi seseorang sekeras dia bisa. Dan mata biru melepaskan apa yang tidak seharusnya dia pegang. Matanya terpejam sesaat menghayati apa yang dia dapatkan.      

"Bisakah kau memberiku peringatan selain menampar ku". Lelaki ini menyentuh bekas tamparan perempuannya. Sang perempuan dibawah tubuh Hendra sedang berupaya sekeras dia bisa untuk terlepas.      

Dia mencoba sebisa mungkin. Ketika telah lolos sang perempuan mengabaikan banyak hal. Termasuk kekecewaan seorang suami karena tamparan istrinya.      

Aruna menuruni ranjang dan meninggalkannya. Sejalan kemudian tangan ingin meluruskan kesalahan di hempaskan gadisnya.     

"LEPASKAN!!". Mata melotot menyemburkan kemarahan.      

"Sayang aku...".      

"JANGAN MEMANGGILKU SAYANG!!". Aruna menunjukkan kemarahannya. Ini untuk pertama kalinya.      

"Pergi kau.. aku muak dengan mu..".      

"Bisakah kata-kata mu lebih halus sedikit.. aku tadi sungguh tak sengaja..".      

Aruna mengabaikannya lelaki ini, dia ingin berlari bersembunyi ke kamar mandi.      

"Aruna maaf.. aku minta maaf..". Tangan pria itu meraih lengan milik istrinya.      

"Lepaskan tangan ku Hendra..!!". Bara api tak mampu dia bendung lagi.      

"Mari kita bicara dengan benar.. aku tahu aku salah".     

"Bicara dengan benar?". Ungkapan sang perempuan bermakna cacian, entah terhadap dirinya atau lawan bicaranya.      

"Apa yang bisa kita luruskan dari pernikahan yang tidak ada benarnya ini??".      

"Maksudmu?". Mahendra keberatan pernikahan keduanya dianggap kesalahan.      

"Hehe (tawa miris) pernikahan macam apa yang menjadikan seorang gadis memenuhi syahwat pria yang ingin menciumnya tiap saat. Dia mati matian meredam kemuakkannya demi memenuhi perjanjian. Dan pembuat janji dengan enteng melanggarnya lalu tinggal minta maaf".      

"Aruna.. kau.. kau.. bicara apa??".      

Seorang pria syok diterjang...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.