Ciuman Pertama Aruna

Aruna..



Aruna..

0"Aruna.."      
0

"Brak!" Hendra mendorong kasar pintu kamar hotel mereka, dia mendapati istrinya berdiri tegap di sana di dekat ranjang. Semoga belum terlambat untuk membujuknya bertahan.     

Sayangnya ada yang mencurigakan: "sayang mengapa kau pakai sweater mu?"     

"tas itu juga? Bagaimana bisa berada di bahumu?" Hendra mendekatinya berjalan perlahan menuju perempuan yang sedang merinding ketakutan.     

"Hen.. aku.. Aku mau pamit" Entah mengapa gadis ini memilih menunggu suaminya daripada berlari menghilang seperti perintah kakaknya.     

"Pamit kau bilang.. kenapa harus pamit.. kau selalu pergi bersamaku, bukan begitu sayang" pria yang berjalan perlahan itu memicingkan mata, nada kemarahan mulai dia gejolakkan.     

"lepaskan sweater mu.. tasmu juga..?" Cucu Wiryo mengusung perintah.     

"Hen.. aku sudah ditunggu" gadis itu berjalan mundur karena Hendra seolah ingin menangkapnya.      

"Siapa yang menunggu mu? Kak Anantha.. bagaimana bisa seorang kakak lebih kau dengar daripada suamimu sendiri"     

"aku.. aku harus pulang Hen?!"      

"Pulang ke mana? Ke Jakarta? Baiklah kalau kamu menginginkan itu. Aku rapikan dulu koper kita" pria itu sudah semakin dekat mencoba menyentuh bahu Aruna bahkan mengelus pipinya.      

"Aku minta maaf, kakak sudah menungguku" Dia mencoba mencari celah untuk terlepas.     

"Lalu aku bagaimana? Aku bukan cuma menunggumu?" dan pria itu kembali menangkap pergelangan tangan Aruna.     

"perjanjian di keluarga kita telah usai, tugasku telah usai. Maaf aku harus pulang" jelas gadis itu berharap pergelangan tangannya dilepas.      

"Lalu pernikahan kita bagaimana? Apakah juga ikut usai?" Bukannya melepas pria itu mendudukkan Aruna di ranjang. Menarik kursi dan mencoba mengajaknya bicara.     

"Tugasmu?" laki-laki itu mulai mengelus rambut Aruna. Dalam gerakan yang diusahakan selembut mungkin  karena ada hati yang terluka dan ingin membakar semua yang ada di sekitarnya.      

"Tugasmu? Apa tugasmu sayang? Selain menuruti suamimu. Apa hubungan kita tidak berarti? Apa kau tidak tahu ada pernikahan yang harus kita pertahankan?"     

"Pernikahan kita sebatas kesepakatan Hen.. kesepakatan antara ayah dan kakekmu, termasuk antara kita berdua" Perempuan mungil menolak sentuhan suaminya. Berusaha lekas terlepas.     

"Oh hanya itu yang ada di otakmu ya?"     

"Bukan begitu.."     

"Kalau bukan lalu APA!?"     

"Bip bip bip" handphone Aruna berdering.      

"Berikan pada ku!" biar aku yang bicara dengan kakak mu?" Hendra menengadahkan tangan memintanya baik baik.      

Tapi putri Lesmana menggelengkan kepala melindungi tas berisikan handphonenya. Dia berusaha berdiri seiring kata "maaf" terucap di mulut lembutnya.      

Sayang kalimat halusnya kini menjelma jadi rasa sakit yang mendalam bagi lawan bicaranya, firasat buruk yang ditakuti sang pria sudah menjelma lebih cepat dari dugaannya.      

"Biarkan aku bicara dengan kakak mu, berikan handphonenya?!"      

"TIDAK!" Perempuan ini malah berlari mencoba membuka pintu menggerakkan tuas pintu berkali kali, nyatanya pintu telah dikunci oleh cucu Wiryo dan kuncinya ada pada pria itu.      

Ketika berbalik cucu Wiryo sudah begitu dekat dengannya. Menarik tas lalu mengambil handphone dengan paksa.      

"Mengapa kau yang mengangkatnya?! Di mana Aruna!!" Di di ujung sana ada suara anantha yang terdengar gusar bercampur khawatir.      

"Dia sedang bersama suaminya"      

"Beraninya kau gunakan kata suami untuk adik ku"     

"Apa maksud kak Anantha?"     

"Haha laki laki tidak tahu diri! Masih baik kami hanya pergi di akhad nikah kalian, jika aku tahu ternyata kau memaksa adikku menandatangani kontrak pernikahan, ku hancurkan saja pernikahan itu sejak awal!! Lepas ADIK KU SEKARANG! Biarkan dia pergi dengan ku!!"     

Deg Deg     

Telepon genggam itu jatuh sering hancurnya perasaan laki laki yang menggenggamnya.     

Belum sempat dimatikan, masih menyala menyisakan suara sang kakak yang berteriak marah.      

"Kenapa kali ini kau melanggar kontrak pernikahan kita Aruna!? Bukankah kau sangat konsisten mematuhinya" pria marah mendekat dan memegang erat kedua lengannya.      

"Langgar Apa hen? Lepaskan tanganku Sakit" Hendra mencengkeramnya dan memojokkan perempuan itu di pintu, dia sudah kehilangan akal untuk bertahan dari kemarahan.     

"Mengapa kau katakan pada kakakmu kita punya kontrak pernikahan?" sang pria bukan lagi memegangnya, tapi dia mulai mencengkeramnya kuat-kuat.      

"aku tidak mengatakan itu pada kakak, aku tidak memberitahukan apa pun hen.. lepas.." gadis itu mulai menangis, dia tahu keadaan semakin tidak baik.      

"Kau apa kan adikku lepaskan!!" Anantha yang mendengar percakapan mereka dari handphone menjadi panik. Dia mencari dan bertanya pada semua orang di mana kamar pasangan suami istri Djoyodiningrat berada.      

"lalu bagaimana bisa kamu tahu? Siapa saja yang kau beri tahu?!"      

"Hanya pada ayah.." rintih Putri Lesmana yang mulai tidak tahan pada cara Hendra menekannya.     

"oh Ya TUHAN ARUNAAA..?! Bagaimana bisa kau lakukan itu!! Mengapa kau katakan itu pada ayahmu!"     

"Kau terus terusan mengurungku Hen.. Aku FRUSTRASI!!" gadis itu mulai berteriak.      

"sudah bilang berapa kali. beri aku waktu! Beri aku WAKTU!" mereka saling berteriak dan pertengkaran tidak bisa dihindari lagi.      

"Kau sudah mengatakan itu berulang kali tapi kau tak pernah mewujudkannya, kau terlalu sibuk bekerja. Berangkat pagi dan pulang larut sedangkan aku, aku hanya menatap jendela kamar sepanjang hari" perempuan ini tidak bisa mengontrol emosinya menumpahkan semua gundahnya.     

"Ya itu salah aku, aku terlalu sibuk dengan pekerjaan ku sendiri. Aku bahkan tidak tahu caranya menyenangkanmu, kau tak pernah minta apa pun dari ku kecuali kapan bisa kembali beraktivitas. Aku tahu Kau sangat kecewa padaku, harusnya aku lebih peduli pada permintaanmu walaupun itu sulit. Maka dari itu berikan aku kesempatan. Kita bicarakan ini dengan kakak mu, dengan keluargamu".     

"maaf Hendra, Sudah terlambat, keluarga ku sudah mengorbankan semuanya untukku, kali ini aku harus pulang"     

"bahkan air mataku tak ada gunanya di hadapanmu, bisakah kamu berhenti mengatakan kata PULANG!" pria itu menghapus air yang membasahi sudut matanya.     

"Tidak! Ikhlaskan aku Hendra.. berikan kuncinya.. kakak sudah menungguku, aku yakin keluargaku juga"     

"Bukankah aku keluargamu, mereka juga keluargaku. Tawaranku kurang baik apa?! kita bicarakan baik-baik, masih ada harapan untuk hubungan kita Aruna".     

"tapi tidak ada harapan untuk perempuan Djayadiningrat"     

Deg Deg     

"Aku tidak akan bisa hidup seperti mommy mu yang berkeliaran sepanjang hari di dalam rumah, itu pun masih dibuntuti oleh pengawas. Atau Oma yang tersenyum sepanjang hari sekedar pura-pura bahagia, Aku bukan gadis bodoh Hendra" gadis ini menyembunyikan wajahnya dengan kedua telapak tangan. Dan sang pria memeluknya dalam pilu.     

"maafkan aku Hendra.. Aku mengatakan hal yang tidak seharusnya. Kali ini aku bukan sekedar ingin.. namun harus. Aku harus pulang" kacau dan pilu jadi satu putri Lesmana tidak tahu harus bagaimana kali ini.     

"Tok Tok... Brak brak" Dari luar tampaknya pintu kamar bukan cuma diketuk, ada yang sengaja mendobraknya.     

.     

.     

__________________________     

Syarat jadi reader sejati CPA: \(^_^)/     

Bantu Author mendapatkan Power Stone terbaik ^^     

Hadiah anda adalah motivasi untuk kreasi saya. Beri aku lebih banyak motivasi!     

Silahkan tinggalkan jejak komentar, aku selalu membacanya.     

Review bintang 5     

Cinta tulus kalian yang membuat novel ini semakin menanjak     

-->     

(^_^) love you All, intip juga novel saya yang lain [IPK : Inilah Perjanjian Kita, Antara Aku Dan Kamu] dan [YBS: You Are Beauty Selaras]. Dengan gaya menulis berbeda dimasing masing novel.     

INFO : Instagram bluehadyan, fansbase CPA (Hendra, Aruna, Damar)     

Nikmati Cuplikan seru, spoiler dan visualisasi CPA     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.