Ciuman Pertama Aruna

Gadis Kucir Kuda



Gadis Kucir Kuda

0"Hendra Sudah berangkat ya..". Gadis yang baru saja bangun dari tidurnya lalu menyusup ke kamar mandi membersihkan diri. Dan ketika dia keluar suara handphonenya berbunyi mengabarkan bahwa seorang ajudan sudah menunggunya di luar pintu.       
0

"Apa ada sesuatu yang bisa membuatku kelihatan seperti perempuan?". Dia hanya menemukan sisir.     

Aruna mencoba membuka beberapa laci lagi berharap menemukan sesuatu minimal bedak atau leptin. Make up sederhana untuk perempuan itu sudah cukup. Tadi dirinya hanya menyisir rambut pada cermin membentang di kamar mandi, sayangnya semua produk yang di sajikan di sekitar cermin adalah produk untuk laki-laki milik bermata biru.     

"Bukankah ini??". Perempuan itu merasa terkejut bukan main dan segera mengambil kotak berwarna merah yang terselip di dalam nakas dekat super king size bed warna abu-abu.     

Dia menemukan liontin delima berwarna kemerahan lengkap dengan rantai kalungnya. Gadis ini bergegas meraih kota itu dan berlari kembali ke kamar mandi menatap dirinya di cermin lebar. Membuka dan meraih secepat dia bisa kalung delima pemberian seseorang.      

Aruna mengenakannya.      

_cantik_     

~Jangan lupa dengan warna mu, warna yang selalu menghangat tiap kali kau melangkah menyusuri dunia waktu itu.     

~Jangan terlalu jauh berkeliaran aku takut lama lama kau mendingin. Kembalilah segera ke tempat asal mu. Akan aku ajari bagaimana menemukan dirimu yang dulu aku lihat, tertawa riang setiap saat.      

Selamat ulang tahun Aruna     

By bentengterbaik     

Perempuan ini menyentuh kalung yang melingkari lehernya.     

"Hehe Aruna yang riang". Gadis itu menertawakan dirinya sendiri sambil menyentuh wajahnya di cermin.      

Dia meraih sisir lalu membuat  style dirinya yang dulu, gadis dengan kuncir kuda. Lalu mencari baju yang disiapkan pelayan suaminya sudah dapat diduga hanya ada midi dress di hadapannya.      

_Midi dress rambut terurai. Sialan siapa kau.._     

Gadis itu terpaksa mengenakannya, langkah berikutnya dia keluar mencari ajudan yang kabarnya sudah menunggunya di luar.      

Ternyata itu adalah Juan.      

"Kemana suamiku". Pertanyaannya dibalas dengan mengangkat bahunya tanda dia pun tidak tahu.      

"Biar aku tanyakan sekretarisnya". Juan membuat pesan.      

"Aku ingin belanja tapi aku tidak punya uang. Mau kah kau meminjami ku uang". Tanya Aruna.      

"Baiklah".     

.     

.     

Ternyata nona muda meminta ajudannya menemani dirinya pergi ke pusat perbelanjaan. Dia berlari menuju display pakaian. Memilih beberapa celana jeans kaos oblong dan outer luaran.      

Dan dia tertegun sendiri menatap dirinya ketika baju itu mengembalikan dirinya yang hilang.     

"Hai Aruna.. lama tak jumpa gimana kabarmu?. Kapan-kapan kita pulang ya". Gadis itu bicara sendiri dengan dirinya pada cermin ruang ganti.      

Rambut terikat celana jeans, kaos putih dan luaran, membuat seseorang tercengang.      

"Kenapa kau mengenakan baju yang seperti itu". Yang tercengang adalah Juan ajudannya.     

"Hehe ini aku yang sebenarnya, nona yang kau temui kemarin, aku pun juga tidak mengenalinya". Sang nona membalas rasa terkejut seseorang dengan ungkapan unik.     

"Baiklah  karena aku lapar aku juga pinjam uang mu untuk makan". Pintanya lagi.     

"Boleh aku berkomentar?". Celetuk Juan. Aruna tersenyum cerah bermakna terserah.     

"Kau benar-benar berbeda dengan style seperti ini, aku bisa lupa kalau kamu adalah nona Aruna". Jelas Juan.     

"Aku memang bukan nona, Panggil aku Aruna jangan ada kata nona aku tidak suka".      

.     

.     

"Rencananya lusa aku berangkat honeymoon bersama istriku, sepertinya aku tidak bisa memimpin penyidikan ini. Aku serahkan semuanya pada kalian, aku yakin kalian bisa memberikan yang terbaik". Hendra memberi dorongan kepada para pimpinan lantai D. Hal pertama yang harus mereka cari adalah motif dari Tarantula Group.      

Para dewan penghianat dulu pergi dengan kesepakatan terbaik. Mereka membawa DM oil company, sebuah perusahaan pertambangan pemilik Djoyo Makmur Group Yang direlakan oleh Wiryo demi menghentikan perselisihan yang tiada habisnya.      

Sebuah perusahaan dengan masa depan cerah, dan perusahaan itu kini mampu memonopoli banyak hal terutama di sektor pertambangan dan pengolahan sumber daya minyak bumi.     

Apakah mereka terlalu rakus, atau ada dendam apa di masa lalu yang belum selesai. Sehingga masa dendam tersebut masih membara hingga saat ini, sehingga mereka terus-terusan mengancam pewaris keluarga Djoyodiningrat.      

"Riswan sekali lagi terima kasih banyak, karena bantuan mu kami bisa memecahkan teka-teki yang selama ini membelenggu Djaya makmur Group. Mereka bermain begitu rapi dalam melakukan penyerangan terhadap kita, tapi ternyata mereka lupa hal paling sederhana semacam cek yang mereka serahkan. Ah' sungguh tak habis pikir. Hal sesederhana itu yang bisa membuat kita menemukan sesuatu yang besar". Hendra membuat ungkapan khusus untuk Walikota.     

_bukankah ini mirip denganku, tenyata gadis mungil sederhana yang bisa mengalihkan banyak hal_ Dalam pembahasan serius tiba-tiba Hendra tersenyum sendiri.      

"sepertinya sudah waktunya meeting ini kita sudahi".      

_Aruna pasti sudah menungguku. Aku jadi kangen padanya_     

***     

"Nona kenapa kita harus makan di tempat aneh seperti ini". protes Juan yang tidak cocok dengan makanan pilihan Aruna     

"Sudah makan saja ini enak... kau jadi mirip seseorang yang cerewet masalah makanan". Membuat ku tidak berselera makan. Aruna tidak perkenannya diprotes oleh Juan.      

"Lihat diri mu kalau kau menggunakan baju seperti ini dan makan di tempat kaya gini orang tidak akan menyadari bahwa kau adalah istri dari keluarga Djoyodiningrat". Juan menyuarakan sudut pandangnya.     

"Benarkah?? memang itu yang aku inginkan. Asal kau tahu, inilah diriku yang asli". Aruna terlihat santai dan menikmati dirinya sendiri. Dia bahkan makan dengan caranya, cara makan apa adanya yang perlahan dia tinggalkan.      

"Dan satu kali lagi jangan panggil aku nona panggil aku Aruna saja". Gadis ini menegaskan keinginannya.     

"Ketika orang lain melihat kita seperti ini. Kita sudah mirip seperti dua orang yang sedang berteman atau sepasang kekasih. Menarik juga menjadi ajudan mu". Canda Juan.     

"Terserah kau saja lah". Aruna melanjutkan makannya.      

.     

"Juan apa kita bisa pergi lebih jauh". Minta Aruna     

"Harusnya tak boleh, tapi apalah aku, Aku seorang pengawal dan aku akan menuruti apa maunya nona ku".      

"He he kau pintar! Aku suka".     

"Aku punya gelar Bachelor degree, dan kau mengatakan Aku pintar hanya karena mau menuruti nona seperti mu. Huh rendah sekali taraf kecerdasan ku". Keluh Juan, sembari mengeluarkan dompetnya kemudian memberikan beberapa uang kepada Aruna.      

"Wow kau.. punya kau platinum card?!. Boleh aku pinjam itu juga". Sela Aruna. Matanya berbinar menatap platinum card yang terselip di dompet Juan.     

"Bagaimana suami mu memperlakukan mu? Apakah sama sekali tidak mendapatkan tunjangan atau tidak mendapatkan nafkah. Jadi benar kau di sandera dan tidak mendapatkan sepeser pun uang?".     

"Sudahlah jangan banyak ngomong aku pinjam!".     

.      

.     

"Hei hei... Nona kau akan belanja makanan sebanyak ini? Kau yakin ini bisa dihabiskan?". Juan ternganga dengan apa yang dilakukan Aruna. Snack yang begitu banyak, beberapa paket junk food, soft drink, bahkan yang terakhir adalah es krim.      

"Aku mau menyapa teman temanku yang rakus, antar aku ke sana ya.. tapi ngomong-ngomong Hendra masih lama kan?!". Tanya Gadis itu antara bersemangat dan sedikit takut dengan risiko yang akan terjadi.      

"Kabar dari Surya suami mu  rapat tertutup cukup lama". balas Juan     

"Baiklah antar Aku ke Surat Ajaib". pekik Aruna penuh semangat.     

"Apa itu? Apakah semacam tempat fantasi atau imajinasi mu?".     

"Sudah ikut saja jangan banyak tanya".     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.