Ciuman Pertama Aruna

Makhluk Baru



Makhluk Baru

0CEO DM grup menggenggam tangan istrinya, sejak keluar dari pintu mobil Bentley continental lalu menuju lift pribadinya kemudian naik ke atas menuju lantai 5. Mahendra belum melepas genggaman tangan itu.      
0

Si gadis yang mengusung tampilan sederhana tanpa riasan make up, hanya kuncir kuda dan rok berwarna cerah serta atasan putih dipadupadankan sweter berwarna krem.      

Cukup kontras dengan apa yang tersuguh  di sekitarnya, pakaian rapi khas perkantoran elite didukung dengan make up sempurna tiap perempuan yang ada disana. Termasuk kumpulan pria maskulin dengan Hem dan terkesan rapi.      

Apalagi orang yang sedang memegangi Aruna, Dia membawa aura berbeda bersama setelan jas yang dikenakannya. Tiap ruang dan meja yang terlalui menghadirkan gerakan otomatis dimana secara spontan seseorang berdiri menyapanya atau sekedar memberi hormat kepadanya.      

Hendra berjalan dengan ritme tegas, cepat. Kadang matanya sempat melirik sekejap orang-orang di sekitar. Sebenarnya sih, Lebih banyak tidak peduli sama sekali. Sebab sepanjang langkah mata biru hanya terdiam, tanpa membalas senyum dan sapa orang-orang yang menghadirkan senyum cerah mereka. Malah Aruna yang terkesan bingung sendiri memasang senyum balasan untuk beberapa orang.      

.     

.     

"Jadi itu istrinya?". Kasak-kusuk terdengar menyelinap di telinga.      

"Dia terlihat luar biasa waktu pesta blue oceans, tapi ketika seperti ini sederhana sekali".      

"Yah namanya pernikahan dijodohkan, apa pun hasilnya terpaksa diterima".      

"Menurut ku, gadis itu cukup beruntung secara dia biasa aja. Hanya lebih muda dari pada kita haha".      

"Kalau memang benar kemarin CEO cuti sekedar untuk merawat istrinya, ini bukan cuma masalah perjodohan atau pernikahan yang dipaksakan, tapi benar-benar hubungan suami istri yang hangat".      

"Minimal kita perlu berterima kasih, karena dia kita menikmati beberapa hari terbebas dari kekangan CEO perfeksionis".      

"Benar juga apa yang kau katakan".     

Kantor Hendra mendadak riuh dengan diskusi hangat terkait kedatangan makhluk baru sederhana yang konon kabarnya mampu mempengaruhi pewaris tunggal DM grup.     

.     

.     

Tidak jauh-jauh dari dugaan Aruna, Hendra menenggelamkan diri di meja kerjanya ketika sampai pada ruang yang dulu pernah dikunjungi untuk mengeringkan rok basahnya.      

Sesaat kemudian terlihat berkas-berkas berdatangan diantar oleh para perempuan cantik dan pria rapi secara bergantian, berkas itu ada yang ditolak ada yang diterima bahkan ada yang tidak disentuh sama sekali.     

Tapi ada pula yang duduk lama di depannya.      

Perempuan dengan rambut sebahu, tanpa sengaja Aruna mendengarnya bahwa dia adalah manajer hotel ini. Hendra berdiskusi cukup lama sepertinya masalah laporan keuangan yang belum tutuntas.      

Dan di akhir percakapannya, Hendra  meminta perempuan itu mengantarkan Aruna menuju kamar pribadinya, sembari berharap dihidangkan camilan serta minuman sehat untuk istrinya.     

Perempuan itu terus saja tersenyum hangat mengiringi langkah kaki Aruna. Dia bicara secara profesional dengan aksen tertentu. Aruna tak bakalan bisa menirukan cara bicaranya.     

"sayang sebentar..". panggil Hendra membelah bilik-bilik meja kerja. Suara itu menggema membuat beberapa orang menoleh, termasuk dia yang sudah diujung sana.      

Aruna berbalik kembali menemui suaminya. Begitu juga pria itu bergegas menghampirinya. Membisikkan sesuatu di telinga : "kau melupakan hal penting.. kembali sebentar ke ruang kerja ku".     

"Em.. apa?". Aruna merasa tidak membawa apa-apa, tak ada yang tertinggal?.     

Dia meringkus punggung itu tergesa-gesa. Membawanya kembali ke ruangan semula.      

Ketika sampai di tempat tersebut, pintu di kunci oleh mata biru. Ada gerakan menghimpit tubuh perempuan pada daun pintu lalu melahap bibirnya tanpa ampun.      

"Hen.. Ah..".      

"Stop!". Beberapa kali memukul dada suaminya.      

"Huuh huh..".      

"Kau terlalu bringas.. aku tak suka..!". Dorongan dipaksakan sekuat tenaga.      

"Hehe maaf.. sekali lagi ya..". Seolah tidak membuat kesalahan atas tindakan bringas yang terkesan kasar.     

_Aku terlalu lapar_ hati sang pria berbicara.     

"Santai.. santai lah sedikit..".      

Dan perlahan larut lagi tenggelam terbawa lantunan hasrat naluri biologis. Dia memejamkan mata tiap kali berhasil mengulum bibir wanitanya.      

"Hendra lehernya jangan!". Rintih Aruna.     

"Satu kali aja.. tidak lebih". Dia yang terlena menyusup, tak bisa di kendalikan.       

"Aa.. Au..". Gadis ini meremas lengan sang pria mendapati leher bukan sekedar disesap, tapi lebih dalam lagi dia membuat Kiss Mark.      

"Tok.. tok.. tok..". Pintu di ketuk dari luar.      

"Sudah cukup! Ada yang mencari mu!". Gelisah Aruna mendapati Hendra makin sulit di ingatkan. Dekapannya di pinggul kian erat. Batasan itu seolah ingin dilanggar.      

"A.. au..". Dia merintih lagi ada Kiss Mark kedua menandai lehernya.      

"Tok.. tok.. tok.." . Suara pintu di ketuk kembali tertangkap telinga.      

"Hendra.. sudah ku mohon.. Hentik...  Ah Aaa.." Hen kau menyakiti ku!". Untuk ketiga kalinya dia memberi tanda. Bersama dengan cara perempuan ini memohon untuk dilepaskan.     

Hendra yang tak mampu mengendalikan diri adalah bagian paling dia takutkan dari pernikahan berbalut perjanjian ini.      

"Tok tok tok". CEO gila akhirnya berkenan melepaskannya setelah suara ketukan bertambah keras sejalan dengan caranya membuka pintu dengan gusar.      

"Apa yang kau lakukan.. kursi mu sudah menunggu mu!". Hendra tanpa sadar di tunggu cukup lama dalam agenda lantai D. Dan secara mengejutkan tetua Wiryo yang sengaja di tahan di pintu menginginkan masuk ruangan. Mendapati rambut cucunya yang acak-acakan karena sempat di remas Aruna untuk melepaskan gigitannya.      

Dan Putri Lesmana terkesan lebih parah, rambutnya berantakan dan ada tiga bekas merah menandai lehernya. Dia pun tertangkap bergetar cemas, khawatir, takut jadi satu.      

Hendra bergegas melepas jasnya. Setelah mengamati arah pandang kakeknya. Dia perlu menutupi leher Aruna dan tubuh menggigil karena kelakuannya. Jas itu membungkus rapat tubuh istrinya tapi tidak dengan ekspresi resahnya.      

"Apa kau ingin pulang ke rumah ayah mu".  Kakek Wiryo mengajukan sebuah penawaran.     

"Beraninya kau ikut campur, menanyakan kehendak istri ku!". Hendra terlihat marah luar biasa, berdiri di depan Aruna menutupi gadis itu dari tatapan Wiryo.      

"Aku hanya bertanya pada gadis yang terlihat cemas bukan main. Kau apa kan dia?!".      

"Bukan urusan mu!".     

Aruna terperanjat dengan cara dua orang ini berkomunikasi, sangat kasar dan saling menekan satu sama lain.      

"Pulang ke rumah ayah apakah itu artinya aku...?". Aruna mencari pemahamannya.      

Ada tangan bergetar mengepal.      

"Keluarlah kau Wiryo.. atau kau akan melihat penyesalan yang lebih besar lagi". Ancam Hendra, kasar dan tak tahu diri kepada kakeknya sendiri.     

"Heh! Beraninya kau mengancam KAKEK MU!!, jangan lupa siapa yang lebih berkuasa!". Wiryo mengetuk tongkatnya.      

"Kalian yang ada di luar sadarkan dia!". Dua bodyguard kekar tetua Wiryo masuk ruang kerja Hendra. Salah satunya bahkan membuat panggilan untuk yang lain.     

Aruna pernah mengintip kejadian yang sama. Hendra akan di bekuk orang orang kakeknya sendiri, kehidupan keluarga macam apa ini?.      

"Please! Aku mohon jangan lakukan hal buruk pada suami ku!". Gadis ini menghalau dua tubuh kekar yang ingin menangkap Hendra.      

"Menyingkirlah Aruna!. Pergi ke kamar ku sekarang juga!, aku bisa mengatasi ini!". Gertak Hendra. Dia cukup kecewa dengan kakeknya yang mempertontonkan hal semacam ini di hadapan istrinya.      

_Tidak ada cara lain aku harus membujuk kakek_. Gadis ini bergegas menghentikan langkah lelaki tua.      

"Suatu saat saya ingin pulang ke rumah orang tua saya, tapi bukan sekarang. Mas Hendra masih membutuhkan saya di sisinya, terima kasih kakek sudah khawatir pada ku. aku tahu anda marah karena anda merasa bertanggung jawab terhadap ku. tapi aku juga tak ingin mas Hendra terluka karena salah paham ini". Putri Lesmana terus saja mendesak Wiryo untuk merubah keputusannya.     

"Kau yakin bisa bertahan menghadapinya, jangan paksakan dirimu. Atau aku akan terus-terusan merasa bersalah pada ayah mu". Wiryo menanyakan kemantapan hati Aruna.      

Sedangkan tak jauh darinya Hendra berusaha terlepas dari bodyguard kakeknya sendiri.     

"harus ada yang bertahan menghadapinya, kalau bukan keluarganya siapa lagi. Apalagi aku istrinya, sesulit apapun aku harus bertahan untuk membantunya". Ungkapan gadis mungil membuat tetua Wiryo tak bisa berkata-kata lagi. Dia pergi bersama para bodyguardnya. Meninggalkan Hendra yang sedang marah luar biasa. Dan mereda seketika saat mendapatkan pelukan perempuannya, makhluk baru pengisi hari-harinya yang makin lama makin tak mungkin dia lepaskan.      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.