Ciuman Pertama Aruna

Jengkel



Jengkel

0"Gimana kondisi bandannya sudah sehat?".     
0

"Sudah Oma". Aruna terlihat tersenyum menyembunyikan dirinya yang masih dalam kondisi kurang optimal. Terlihat Hendra berupaya sedekat mungkin dengan istrinya. Dia bediri penuh penyesalan memegangi pundak Aruna yang terlihat menyender kepadanya.     

Untung gadis ini cukup pandai menyembunyikan banyak hal, termasuk caranya menyender secara tidak langsung membantu mata biru terbebas dari tatapan nanar bunda Aruna.     

"Kamu sudah makan? Lihat! oma membawa banyak makanan buat kalian, makanan disini aku yakin tidak akan seenak buatan oma". Oma Sukma mulai membuka banyak bekal berlebih di bantu ibu Gayatri.     

Disudut lain pada sofa empuk berwarna cerah tertangkap lelaki keluarga Lesmana dan tetua Djoyodiningrat sedang bercakap-cakap. Hendra tidak tahu harus berada dimana dan ngapain, pria ini terlalu asing dengan interaksi semacam ini. Berkumpul dengan keluarga dan berinteraksi yang wajar adalah pengalaman langka dan menyulitkan. Dia malah merasa aman jika berada di dekat gadis mungil bernama Aruna. Anak ini benar-benar membawa banyak perubahan.     

Sebelumnya, ketika dia sakit yang akan menemaninya sebatas sekertaris pribadi saja. Paling banter adalah kakeknya yang datang membawa kemarahan. Atau omanya yang memasang muka melas lalu menangis, membuat berisik dan langsung diusir begitu saja, dua kakek nenek merepotkan itu.     

"Hendra". Panggil Aruna meminta pria ini menunduk sesaat.     

"Ambilkan aku sedikit, dari bekal yang dibawa nenek mu. Aku masih males makan". (kita sama sama tahu dia akan memberikan segala sesuatu dengan berlebihan) Dan pria kekuk ini menurut saja. Perilakunya membuat oma dan mommynya penasaran. Dia bisa juga peduli dan mau melakukan hal semacam ini.     

Ada mata berbinar bahagia yang tersuguh dari perempuan anggun, matanya bahkan seolah berkata : 'Cucu ku sudah banyak berubah'.     

Ketika gadis mungil ini akan makan sendiri, sungguh di luar dugaan Hendra mendominasi sendoknya dan berbaik hati meniup serta menyuapi Aruna.     

Kini perempuannya yang terlihat kikuk dan si mata biru nampak santai. Dia mengabaikan yang lain dan hanya fokus pada Aruna.     

_Semalam kamu pasti kelaparan dan haus, aku tahu kamu belum sempat minum apalagi makan malam dengan benar_ otak Hendra hanya dipenuhi dengan penyesalan.     

"Atau jangan-jangan nona kecil kami pingsan karena hamil".     

"Huk.. huk huk". Nona kecil Djoyodiningrat tersedak dan memerah karena ungkapan tidak masuk akal dari sang nenek yang tersenyum bahagia.     

"Itu tidak mungkin". Hendra yang baru usai menyerahkan minum untuk istrinya bicara datar. Salah satu perempuan yakni bunda Aruna terlihat lega mendengar ungkapan menantunya, sedangkan Oma Sukma langsung kecewa. Mommy Gayatri konsisten tenang seperti biasanya.     

"Jangan gunakan pengaman! Oma butuh cucu imut lucu secepatnya". Tiba-tiba ada nada perintah mengejutkan dilontarkan mulut wanita anggun.     

_Boro-boro pakai pengaman menyentuh salah satu dadanya saja jadi tragedi separah ini_ sang suami hanya bisa pasrah, Hendra memasang wajah tidak bersemangat dan kembali menyuapi Aruna.     

"Mohon maaf Oma, mungkin saya lancang. Saya rasa menantu ku harus pakai pengaman!". Nada mendesak secara mengejutkan dilempar oleh mulut bunda.     

Mereka mendebatkan sesuatu yang kosong.     

"Kenapa? Memiliki anak secepatnya akan memperkokoh hubungan suami istri. Dan hidup ku akan lebih bahagia".     

"Itu artinya anda egois!". Bunda menolak lebih keras.     

"Apa?? Anda bilang saya egois.. itu agak kasar lhoo..". Oma tidak terima, suaranya lembut tapi menusuk. Bunda Gayatri mencoba melerai dengan mengusap-usap tangan keduanya bergantian.     

"Sudah sudah.." Dia menenangkan dengan wajahnya yang tenang cenderung datar tidak menimbulkan efek sama sekali.     

"Tentu saja egois?! gadis baru 20 tahun, lulus kuliah saja belum harus mengandung dan melahirkan. Coba bayangkan itu bukan sesuatu yang mudah, dia masih butuh main sama teman-temannya".     

"Tapi, kalau nona kecil kami sukarela bagaimana? Aku yakin cucu ku juga ingin segera menimang baby".     

"Nona kecil?? Aruna putri ku ya.. jadi aku lebih paham dari pada oma…".     

Pertikaian ini membuat Hendra muak dia tidak tahan mendengarnya.     

"Kalian! bisa tidak keluar saja dari sini! Berisik tahu! Istri ku sakit butuh istirahat". Pria jengkel yang tak punya sopan santun menyuarakan isi hatinya.     

"Hedraaa…!!". Si mungil malah membentak suaminya yang terkesan tidak sopan.     

"Mereka berisik nona?!". Hendra ikut-ikutan menjengkelkan.     

"Oma Bunda?!". Suaranya di keraskan untuk merebut perhatian dua orang bertikai.     

Ketika keduanya menoleh : "Bagaimana kalau masalah cucu atau baby, di serahkan saja pada aku dan mas Hendra, kita sendiri yang paling tahu kapan waktu yang tepat buat punya keturunan". Aruna menyentil tangan Hendra supaya suaminya ikut bersuara.     

"Aku tidak bisa berkata-kata, aku juga ingin punya baby. Namun untuk saat ini masih mustahil. Jadi kalau ingin meneruskan debat silahkan keluar dari sini". Hendra malas menanggapi. Terlalu pelik untuknya yang hanya bisa memeluk dan mencuri curi cium saja.     

"Hendra.. bukan begitu ngomongnya.. haduh kau ini!?". Aruna jengkel karena suaminya tidak memiliki kosakata lembut.     

"Salah lagi?!". Pasrah.     

"Tentu saja salah". Gerutu Aruna.     

"Lalu aku harus ngomong apa?. Kita baru baikan, jangan sampai ikut ikutan berdebat". Hendra mengeluh dirinya serba salah.     

"Ah sudahlah kau ini tidak ada baik baiknya".     

"Ya.. ya.. aku tahu.. memang aku selalu salah, jahat, kasar, apa lagi??".     

Kini suami istri yang jadi bahan perdebatan malah jadi tontonan. Tiga perempuan didepannya malah tertawa melihat mereka uring uringan satu sama lain.     

_Sekarang apa yang lucu?? Ah! Perempuan memang aneh semua?!_. Wajah males Hendra makin bikin perempuan perempuan disekitarnya tersenyum. Ibu gayatri ikut memandanginya dengan berbinar.     

"yang sabar ya..". Gadis ini mengelus dada Hendra, membuat raut mukanya tertangkap jengkel dan mengundang tawa.     

.     

.     

"Terima kasih". Ucapan berulang disuguhkan Mahendra kepada keluarga istrinya yang menyempatkan hadir menjenguk putri mereka. Lebih tepatnya dia sedang berterima kasih karena di beri kesempatan kembali.     

 Mata biru mengantar sampai pintu lobby, dia turut serta mengiringi langkan ayah Lesmana hingga sang ayah akhirnya diminta berhenti sejenak untuk menerima permintaan maaf darinya : "Mohon maaf ayah, aku tidak akan membuat Aruna mengalami hal buruk lagi".     

Sang ayah hanya menepuk pundaknya, membisikan sesuatu pada telingan menantunya : "Beri dia kepercayaan dan terbukalah padanya, kau akan mendapatkan cinta yang sama seperti putri ku mencintai ku".     

Mata biru masih terpaku menatap punggung ayah Aruna yang kini seolah menjadi ayahnya sendiri, sebuah perasaan berbangga bahwa dia bisa memiliki deddy.     

Dia bahkan tersenyum dan menatap nanar pada masa lalunya yang miris. Tumbuh dan besar dengan kekosongan sosok ayah. Dan kini ternyata gadis kuncir kuda yang dia kuntit tiap saat adalah pemberi segalanya termasuk ruang kosong yang nyaris terlupakan.     

"Sekarang kau sadar kenapa pria itu ku pilih sebagai mertua mu". Suara serak dengan intonasi patah patah kaku merusak suasana. Siapa lagi kalau bukan milik tetua Wiryo.     

"Sayang dia terlampau baik, tidak menyadari putrinya di kunci di kamar mandi sampai kelaparan dan kehausan. IKUT DENGAN KU! Pertanggungjawabkan kelakuan mu!!". Gertakan Wiryo, di iringi dua bodyguard kekar menangkap lengan Hendra.     

Cucu tetua yang sedang kalud oleh kesalahannya sendiri tidak bisa berbuat banyak selain menerima hukuman. Dia terlampau hafal bagaimana caranya dibesarkan.     

.     

.     

.     

------------------------     

Syarat jadi reader sejati CPA:     

Bantu Author mendapatkan Power Stone terbaik ^^     

Ngasih Gifts.. Boleh banget     

Saya selalu merindukan komentar readers     

Review bintang 5     

INFO : Instagram bluehadyan, fansbase CPA (Hendra, Aruna, Damar)      

Nikmati visualisasi, spoiler dan cuplikan seru tokoh-tokoh CPA.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.