Ciuman Pertama Aruna

Gunakan Perasaanmu



Gunakan Perasaanmu

0"Apa?". Aruna tercengang bukan main.      
0

"Kak Adit bagaimana bisa kau melakukan itu pada kakak". Desak Aruna, gadis lugu ini memosisikan hubungan antara dua pasangan dewasa seperti hubungan antara dirinya dan alien mata biru.      

"Bu.. bukan salah ku juga Aruna.. kakak mu lebih banyak merayuku em..". lelaki berwajah baik-baik ini, tak berani menceritakan kejadian sesungguhnya dia sedang mendapatkan tatapan tajam aliana kekasihnya.      

"Bagaimana bisa terjadi?!". Aruna tidak habis pikir. Gadis polos sedang memojokkan kakaknya.      

"Tenanglah sayang.. mereka pasangan dewasa hal semacam itu wajar terjadi kapan saja". Hendra memberinya penjelasan. Namun istrinya tidak terima.      

"Tapi tetap saja itu melanggar aturan". Anak baik, memarahi kakaknya.      

"Iya aku tahu tapi.. sudah terlanjur!".     

"Argh.. bagaimana ini". Aliana terlihat kacau.      

"Kakak sebelum melakukan sesuatu harus nya kakak memikirkan perasaan ayah dan bunda, kakak cukup keterlaluan kali ini". Anak kecil marah marah.      

"Kami tidak sengaja Aruna.. kau pasti sering melakukan itu dengan suami mu, kau juga tidak bisa menolaknya bukan??. Sama seperti kami, awalnya kami hanya pergi jalan-jalan liburan. Tak tahunya kami kemalaman dan terpaksa menginap. Dalam kondisi seperti itu tidak melakukan apa-apa membuat kami tersiksa, yah begitulah akhirnya". Aliana membela diri.      

"Harusnya kak Aditya lebih tegas! saling mengingatkan". Aruna ikut memojokkan si laki-laki.     

"Em.. kami sudah pacaran bertahun tahun dan aduh.. gimana ya.. aku tahu aku salah aku minta maaf". Aditya lebih banyak mengalah dan minta maaf. Dia tidak mau membuat Alia, kekasih yang dia sayangi kecewa dengan ungkapannya.      

"Kau lihat sayang.. aku cukup hebat mampu menahan diri sejauh ini". Suara Hendra ikut menyusup, berharap momen ini bisa menyadarkan gadis yang tak ingin disentuh oleh pria dewasa dengan naluri alamiah yang secara nyata sangat sulit dikendalikan.      

"Hendra hus.. jangan ikut ikutan". Aruna merasa terganggu meminta suaminya diam, dia masih syok karena kelakuan kakaknya.      

"Terus sekarang bagaimana? Pasti ayah kecewa sekali.. kasihan ayah..". Aruna prihatin membayangkan wajah ayah Lesamana.      

Secara mengejutkan aliana bangkit mendorong tubuh bule yang dari tadi nempel-nempel adiknya. Dia menyusup diantara dua pasang suami istri, mengusir Mahendra. Laki-laki bermata biru sedikit keberatan mengerutkan kening dan berakhir pasrah menerima perlakuan kakak Aruna.      

"Nah itu dia, maksud kakak hari ini menemui mu sebenarnya untuk.. em minta tolong kepada Aruna anak baik ayah.. Please bantu kakak ngomong sama ayah". Aliana sedang membuat permohonan kepada adiknya.      

"Nggak mau ah kak.. aku nggak akan sanggup melihat ayah sedih, kakak aja sendiri yang ngomong". Aruna ikut sedih membayangkan apa yang akan terjadi pada ayahnya.      

"Masalahnya, kalau sama kamu dia hanya akan menunjukkan wajah sedihnya. Sedangkan dengan ku ayah sama sekali tidak akan berekspresi, bisa jadi dia langsung mengusirku". Aliana memelas, masih berupaya membujuk adiknya.      

"Tapi aku nggak sanggup kak.. aku nggak akan bisa lihat ayah berduka..". Aruna bingung antara membantu kakaknya atau dihadapkan dengan kesediaan ayahnya. Dia terlalu sayang pada ayah tak bisa menyampaikan kalimat yang mengecewakan.      

"Aku yakin ayah akan memaafkan kakak,  ayah kan orangnya baik dan sayang sama kita". Aruna meyakinkan aliana untuk ngomong sendiri.     

"Ayah memang sangat baik dan sayang pada kita semua, tapi kau tahu sendiri kan... Kakak mu ini sudah sering melanggar aturan nya dan ayah paling mudah kau bujuk dari pada aku bujuk..  please! bujuk ayah untuk memaafkan kakak..  tidak ada cara lain selain bantuan mu". Aliana tidak mau menyia-nyiakan kesempatan terus-terusan merayu Aruna. Dua kakak beradik ini saling menatap menyadari sesuatu, ungkapan kakaknya memang ada benarnya. Kakak yang terlihat cemerlang ini paling pandai melawan perintah ayah. Pacaran diam-diam, menolak dijodohkan dan saat ini yang paling parah. Hamil diluar nikah.      

Dan Aruna berhenti sejenak tampak berfikir. Dia turut pusing dengan kondisi yang dialami kakaknya.      

"Sebenarnya ada cara yang lebih mudah untuk mengatasi masalah ini". Mata biru memberi saran dengan ekspresi santai, berkebalikan dengan raut muka yang disuguhkan istrinya kelihatan serius bukan main.      

"Kita dengarkan dulu arahan CEO ku.. biasanya dia punya ide of the box". Mendadak Aditya berubah baik pada Mahendra.      

"Aku geli mendengarnya". Mahendra risih sendiri.     

"Hendra! apakah yang kau pikirkan sama dengan ku?". Aruna ikut membaca ekspresi Hendra.      

"Kalian menikah saja secepatnya, tak perlu susah-susah memberitahu ayah".      

Hendra menunjukkan solusi sederhana dan layak dijalankan.      

"Iya itu juga yang aku pikirkan". Aruna senada dengan suaminya.      

"Kalau masalah undangan pernikahan, aku siap membuatkan desain gratis untuk kakak". Aruna ikutan mempromosikan surat ajaib.      

"Kalian bisa gunakan fasilitas hotel ku". Tambah Mahendra.      

"Tapi masalahnya bukan sekadar itu.. sebenarnya ada hal yang lebih pelik lagi". Aliana tampak sangat murung. Di sisi lain ungkapan yang diutarakan alia membuat Aditya terlihat gelisah.      

"Kalau aku harus menikah, bagaimana dengan karir ku? Lalu kuliah ku? Tinggal satu semester lagi. Aku tak sanggup!, jika enam bulan ke depan saat wisuda kelulusan berlangsung bukan aku yang dipanggil sebagai mahasiswa terbaik. Aku sudah berjuang sejauh ini. Pernikahan dan membesarkan janin sangat mungkin menghancurkan semua perjuangan ku". Alia gadis cemerlang, perfeksionis dan punyanya karir yang mentereng di tempat kerjanya.      

"Em.. memang harus ada yang di korbankan". Aruna turut bicara dengan nada rendah khas dirinya.      

Ungkapan sederhana itu mampu menggugah hati seseorang. Seorang suami yang menatap istrinya tanpa jeda, raut muka sendu itu mengusung ratusan latar belakang.      

Lalu bagaimana dengan Aruna? Aliana lebih beruntung dari pada gadisnya. Aruna berkorban banyak hal, bukan sekedar kuliah, karirnya sebagai founder Surat ajaib, kisah cintanya, masa mudanya, dan juga mengorbankan kepribadian hangat dan ceria karena harus menghadapi laki-laki pengidap PSDT akut yang sering kali kesulitan mengatur emosi.      

Hendra serta merta menemukan pemahaman yang dia cari cari tentang dia yang terlihat tidak bahagia sepanjang waktu.       

"Apa kau tidak sadar! Kau pernah menghancurkan  seseorang, harusnya dulu kau juga memikirkan kuliah dan karir adikmu sebelum dia menggantikan posisi mu sebagai calon istri ku". Pria bermata biru mendingin seketika. Bahkan leader marketing tempatnya bekerja turut serta merasakan perubahan itu.      

"Hendra jangan bicara seperti itu!". Aruna juga menyadari peralihan emosi suaminya.      

"Jika kau memilih mengorbankan janin mu, ingatlah kau sudah menghancurkan kehidupan dua orang sekaligus!".      

"Hendra cukup!". Aruna meninggikan suaranya.      

"Aruna maafkan kakak". Perempuan yang tertimpa masalah pelik ini tiba tiba menunjukkan rasa bersalahnya dan menangis memeluk adiknya.      

"Maaf kakak egois". Emosinya tidak dapat dikendalikan dan terus-terusan menangis.      

"Jangan dengarkan ucapan Hendra..". Aruna memeluk dan menenangkan kakaknya, dia yang cengeng ikut-ikutan meneteskan air mata.      

"Sudah jangan menangis kak.. kau membuat ku ikutan sedih.. stop, hentikan". Aliana mengabaikan ucapan Aruna, perempuan yang baru mendapati dirinya mengandung sedang banyak pikiran dan makin kacau saja.      

"Ucapan ku benarkan!? Jangan hanya gunakan otak mu untuk tugas kuliah, gunakan juga untuk memikirkan orang lain termasuk calon bayi mu". Dia CEO dingin menunjukkan sikap aslinya di luar kehidupan pribadi bersama Aruna.      

"Bisakah kau tutup mulut mu Hendra!, Apa kau tahu kondisi keluarga ku saat itu.. gunakan pula perasaanmu untuk memaklumi keadaan orang lain". Istri mungil tersulut emosi karena suaminya tega membuat ungkapan menyakitkan kepada kakaknya. Cara menyadarkan yang terlalu kasar. Aruna sangat tidak suka.      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.