Ciuman Pertama Aruna

II-12. Ajumma



II-12. Ajumma

0"tidak ada prank, sekarang ataupun yang sebelum-sebelumnya" Surya menarik kursi bicara lebih dekat dengan Dea.      
0

"Dengar Dea.. Aku tidak tahu ternyata menjalin hubungan itu tidak mudah, walaupun aku sudah dewasa bisa jadi aku lebih sulit mengungkapkan maksudku dari pada kamu.. kau harus lebih dewasa untuk memahamiku, cara berpikir kita berbeda, gaya hidup kita berbeda,  dan banyak perbedaan prinsip yang aku tidak tahu tentang kamu.. kamu tidak tahu tentang aku" ucapan Surya dibalas lirikan gadis di sampingnya.      

"Jadi masalahnya apa?" gadis berumur 20 tahun ini kesulitan menangkap ucapan yang disuguhkan pria dewasa. Dia merasa ungkapan surya yang segamblang itu terkesan berputar-putar.      

"Em.. Aku tidak percaya diri untuk meminangmu lagi" jawab pria ini tegas.      

"hah kenapa?" Sang Perempuan kembali dibuat bertanda tanya.      

"Em.. aku.. ini agak berat untuk laki-laki" gelisah Surya.      

"Enggak apa-apa.. jujur itu lebih penting dari apa pun dalam membina hubungan, apalagi kalau bapak masih berharap kita melanjutkan.. em.." Dea kesulitan melanjutkan ungkapannya, dia cukup malu seandainya terlihat terlalu berharap. Memegangi dan memainkan kuku jarinya, sebuah tanda bahwa dia sedang bingung.     

"sebulan ini aku mencoba mencari pekerjaan baru, dan sepertinya tidak berjalan mulus karena suatu hal. Jadi maksudku aku pengangguran sekarang" balas Surya dengan intonasi sangat lambat. Bagi seorang laki-laki dewasa mengakui bahwa dirinya tidak bekerja merupakan bagian yang sulit untuk dikatakan secara jujur.      

"Oh jadi itu masalahnya... Kenapa bapak nggak jujur aja dari tadi. Pakai minta pendapat tentang nafkah segala. Bagiku itu tidak masalah tahu" akhirnya dea lebih lega mengetahui apa yang sebenarnya terjadi pada Surya.      

"Tapi hal ini masalah besar bagiku, bagaimana aku bisa ngasih kamu makan" Surya kini memandang gadis berhijab itu lebih berani.      

"Bapak ribet amat sih, makan ya tinggal makan.. haha. Jangan dipikir aku menerima bapak karena aku tertarik dengan properti atau pekerjaan yang melekat pada diri pak Surya. Kalau memang sekarang cobaannya adalah masalah pekerjaan yang belum diperoleh.. nggak perlu sesedih ini dong" gadis ini terlihat sangat santai bertolak belakang dengan apa yang terjadi pada si pria.      

"ini masalah serius.. bagaimana kalau nanti kita punya anak.. kamu mau beli susu pakai apa kalau aku nggak punya uang" Surya mulai mencair.      

"Hahaha" dan gadisnya malah tertawa.     

"malah tertawa lagi, finansial adalah suatu yang perlu dipikirkan salah satu faktor pendukung utama roda kehidupan rumah tangga" Surya sedang menjelaskan sudut pandangnya.      

"Ah sok tahu belum menikah juga" tapi dia malah diceramahi ceweknya.     

"hai aku baca itu dari artikel, dan beberapa situs yang bisa aku pertanggungjawabkan"     

"terlalu banyak membaca hal-hal yang tidak penting bapak ini"     

"Kamu anak kecil tahu apa.. yang aku katakan itu beneran. Finansial sesuatu yang penting"     

"aku tidak mengatakan itu tidak penting.. tapi sepertinya bapak melupakan sesuatu. Ada banyak keberkahan yang akan melekat pada sebuah pernikahan. Selain memberikan rasa tenang pernikahan juga membuka pintu rezeki? Pernah dengar nggak?" tanya Dea.      

"Pernah sih.. tapi aku tidak bisa munafik. Otakku terlalu realistis untuk membahas hal hal semacam ini"     

"Jangan terlalu skeptis.. percayalah saja nanti pasti ada jalan" gadis ini menunjukkan rasa percaya terhadap sesuatu yang sudah ditetapkan.     

"Kalau ada jalan tapi enggak begitu cukup untuk mu bagaimana?" sekali lagi Surya menggali sudut pandang calon istrinya.     

"Tenang Aku tidak akan minta tas Hermes atau parfum Dior. aku bisa makan nasi dengan telur untuk sarapan.. makan siang dan makan malam" anak ini menjawab dengan santai. Dan Surya pun tertawa dibuatnya.      

"bapak belum pernah main ke rumahku ya.. itu sebabnya pak Surya nggak mengenali ku. Sudah saatnya pak Surya menemui ibu.."      

"aku sudah memikirkan itu matang-matang.. tapi karena belum dapat pekerjaan, aku merasa cukup berat untuk melangkah ke sana" Surya kembali sibuk dengan pikirannya, pria dewasa yang sedang galau.     

"Jangan terlalu banyak berpikir.. kadang kehidupan itu nggak sesuai dengan isi kepala kita. Kalau hanya mengandalkan isi kepala kita bisa stres.. lakukan saja nanti pasti ada jalan"     

"begitu ya.."     

"Iya percaya padaku.. eh pada Tuhan.."     

"terima kasih Dea.. aku pikir aku yang lebih dewasa, nyatanya kau terlihat jauh lebih bisa menghadapi kehidupan daripada aku"     

"hehe, nggak perlu seformal itu juga kali ucapan terima kasihnya"     

"terlalu formal ya.."     

"iya, tapi aku suka" gadis ini tersenyum malu-malu.     

_apa aku perlu kembali pada Hendra ya..? Dasar sahabat tidak tahu diuntung!_     

_ah imutnya dia tersenyum.. kalau gadis seimut ini nggak makan dengan benar gimana tanggung jawabku?_     

"Eh tapi ngomong-ngomong.. kalau bapak mencari pekerjaan berarti bapak sudah bukan sekretaris Hendra ya?" Dea baru menemukan pemahamannya.      

"Iya.. Aku sengaja mengundurkan diri. Kalau terus menerus bekerja dengannya aku takut tidak punya waktu untuk keluarga seandainya kita menikah nanti" jelas Surya.     

"sepertinya bapak tipe orang yang terlalu banyak berpikir dan terlalu banyak membuat prediksi di otak"     

"Ah.. omonganmu tidak salah"     

"Nah itu masalahnya.. kita punya target jangka pendek menengah panjang nggak masalah karena itu seperti doa dan harapan Kita. Namun kalau sudah berani memprediksi apa yang akan terjadi tepat beberapa saat lagi, beberapa hari lagi. Itu namanya mendahului takdir"     

"Begitu ya.. aku nggak tahu"      

"Itu sebabnya ansuransi jiwa asuransi apa pun akan laris pada orang-orang tipe kayak bapak"     

"haha berarti aku target pasar dong"     

"itu sih pemikiran simple ku.." dea juga tidak berani 100% benarkan ungkapannya.     

"lalu menurutmu aku sebaiknya bagaimana?"     

"Yah kalau rejeki bapak bekerja bersama Hendra lakukan saja.. tapi jika itu memang menyulitkan coba kita mulai dengan membuka usaha sendiri"      

"ah benar juga kata-katamu, tapi ngomong-ngomong seandainya nanti kita menikah lalu aku terlalu sibuk, Apa kau tidak keberatan?" Surya kembali menggali pendapat Dea     

"tidak masalah asalkan waktu yang bapak gunakan di luar rumah memang benar-benar dimanfaatkan untuk sesuatu yang penting"     

"Ah, sayangnya kau tidak tahu seperti apa Hendra. Dia bisa memperkerjakan ku tengah malam sesuka hatinya"     

"Aku rasa dia akan berubah kalau bapak sudah menikah, Aku yakin dia akan pengertian.. toh kalian bersahabat. Pasti dia akan mengerti"     

"Bisa jadi.."      

_Hendra rela kembali pulang ke Indonesia karena aku tidak bisa jauh dari keluargaku semenjak ayah meninggal.. Kenapa aku jadi ingat kebaikannya?!_     

"Boleh punya harapan tapi jangan terlalu berani memprediksi apa yang terjadi di masa depan"     

"Baik Bu Dea"      

"ah aku jadi malu.. jangan panggil Bu" protes Dea.      

"makanya jangan panggil aku bapak.. panggil aku Oppa.."     

"Oppa.." suara lirih perempuan.      

"haha" dan laki-laki ini tertawa senang.      

"Sekali lagi ya.. Aku ingin dengar"     

"Oppa.."      

"Hahaha" dia tertawa lebih riang.      

"I love you... Dea" balas lirik Surya.      

"Ah basi! Temui ibu ku" celetuk gadis berhijab.      

"Haha Harusnya kamu romantis dikit.. bicara seperti itu butuh persiapan berhari-hari untuk ku"     

"Emang itu basi.."     

"Dasar!.. penyuka drama Korea.. Pakai lagi cincinnya"     

"Nggak mau "     

"Ayolah dipakai lagi"     

"Nggak mau nunggu bapak nemuin ibu"     

"Iya.. ajumma"     

"hai.. bapak tahu artinya ajumma apa?"     

"panggilan untuk perempuan kan"     

"Hais.. ajumma sebutan untuk cewek yang jauh lebih tua. Jangan keburu sok tahu.. bikin salah paham aja!!" gadis berhijab cemberut lagi.      

"Kamu marah ya.."     

"Nggak usah ditanya kali.."     

"Ya maaf.. tiap hari kamu panggil aku bapak aku nggak marah".      

"Tapi itu kenyataan.. kenyataan kalau bapak lebih tua dariku"     

"aku kan calon suamimu.. sekali kali panggil pakai sebutan yang manis.."     

"Entar aja kalau udah jadi suamiku.. aku panggil mas Surya ganteng" dea geli sendiri mendengar ucapannya. Sedangkan si pria memerah senyum senyum nggak jelas.      

.     

.     

__________________________     

Syarat jadi reader sejati CPA: \(^_^)/     

Bantu Author mendapatkan Power Stone terbaik ^^     

Gift anda adalah semangat ku untuk berkreasi. Beri aku lebih banyak Semangat!     

Silahkan tinggalkan jejak komentar, aku selalu membacanya.     

Review bintang 5, berupa kalimat lebih aku sukai     

Cinta tulus kalian yang membuat novel ini semakin menanjak     

-->     

(^_^) love you All, intip juga novel saya yang lain [IPK : Inilah Perjanjian Kita, Antara Aku Dan Kamu] dan [YBS: You Are Beauty Selaras]. Dengan gaya menulis berbeda dimasing masing novel.     

INFO : Instagram bluehadyan, fansbase CPA (Hendra, Aruna, Damar)     

Nikmati Cuplikan seru, spoiler dan visualisasi CPA     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.